Cara muhasabah diri
dalam Islam, beserta dalil dan keutamaannya
Brilio.net - Muhasabah berasal dari kata hasyib yahsabu
hisab, yang artinya perhitungan. Sedangkan pengertian muhasabah yakni upaya
dalam melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap diri sendiri dalam melihat
aspek kebaikan dan keburukan.
Dalam Islam, muhasabah ini bertujuan untuk memperbaiki
hubungan kepada Allah (habluminallah), hubungan kepada sesama manusia
(habluminannas), serta hubungan dengan diri sendiri (habluminannafsi).
Bagi seorang muslim, muhasabah adalah hal penting dan
sebisa mungkin tak boleh dilewatkan. Sebab hidup di dunia itu sangat singkat.
Jauh berbeda dengan kehidupan akhirat yang kekal.
Kehidupan yang kita jalani saat ini pun akan menentukan
bagaimana kehidupan di akhirat kelak. Apakah berakhir baik dan masuk surga,
atau berakhir buruk dan masuk neraka.
Karena itulah, setiap muslim sebaiknya senantiasa
melakukan amal baik dan menjauhi segala kemaksiatan. Dengan muhasabah, kita
akan terbiasa merenung dan mengetahui makna di balik kehidupan.
Dengan muhasabah kita tahu sudah banyak dosa yang
dilakukan, sehingga ke depannya kita akan memperbaiki hal tersebut. Selain itu,
muhasabah juga akan memberimu perspektif baru dalam melihat peristiwa.
Lebih lengkapnya, berikut cara muhasabah diri dalam Islam
beserta dalil dan keutamaannya yang telah dihimpun brilio.net dari berbagai
sumber pada Senin (18/5).
Dalil tentang muhasabah diri.
Muhasabah diri adalah salah satu amalan yang disebutkan
dalam Alquran dan diajarkan oleh Rasulullah. Dalam surah Al Hasyr ayat 18,
Allah berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18).
Dengan melakukan muhasabah diri, manusia akan membuka
hati dan menyadari segala dosanya. Setelah itu, muslim yang taat akan bertaubat
dan tak mengulangi kesalahannya.
Sebab taubat adalah bentuk penyesalan seorang muslim.
Sebagimana dalam hadits, Rasulullah bersabda "Menyesal adalah
taubat." (HR. Ibnu Majah)
Kemudian dalam surah At Taubah ayat 126.
"Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik)
memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian
mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS
At-Taubah: 126)
Umar bin Khattab pernah mengatakan, "Hisablah diri
kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak.
Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting
pada hari kiamat"
Kemudian dia mengutip surah Al Haqqah ayat 18.
"Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu),
tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)." (QS.
Al-Haqqah: 18)
Apa yang dikatakan Umar bin Khattab juga sesuai dengan
sabda Nabi dalam hadits yang diriwatkan Syadad bin Aus, bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda, "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab
(mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah
kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa
nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT."
Cara muhasabah diri.
Ada banyak cara melakukan muhasabah diri, misalkan saja
sebagai berikut:
1. Mengavaluasi soal niat, amalan, dan dosa-dosa.
Langkah pertama untuk bermuhasabah adalah merenungkan apa
saja yang telah dilalui dalam hidup. Kemudian mengevalusi, sudahkah memiliki
niat menjadi orang yang lebih baik? Sudahkah melakukan amalan yang
diperintahkan Allah? Dan sudahkah menyadari berapa banyak dosa yang telah
dilakukan?
Setelah mengetahui jawabanya, kemudian niatkan untuk
senantiasa lebih taat kepada Allah dan menghindari laranganNya.
2. Mendirikan sholat taubat.
Ketika kamu telah menyesali segala dosa, maka muslim yang
taat akan segera bertaubat. Salah satu bentuk amalan yang bisa dilakukan adalah
mendirikan sholat taubat.
Tata caranya sama seperti sholat pada umumnya, namun bisa
terdiri dari dua rakaat, empat rakaat, atau enam rakaat. Pada bagian sujud
terakhir, akuilah segala dosa dan meminta ampun pada Allah SWT.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, "Yang paling dekat
antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah
doa ketika itu."
3. Menerima masukan dan saran dari orang lain.
Kadang kita membutuhkan orang lain untuk menyadarkan dari
kesalahan yang telah diperbuat.
Dalam suatu riwayat, Imam Bukhari menceritakan kisah Umar
bin Khattab yang memberi saran kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan Alquran.
Saat itu, Abu Bakar sempat menolak dan bimbang dengan usulan tersebut.
Namun Umar meyakinkan bahwa hal itu adalah kebaikan.
Hingga Abu Bakar pun berkata, "Umar senantiasa membujukku untuk
mengevaluasi pendapatku dalam permasalahan itu hingga Allah melapangkan hatiku
dan akupun berpendapat sebagaimana pendapat Umar."
Tak hanya para sahabat, bahkan Rasulullah pun bersabda,
"Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana
kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa."
Lalu dalam hadits lain dijelaskan, "Jika Allah menghendaki
kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang
pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan
akan membantu jika dirinya ingat." (HR. Abu Dawud)
Keutamaan muhasabah diri.
Beberapa keutamaan dan manfaat yang akan didapatkan
ketika melakukan muhasabah diri yaitu:
- Menghindarkan manusia dari sikap merasa paling suci.
"Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah
yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS An-Najm: 32)
- Menghindarkan manusia dari sikap sombong.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Muhammad bin Wasi
"Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang
ingin duduk dekat-dekat denganku"
- Menyadarkan untuk memanfaatkan waktu dengan baik.
Ibnu Asakir pernah menceritakan tentang Al-Faqih Salim
bin Ayyub Ar-Razi bahwa ia terbiasa mengoreksi dirinya dalam setiap nafasnya.
Ia tidak pernah membiarkan waktu tanpa faedah. Kalau kita menemuinya pasti
waktu Salim Ar-Razi diisi dengan menyalin, belajar atau membaca.
- Menenangkan hati dan mendapatkan petunjuk.
Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya bahwa seseorang bisa
terus berada dalam petunjuk jika rajin mengoreksi amalan-amalan yang telah ia
lakukan. (Tafsir Al-Baidhawi)
0 komentar:
Posting Komentar