Keutamaan Puasa 9
Muharram
Keutamaan Puasa Asyura
Puasa Asyura sendiri kita sudah tahu keutamaannya. Dari
Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,
وَسُئِلَ
عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ «
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau
menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang
akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau
menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim
no. 1162).
Keutamaan
Puasa 9 Muharram
Intinya,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan
(tasu’ah) sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.
Ibnu Abbas
radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk
melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ
يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai
Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.”
Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ
الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila
tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula
pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ
الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum
sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal
dunia.” (HR. Muslim no. 1134).
Sebagaimana
disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah, Imam Syafi’i, ulama Syafi’iyah, Imam
Ahmad, Ishaq dan selain mereka berpandangan bahwa disunnahkan melakukan puasa
pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan puasa Asyura (10 Muharram) dan berniat ingin melaksanakan
puasa pada tanggal sembilannya.
Adapun
alasan kenapa puasa tanggal 10 Muharram diikuti dengan puasa tanggal 9
Muharram, yaitu supaya tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi, di mana orang
Yahudi hanya melakukan puasa pada tanggal 10 saja. Inilah alasan yang
disebutkan dalam hadits. Ada juga ulama yang memberikan alasan lainnya, yaitu
agar berhati-hati untuk menentukan tanggal sepuluhnya. Namun pendapat pertama
yang disebutkan itulah yang lebih kuat. Wallahu a’lam. Lihat Syarh Shahih
Muslim, 8: 14.
Kalau kita
lihat berarti alasan melakukan puasa pada tanggal 9 Muharram adalah untuk
menyelisihi Yahudi atau biar tidak tasyabbuh (serupa) dengan mereka. Dan inilah
yang jadi keutamaan yang besar dari puasa tersebut.
Pelajaran:
Larangan Tasyabbuh dengan Non Muslim
Dari Ibnu
‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad
2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan
bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Kenapa
sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir? Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي
الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ
وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan
dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan
amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al
Fatawa, 22: 154). Baca tentang masalah tasyabbuh di sini.
Hanya Allah
yang memberi taufik dan hidayah.
—
Oleh Al Faqir Ilallah: M. Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar