Fadhilah Surat Al
Ikhlas
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan
satu-satunya yang berhak diibadahi. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pada kesempatan sebelumnya kami pernah mengutarakan
mengenai tafsir surat Al Ikhlas ke tengah-tengah pembaca sekalian. Untuk saat
ini kami akan melanjutkan pembahasan tersebut. Kami akan ketengahkan mengenai
keutamaan surat Al Ikhlas yang sangat berharga. Semoga hal ini semakin
mendorong kita untuk merenungkan saran ini. Selamat membaca.
Keutamaan Pertama: Surat Al Ikhlas Setara dengan
Tsulutsul Qur’an (Sepertiga Al Qur’an)
Hal ini berdasarkan hadits,
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
) يُرَدِّدُهَا ، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ
ثُلُثَ الْقُرْآنِ »
Dari Abu
Sa’id (Al Khudri) bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang membaca dengan
berulang-ulang ’Qul huwallahu ahad’. Tatkala pagi hari, orang yang mendengar
tadi mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan menceritakan
kejadian tersebut dengan nada seakan-akan merendahkan surat al Ikhlas. Kemudian
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Demi yang jiwaku berada di
tangan-Nya, sesungguhnya surat ini sebanding dengan sepertiga Al Qur’an”. (HR.
Bukhari no. 6643) [Ada yang mengatakan bahwa yang mendengar tadi adalah Abu Sa’id
Al Khudri, sedangkan membaca surat tersebut adalah saudaranya Qotadah bin
Nu’man.]
Begitu juga
dalam hadits:
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِى
لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ». قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالَ
« (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) يَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ».
Dari Abu
Darda’ dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda, ”Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca
sepertiga Al Qur’an dalam semalam?” Mereka mengatakan, ”Bagaimana kami bisa
membaca seperti Al Qur’an?” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.” (HR. Muslim no.
1922)
An Nawawi
mengatakan, dalam riwayat yang lainnya dikatakan, ”Sesungguhnya Allah membagi
Al Qur’an menjadi tiga bagian. Lalu Allah menjadikan surat Qul huwallahu ahad
(surat Al Ikhlash) menjadi satu bagian dari 3 bagian tadi.” Lalu Al Qodhi
mengatakan bahwa Al Maziri berkata, ”Dikatakan bahwa maknanya adalah Al Qur’an
itu ada tiga bagian yaitu membicarakan (1) kisah-kisah, (2) hukum, dan (3)
sifat-sifat Allah. Sedangkan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) ini
berisi pembahasan mengenai sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, surat ini
disebut sepertiga Al Qur’an dari bagian yang ada. (Syarh Shohih Muslim, 6/94)
Apakah
Surat Al Ikhlas bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an?
Maksudnya
adalah apakah seseorang apabila membaca Al Ikhlas sebanyak tiga kali sudah sama
dengan membaca satu Al Qur’an 30 juz? [Ada sebagian orang yang meyakini hadits
di atas seperti ini.]
Jawabannya:
tidak. Karena ada suatu kaedah: “Sesuatu yang bernilai sama, belum tentu bisa
menggantikan.”
Itulah
surat Al Ikhlas. Surat ini sama dengan sepertiga Al Qur’an, namun tidak bisa
menggantikan Al Qur’an. Salah satu buktinya adalah apabila seseorang mengulangi
surat ini sebanyak tiga kali dalam shalat, tidak mungkin bisa menggantikan
surat Al Fatihah (karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun shalat, pen).
Surat Al Ikhlas tidak mencukupi atau tidak bisa menggantikan sepertiga Al
Qur’an, namun dia hanya bernilai sama dengan sepertiganya.
Bukti
lainnya adalah seperti hadits :
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ
مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ
”Barangsiapa
mengucapkan
(لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ)
sebanyak
sepuluh kali, maka dia seperti memerdekakan empat budak keturunan Isma’il.”
(HR. Muslim no. 7020)
Pertanyaannya
: Apakah jika seseorang memiliki kewajiban kafaroh, dia cukup membaca dzikir
ini?
Jawabannya
: Tidak cukup dia membaca dzikir ini. Karena sesuatu yang bernilai sama belum
tentu bisa menggantikan. (Diringkas dari Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah 97-98,
Tafsir Juz ‘Amma 293)
Mudah-mudahan
kita memahami hal ini.
Keutamaan
Kedua: Membaca surat Al Ikhlash sebab mendapatkan kecintaan Allah
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdurrahman bin Wahb telah menceritakan
kepada kami pamanku yaitu Abdullah bin Wahb, telah menceritakan kepada kami
Amru bin Harits dari Sa’id bin Abu Hilal bahwa Abu Rijal Muhammad bin
Abdurrahman, telah menceritakan kepadanya dari ibunya Amrah binti Abdurrahman,
saat itu ia berada di rumah Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seorang
lelaki dalam suatu sariyyah (pasukan khusus yang ditugaskan untuk operasi
tertentu). Laki-laki tersebut ketika menjadi imam shalat bagi para sahabatnya
selalu mengakhiri bacaan suratnya dengan “QUL HUWALLAHU AHAD.” Ketika mereka
pulang, disampaikan berita tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka beliau bersabda:
سَلُوهُ لِأَيِّ شَيْءٍ
يَصْنَعُ ذَلِكَ
“Tanyakanlah
kepadanya kenapa ia melakukan hal itu?” Lalu mereka pun menanyakan kepadanya.
Ia menjawab,
لِأَنَّهَا صِفَةُ
الرَّحْمَنِ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا
“Karena
didalamnya terdapat sifat Ar Rahman, dan aku senang untuk selalu membacanya.”
Mendengar itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ
يُحِبُّهُ
“Beritahukanlah
kepadanya bahwa Allah Ta’ala juga mencintainya.” (HR. Bukhari no. 7375 dan
Muslim no. 813)
Ibnu Daqiq
Al ’Ied menjelaskan perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ”Kabarkan
padanya bahwa Allah mencintainya”. Beliau mengatakan, ”Maksudnya adalah bahwa
sebab kecintaan Allah pada orang tersebut adalah karena kecintaan orang tadi
pada surat Al Ikhlash ini. Boleh jadi dapat kitakan dari perkataan orang tadi,
karena dia menyukai sifat Rabbnya, ini menunjukkan benarnya i’tiqodnya
(keyakinannya terhadap Rabbnya).” (Fathul Bari, 20/443)
Faedah dari
hadits di atas:
Ibnu Daqiq
Al ’Ied menjelaskan, ”Orang tadi biasa membaca surat selain Al Ikhlash lalu
setelah itu dia menutupnya dengan membaca surat Al Ikhlash (maksudnya: setelah
baca Al Fatihah, dia membaca dua surat, surat yang terakhir adalah Al Ikhlash,
pen). Inilah yang dia lakukan di setiap raka’at. Kemungkinan pertama inilah
yang nampak (makna zhohir) dari hadits di atas. Kemungkinan kedua, boleh jadi
orang tadi menutup akhir bacaannya dengan surat Al Ikhlash, maksudnya adalah
surat Al Ikhlas khusus dibaca di raka’at terakhir. Kalau kita melihat dari
kemungkinan pertama tadi, ini menunjukkan bolehnya membaca dua surat (setelah
membaca Al Fatihah) dalam satu raka’at.” Demikian perkataan Ibnu Daqiq. (Fathul
Bari, 20/443)
Lantas
apakah perbuatan orang tersebut perlu dicontoh? Jawabannya, para ulama (semacam
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin) memberi penjelasan bahwa perbuatan
semacam ini tidak perlu dicontoh karena beliau hanya menyetujuinya saja, namun
bukan bermaksud orang lain untuk mengikutinya dengan membaca Al Ikhlas di akhir
bacaan.
Inilah di
antara fadhilah (keutamaan surat Al Ikhlash). Semoga bermanfaat. Ya Allah,
berikanlah kami ilmu yang bermanfaat.
Tulisan di
masa silam, dilanjutkan penyempurnaannya pagi hari di wisma MTI, Pogung Kidul, 8
Jumadill Ula 1431 H
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar