Dosa Sebanyak Buih Di Lautan Bisa Dihapus Dalam Hitungan
1-3 Menit
dosa dihapus
Bagi mereka yang masih ingin merasa adanya keimanan dan
masih ingin merasakan lezatnya iman walau sedikit. Maka hati mereka sedikitnya
akan peka jika melakukan maksiat atau melakukan suatu kesalahan dalam ajaran
agama. Hatinya juga akan terasa sedih jika terluput dari kebaikankan walau
sedikit.
Maka hati akan sedih jika terluput takbir pertama shalat
berjamaah di masjid, hati akan sedih tatkala mata ini sangat sulit dijaga dari
pandangan yang diharamkan. Belum lagi dengan hal yang lebih besar misalnya
ketiduran shalat subuh atau terjerumus dalam dosa yang lebih besar seperti
berzina, korupsi dan lain-lainnya
Seorang muslim yang hatinya masih hidup dan ada keimanan
maka ia akan sadar dengan kesalahannya walau sedikit, hatinya akan tidak tenang
dengan maksiat atau kesalahan yang ia lakukan walau sedikit, jiwanya terguncang
dengan pandangan haram walau sedikit. Ia tidak seperti orang yang sudah keras
bahkan mati hatinya, tidak peka terhadap maksiat dan tetap biasa saja jika
melakukan kesalahan.
Salah satu ciri muslim yang berjiwa hanif mencari
kebenaran adalah merasa tidak tenang dengan dosa walaupun sangat sedikit.
sebagaimana perkataan Sahabat,
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ
عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
“Sesungguhnya
seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di bawah gunung dan khawatir
gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar
maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja
di hadapan batang hidungnya.”[1]
Anas bin
Malik radhiallahu ‘anhu berkata,
إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ
أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا
نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ
“Sesungguhnya
kalian mengerjakan amalan (dosa) di hadapan mata kalian tipis seperti rambut,
namun kami (para sahabat) yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganggap dosa semacam itu seperti dosa besar yang membinasakan.”[2]
Maka
seorang mukmin akan berusaha menghapus dosanya walaupun sedikit dengan segera
Penghapus dosa dalam hitungan menit
Yaitu
dengan membaca lafadz ini 100x yang hanya membutuh waktu sebentar dan bisa di
baca kapan saja dan di mana saja (kecuali tempat yang dilarang misalnya kamar
mandi).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ
كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barang
siapa membaca:
Subhanallahi Wabihamdihi (Maha Suci Allah dan
segala puji bagi-Nya)
seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”[3]
Mengenai
makna buih di lautan. Syaikh Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan,
أي ولو كانت ذنوبه في الكثرة
مثل زبد البحر الزبد محركة ما يعلو الماء وغيره من الرغوة
“Walaupun
sangat banyak dosanya dalam jumlah, semisal buih-buih bergerak yang berada di
permukaan air, bisa juga yang lainnya misalnya jamur (plankton).”
Tidak mesti
juga membaca harus 100 x dalam satu hitungan, akan tetapi menurut pendapat
terkuat bahwa 100 kali adalah akumulasi bacaan dalam sehari. Bisa jadi pagi 30,
siang 30 dan malam 40.
Ath-Thayyibi
rahimahullah berkata,
سواء كانت متفرقة أو مجتمعة،
في مجلس أو مجالس، في أول النهار أو آخره، إلا أن الأولى جمعها في أول النهار.
“Sama saja
apakah bacaan tersebut (subhanallah 100 kali) terpisah atau dalam satu kali
bacaan, dalam satu majelis atau dalam beberapa majelis. Di awal siang atau di
akhir siang. Akan tetapi yang lebih baik adalah mengumpulkannya di awal
siang.”[4]
Akan tetapi
perlu diperhatikan, jangan dengan ada hadits ini, kita jadi mremahkan dosa,
berpikir nanti gampang akan dihapus sebentar dengan bacaan ini.
Al-Munawi
rahimahullah berkata,
“فلا يظن ظان أن من
أدمن الذكر وأصر على ما شاء من شهواته وانتهك دين الله وحرماته أن يلتحق بالمطهرين
المقدسين ويبلغ منازل الكاملين بكلام أجراه على لسانه ليس معه تقوى ولا عمل صالح
“
“orang yang
mengandalkan terus dzikir ini akan tetapi ia terus bermaksiat sekehendak
syahwatnya, melanggar agama Allah dan kehormatannya, Janganlah ia menyangka
akan disamakan dengan orang yang dibersihkan dan disucikan, jangan menyangka
ucapannya akan mendapat pahala dengan lisannya, padahal tidak ada ketakwaan
(rasa takut) dan amal shalih pada dirinya.”[5]
Catatan:
1.dosa yang
dihapus adalah dosa atau kesalahan pada hak Allah saja, jika berkaitan dengan
hak anak adam , maka harus diselsaikan dengan yang bersangkutan, meminta maaf
atau mengembalikan haknya berupa barang atau hutang.
2.dosa yang
dihapus adalah dosa-dosa kecil, adapun dosa besar yang ia lakuka terus menerus maka ia harus bertaubat secara
khusus dengan taubat nasuha dan syarat-syarat taubat nasuha.
Allah
Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya).” (At Tahrim: 8)
3.jika
merasa melakukan dosa yang besar, maka ia bisa melakukan shalat taubat dua
rakaat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ يُذْنِبُ
ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ
يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ. ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ
(وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا
اللَّهَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ
“Tidaklah
seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri
untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali
Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini, “Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”[6]
4. ada
dzikir setelah shalat yang juga menghapus dosa sebanyak buih di lautan, akan
tetapi caranya setelah selesai shalat saja.
Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa
mengucapkan tasbih (mengucapkan ‘subhanallah’) di setiap akhir shalat sebanyak
33 kali, mengucapkan hamdalah (mengucapan ‘alhamdulillah’) sebanyak 33 kali,
bertakbir (mengucapkan ‘Allahu Akbar’) sebanyak 33 kali lalu sebagai
penyempurna (bilangan) seratus ia mengucapkan,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ
شَيْئٍ قَدِيْرٌ
[Tiada
Tuhan yang berhak disembah dengan haq selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu], maka Aku akan mengampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak
buih di lautan.”[7]
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
Penyusun: Raehanul Bahraen
0 komentar:
Posting Komentar