Inilah Keutamaan
dan Manfaat Berwudhu
Tidaklah Allah memerintah sesuatu kecuali ada hikmah dan
keutaamaan di belakangnya. Demikian pula di balik perintah wudhu. Di samping
sebagai prasyarat shalat dan beberapa ibadah lain, wudhu memiliki banyak
keutamaan sebagaimana yang disampaikan Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam.
Dikabarkan dalam haditsnya, berkat wudhu, kesalahan dari setiap anggota tubuh
yang dibasuh akan berjatuhan. Tak heran, usai berwudhu dan dan shalat sunat dua
rakaat, seseorang seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Demikian
seperti yang digambarkan dalam hadits berikut:
مَا
مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَقْرَبُ وَضُوءَهُ ثُمَّ يَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ
وَيَنْتَثِرُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَاهُ مِنْ فَمِهِ وَخَيَاشِيمِهِ مَعَ الْمَاءِ
حِينَ يَنْتَثِرُ، ثُمَّ يَغْسِلُ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ تَعَالَى
إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ
يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ
أَطْرَافِ أَنَامِلِهِ، ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ
مِنْ أَطْرَافِ شَعَرِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلَى
الْكَعْبَيْنِ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا
قَدَمَيْهِ مِنْ أَطْرَافِ أَصَابِعِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَقُومُ فَيَحْمَدُ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ، ثُمَّ
يَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ إِلَّا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ
وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Artrinya:
“Tidaklah seorang pun dari kalian yang mendekati wudhunya, kemudian berkumur,
menghirup air, dan melepaskannya, kecuali akan keluar kesalahan-kesalahan dari
mulut dan hidungnya bersama air. Kemudian, tidaklah ia membasuh wajah
sebagaimana yang diperintahkan Allah kecuali kesalahan-kesalahan wajahnya akan
keluar dari ujung-ujung jenggotnya bersama air. Kemudian tidaklah ia mencuci
kedua tangannya hingga siku kecuali kesalahan-kesalahan tangannya akan keluar
dari ujung jari-jarinya. Kemudian, tidaklah ia mengusap rambutnya kecuali
kesalahan-kesalahan kepalanya akan keluar dari ujung-ujung rambutnya bersama
air. Kemudian, tidaklah ia membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki,
sebagaimana yang diperintahkan Allah, kecuali kesalahan-kesalahan telapak kaki
akan keluar dari ujung jari-jarinya bersama air. Kemudian, tidaklah ia berdiri
dan mengucap hamdalah dan memuji Allah dengan pujian yang pantas untuk-Nya,
kemudian shalat dua rakaat, kecuali ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti
pada saat dilahirkan oleh ibunya,” (HR. Ahmad).
Bahkan,
orang yang tidur dalam keadaan suci, disebutkan dalam hadits riwayat Abu
Hurairah, didoakan dan dimintakan ampunan oleh malaikat. Sedangkan doa malaikat
termasuk doa yang mustajab.
مَنْ بَاتَ طَاهِرًا فِي شِعَارٍ طَاهِرٍ بَاتَ مَعَهُ مَلَكٌ
فِي شِعَارِهِ فَلَا يَسْتَيْقِظُ سَاعَةً مِنَ اللَّيْلِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلَانٍ فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا
Artinya,
“Siapa saja yang bermalam dengan keadaan suci dalam syiar yang suci, maka satu
malaikat bermalam bersamanya dalam syiar tersebut. Dan tidaklah dia terbangun
satu saat pun di waktu malam kecuali malaikat tadi berdoa: Ya Allah, ampunilah
hamba-Mu, fulan. Sebab, ia tidur dalam keadan suci” (HR. Ibnu Hibban).
Orang yang
tidur juga digambarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang
memiliki beberapa belenggu. Namun, jika ia terbangun dan berwudhu, maka
belenggu-belenggu tersebut akan terlepas. Malahan, apa pun yang hajat dan
keinginannya akan terkabul. Demikian yang dikabarkan Rasulullah shallallahu
alahi wasallam.
رَجُلَانِ مِنْ أُمَّتِي يَقُومُ أَحَدُهُمَا مِنَ اللَّيْلِ
فَيُعَالِجُ نَفْسَهُ إِلَى الطَّهُورِ وَعَلَيْهِ عُقَدٌ فَيَتَوَضَّأُ، فَإِذَا
وَضَّأَ يَدَيْهِ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا وَضَّأَ وَجْهَهُ، انْحَلَّتْ
عُقْدَةٌ، وَإِذَا مَسَحَ رَأْسَهُ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا وَضَّأَ
رِجْلَيْهِ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَيَقُولُ الرَّبُّ لِلَّذِينَ وَرَاءَ
الْحِجَابِ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُعَالِجُ نَفْسَهُ، مَا سَأَلَنِي
عَبْدِي هَذَا فَهُوَ لَهُ
“Dua orang
laki-laki dari umatku dimana salah seorangnya bangun malam dan membawa dirinya
untuk bersuci, sementara dia terbelenggu beberapa belenggu, kemudian berwudhu.
Ketika berwudhu membasuh kedua tangannya, terlepaslah satu belenggu. Ketika
berwudhu membasuh wajahnya, maka terlepaslah belenggu lainnya. Ketika berwudhu
mengusap kepalanya, maka terlepaslah belenggu lainnya. Ketika membasuh kedua
kakinya, maka terlepaslah belenggu berikutnya. Kemudian, Rabb berfirman kepada
mereka yang ada di balik hijab, ‘Lihatlah hamba-Ku ini. Ia mengatasi dirinya.
Apa pun yang diminta hamba-Ku itu kepada-Ku maka permintaan itu untuknya,’”
(HR. Ibnu Hibban).
Sementara
dalam riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan
bahwa wudhu dapat mengangkat derajat seseorang. Dengan catatan, wudhu tersebut
ditunaikan dengan sempurna. Pernah suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepada para sahabat:
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ تَعَالَى بِهِ
الْخَطَايَا وَتُرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتُ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ، وَالصَّبْرُ عَلَى الْمَكَارِهِ،
وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ
الصَّلَاةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ.
Artinya,
“Maukah kalian aku tunjukkan kepada kalian atas apa yang membuat Allah menghapus
kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat menjawab, “Tentu, ya Rasul.”
Beliau melanjutkan, “Menyempurnakan wudhu di pagi hari yang dingin, bersabar
menghadapi perkara yang tidak disenangi, memperbanyak langkah ke masjid, dan
menanti shalat setelah shalat. Itulah ribath,” (HR. Muslim). Maksud ribath di
sini adalah benteng dari musuh.
Lebih
istimewa lagi, ketika seseorang berwudhu dan masih dalam keadaan memiliki wudhu
sebelumnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan, sepuluh
kebaikan telah menanti orang yang berwudhu dalam keadaan belum batal wudhu.
“Siapa saja yang berwudhu dalam keadaan suci, maka dicatat baginya sepuluh
kebaikan.”
Bahkan,
terang dan tidaknya wajah seorang hamba pada hari Kiamat, salah satunya
ditentukan pada kebiasan wudhunya di dunia. Wudhu-lah yang memberikan bekas
pada wajah dan tangannya. Dan bekas itu akan jelas terlihat. Makanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menyarankan untuk melebihi bagian tubuh yang
dibasuh pada saat berwudhu. Demikian seperti yang disebutkan dalam riwayat Abu
Hurairah.
Pernah pada
suatu ketika, Nu‘aim ibn ‘Abdullah mendapati Abu Hurairah sedang berwudhu di
belakang masjid. Terlihat ia mengangkat kedua lengan atasnya. Kemudian, Abu
Hurairah menghadap kepada Nu‘aim dan mengatakan bahwa dirinya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ هِيَ الْغُرُّ الْمُحَجَّلُونَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ مَنْ
اسْتَطَاعَ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ.
Sesungguhnya
umatku pada hari Kiamat adalah al-ghurr dan al-muhajjalun karena bekas wudhu.
Siapa saja yang mampu memanjangkan ghurr-nya maka lakukanlah! (HR. Ahmad).
Para ahli
bahasa mengatakan, pada asalnya yang dimaksud ghurr adalah warna putih yang ada
pada kening kuda. Sedangkan muhajjal adalah warna putih yang ada pada kedua
tangan dan kakinya. Sehingga cahaya yang terlihat pada bekas wudhu pada hari
Kiamat disebut dengan ghurr dan muhajjal. Artinya, cahaya itu diserupakan
dengan warna putih pada kuda. Sebab, bagian kening, tangan, dan kaki yang biasa
dibasuh saat wudhu. Wallahu a’lam.
Penulis: M. Tatam
Editor: Mahbib
0 komentar:
Posting Komentar