MEMANFAATKAN AIR BEKAS WUDHU
Banyak cara untuk menjaga kelestarian lingkungan. Di
antaranya memanfaatkan air wudhu. Seperti halnya sudah banyak dilakukan di
lingkungan masjid, sekolah dan pesantren di penjuru tanah air.
Pemanfaatan air wudhu tersebut kebanyakan digunakan untuk
menyiram tanaman, budidaya ikan, irigasi pertanian hingga didaur ulang.
Seperti halnya Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) I
Yogyakarta, air bekas wudhu tak ingin dibiarkan terbuang begitu saja.
Kepada Republika.com Kepala MTsN I Yogyakarta Abdul Hadi
mengatakan, kalau satu kali berwudhu setiap orang di sekolah itu membutuhkan
lima liter air, ada 2.500 liter air bekas wudhu untuk satu kali shalat yang
terbuang sia-sia. “Atau, setiap harinya ada 7.500 liter air bekas wudhu yang
terbuang” katanya belum lama ini kepada Republika.
Maka, muncullah ide untuk menampung air bekas wudhu
tersebut dalam satu kolam yang ada di lingkungan sekolah itu. Sebuah kolam
berukuran 2×12 meter dengan kedalaman sekitar dua meter pun disulap menjadi
kolam bermanfaat. Setiap hari, ada 500 orang siswa, guru, dan karyawan MTsN I
Yogyakarta yang menggunakan air wudhu untuk shalat Dhuha, Zhuhur, dan Ashar.
Ia mengatakan, kini kolam yang dibuat sejak 2013 tersebut
sangat bermanfaat untuk pembelajaran pelestarian lingkungan hidup. Kolam itu
kemudian diisi dengan ikan lele.
Kolam yang relatif kecil itu terkadang tak mampu
menampung seluruh air bekas wudhu. Agar air tidak meluber ke mana-mana,
dibuatlah selokan kecil di sekitar kolam. Di sepanjang selokan itu dibuatkan
biopori sehingga air limpahan dari kolam masuk ke tanah.
Di kolam tersebut juga dipasang pompa air otomatis. Jika
air melimpah, pompa air langsung bekerja dan airnya disalurkan melalui pipa
untuk menyirami taman di sekitar sekolah. Begitu pula untuk menyirami tanaman
di Green House yang merupakan tempat pembelajaran bagi siswa menanam
sayur-sayuran. “Sayuran yang ditanam di Green House ada sawi, kangkung, cabai,
selada, dan lain-lain,” katanya.
Untuk keperluan menguras kolam, Abdul Hadi mengatakan,
dibuatlah sumur peresapan sedalam dua meter menggunakan bus beton di bawah
kolam. “Kalau mau menguras, tinggal membuka tutup dan air akan masuk ke tanah,
tidak perlu pompa air,” ujarnya menjelaskan.
Sumur resapan ini dimaksudkan untuk mengembalikan air
tanah yang telah digunakan berwudhu kembali ke dalam tanah. Pengeringan kolam
bekas air wudhu dilakukan tiga bulan sekali.
Ia mengungkapkan, dengan memasukkan air bekas wudhu
kembali ke tanah diharapkan dapat meningkatkan permukaan air tanah. “Juga,
untuk mengeliminir pendapat bahwa orang Islam boros air,” katanya.
Dikutip dari mongabay.co.id, lima mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta yakni Aji Purnomo (Geografi), Muhamad Lutfi S. (MIPA), Luthfi Afgani
(MIPA), Eka Fitriani (MIPA), dan Tia Nur A (Teknologi Pertanian) menemukan ide
kreatif. Mereka menerapkan sistem filtrasi air bekas wudhu, diberi nama Re-Syar’i limbah air wudhu di Pondok
Pesantren Sunan Pandanaran.
Luthfi mengatakan, prinsip sistem ini yaitu mendaur ulang
air bekas wudhu menjadi air siap pakai nonkonsumtif. Air ini termasuk belum
terkontaminasi bahan kimia, jadi cukup menggunakan filtrasi sederhana.
“Dengan sistem re-syar’I, hasil filtrasi air bekas wudhu
dipakai kembali sesuai syariat Islam. Juga untuk mencuci atau mandi,” katanya.
Mereka juga membangun beberapa tempat wudhu dengan debit
air lebih tinggi, air bekas wudhu akan dialirkan ke sistem filtrasi, hingga tak
terbuang sia-sia.
Sebelumnya, sistem re-syar’i ini memang telah ditemukan
oleh beberapa pihak. Namun, mereka memberikan beberapa sentuhan inovasi,
seperti menambahkan ziolit guna menyerap kotoran dan berbagai zat lain dalam
air hingga membantu menjernihkan.
Sistem ini, katanya,
masih bisa diterapkan di daerah lain yang tak ada ziolit. Alat filtrasi
dengan material mudah ditemukan dan melimpah seperti ziolit, kerikil, pasir,
arang, dan batok kelapa.(*)
https://citarumharum.jabarprov.go.id
0 komentar:
Posting Komentar