Shalat Sambil
Membaca Mushaf Al Quran
Ruh dan inti dari shalat adalah hadir dan khusuknya hati
ketika mengerjakan shalat. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk menghilangkan sebab-sebab yang dapat mengganggu kekhusukan shalat.
Misalnya, jika perut sangat lapar dan makanan sudah dihidangkan, maka hendaknya
makan terlebih dahulu sampai kenyang sebelum shalat. Demikian pula, hendaknya
buang air besar atau kecil terlebih dahulu sebelum shalat jika membutuhkannya.
Termasuk di antara hal yang menyibukkan hati dan pikiran
ketika shalat adalah shalat sambil memegang dan membaca mushaf Al-Qur’an.
Misalnya, dia shalat di belakang imam sambil membaca mushaf Al-Qur’an untuk
mengikuti bacaan sang imam.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu
Ta’ala menjelaskan bahwa perbuatan semacam ini akan menimbulkan berbagai hal
yang dilarang, yaitu:
Pertama, dia melakukan banyak gerakan yang sebetulnya
tidak dibutuhkan. Yaitu, mengeluarkan mushaf (misalnya dari saku baju), membuka
lembaran-lembaran mushaf, dan menutup mushaf. Terkadang bisa jadi mushaf
tersebut tulisannya kecil-kecil sehingga butuh usaha ekstra untuk membacanya.
Ini semua adalah gerakan (di luar kebutuhan shalat) yang banyak dan pada
asalnya tidak diperlukan.
Kedua, perbuatan ini akan menyibukkan diri dari sunnah
yang hendaknya dikerjakan, yaitu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
pada dada. Meletakkan tangan seperti ini adalah di antara hal yang disyariatkan
dalam shalat. Jika dia menyibukkan diri dengan membaca mushaf, maka dia
terhalang dari melaksanakan sunnah meletakkan tangan pada dada.
Ketiga, dia menyibukkan penglihatannya untuk bergerak
berpindah dari bagian atas mushaf ke bagian bawah, dari awal halaman mushaf ke
halaman berikutnya. Hal ini juga bisa dinilai sebagai gerakan (yaitu gerakan
mata), sebagaimana gerakan tangan, kaki, dan sebagainya. Oleh karena itu, tanpa
ragu lagi, dia menyibukkan diri dengan gerakan mata untuk mengikuti (membaca)
kalimat-kalimat yang ada di mushaf.
Keempat, orang ini seakan-akan memisahkan diri dari
shalat jamaah, untuk menilai apakah bacaan sang imam itu betul atau salah.
Hatinya pun seakan-akan semakin menjauh dari khusyuk.
Akan tetapi, seandainya hal ini memang betul-betul
dibutuhkan, misalnya ketika sang imam kurang bagus hapalannya, dan imam
tersebut meminta kepada sebagian makmum untuk berdiri di belakangnya dan
membaca mushaf untuk mengoreksi jika ada bacaan yang salah, maka hal ini
diperbolehkan karena memang ada kebutuhan.
Wallahu Ta’ala a’lam.
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Referensi:
Syarh ‘Umdatul Ahkam, karya Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala, jilid 1 halaman 454-456 (penerbit Muassasah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Al-Khairiyyah, cetakan pertama tahun
1437 H).
0 komentar:
Posting Komentar