Salah Kaprah Memaknai Silaturahim
Menyambung silaturahmi adalah salah satu amalan yang
mulia dan kewajiban dalam agama. Banyak ayat Al Qur’an dan hadits yang
menghasung kita untuk menyambung tali silaturahim serta menjelaskan berbagai
keutamaannya. Namun, sebagian orang salah paham dalam memaknai silaturahim,
yang kesalah-pahaman tersebut terjatuh pada kesalahan dalam beragama. Semoga
Allah memberi hidayah.
Perintah dan keutamaan silaturahim
Allah Ta’ala memerintahkan untuk menyambung tali
silaturahim, dalam firman-Nya:
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ
الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36).
Allah juga
berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
“Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros” (QS. Al Isra: 26).
Ia juga
berfirman:
فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Maka
berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada
fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang
beruntung” (QS. Ar Rum: 38).
Demikian
juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau memerintahkan umatnya untuk
menyambung silaturahim, dalam sabda beliau:
من كان يؤمن بالله واليوم
الآخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليصل رحمه، ومن كان يؤمن
بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahim.
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik
atau diam” (HR. Bukhari).
Bahkan
terdapat ancaman serius bagi orang yang memutus silaturahim, beliau bersabda:
لا يدخلُ الجنةَ قاطعُ رحمٍ
“Tidak
masuk surga orang yang memutus silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).
Dan
diantara keutamaan menyambung silaturahim adalah diluaskan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من أحب أن يبسط له في رزقه،
وينسأ له في أثره فليصل رحمه
“Barangsiapa
yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali
silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).
Dan ia juga
merupakan salah satu sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أيها الناس، أفشوا السلام،
وأطعموا الطعام، وصلوا الأرحام، وصلُّوا بالليل والناس نيام, تدخلوا الجنة بسلام
“Wahai
manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim, shalatlah
pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan
selamat” (HR. Ibnu Majah, At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni
Majah).
Makna
silaturahim
Silaturahim
(صلة الرحم) terdiri dari dua kata: shilah (صلة) dan ar rahim (الرحم).
Shilah artinya menyambung. Dalam Mu’jam Lughatil Fuqaha disebutkan:
وهو مصدر وصل الشيء بالشيء:
ضمّه إليه وجمعه معه
“shilah
adalah isim mashdar. washala asy syai’u bisy syai’i artinya: menggabungkan ini
dengan itu dan mengumpulkannya bersama” (dinukil dari Shilatul Arham, 5).
Sedangkan
ar rahim yang dimaksud di sini adalah rahim wanita, yang merupakan konotasi
untuk menyebutkan karib-kerabat. Ar Raghib Al Asfahani mengatakan:
الرحم رحم المرأة أي بيت منبت
ولدها ووعاؤه ومنه استعير الرحم للقرابة لكونهم خارجين من رحم واحدة
“ar rahim
yang dimaksud adalah rahim wanita, yaitu tempat dimana janin berkembang dan
terlindungi (dalam perut wanita). Dan istilah ar rahim digunakan untuk
menyebutkan karib-kerabat, karena mereka berasal dari satu rahim” (dinukil dari
Ruhul Ma’ani, 9/142).
Dengan
demikian yang dimaksud dengan silaturahim adalah menyambung hubungan dengan
para karib-kerabat. An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
وَأَمَّا صِلَةُ الرَّحِمِ
فَهِيَ الْإِحْسَانُ إِلَى الْأَقَارِبِ عَلَى حَسَبِ حَالِ الْوَاصِلِ
وَالْمَوْصُولِ فَتَارَةً تَكُونُ بِالْمَالِ وَتَارَةً بِالْخِدْمَةِ وَتَارَةً
بِالزِّيَارَةِ وَالسَّلَامِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
“adapun
silaturahim, ia adalah berbuat baik kepada karib-kerabat sesuai dengan keadaan
orang yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan.
Terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, terkadang dengan memberi bantuan
tenaga, terkadang dengan mengunjunginya, dengan memberi salam, dan cara
lainnya” (Syarh Shahih Muslim, 2/201).
Ibnu Atsir
menjelaskan:
تكرر في الحديث ذكر صلة
الرحم: وهي كناية عن الإحسان إلى الأقربين من ذوي النسب، والأصهار، والتعطف عليهم،
والرفق بهم، والرعاية لأحوالهم، وكذلك إن بَعُدُوا أو أساءوا, وقطعُ الرحم ضِدُّ
ذلك كله
“Banyak
hadits yang menyebutkan tentang silaturahim. Silaturahim adalah istilah untuk
perbuatan baik kepada karib-kerabat yang memiliki hubungan nasab, atau kerabat
karena hubungan pernikahan, serta berlemah-lembut, kasih sayang kepada mereka,
memperhatikan keadaan mereka. Demikian juga andai mereka menjauhkan diri atau
suka mengganggu. Dan memutus silaturahim adalah kebalikan dari hal itu semua”
(An Nihayah fi Gharibil Hadits, 5/191-192, dinukil dari Shilatul Arham, 5).
Dengan
demikian, perbuatan baik dan menyambung hubungan terhadap orang yang tidak
memiliki hubungan kekerabatan dan nasab tidaklah termasuk silaturahim, dan
tidak termasuk dalam ayat-ayat dan hadits-hadits mengenai perintah serta
keutamaan silaturahim.
Salah
kaprah memaknai silaturahim
Sebagian
orang salah paham dalam memaknai silaturahim, dengan menganggap semua perbuatan
menyambung hubungan dengan orang lain sebagai silaturahim. Jelas ini tidak
tepat secara bahasa ataupun secara istilah syar’i. Dari kesalahan-pahaman ini
muncul berbagai macam kesalahan lain yang sangat patut untuk kita koreksi.
Diantaranya:
1.
Menggunakan dalil-dalil tentang silaturahim pada perbuatan yang bukan
silaturahim
Misalnya
menggunakan dalil-dalil tentang silaturahim untuk mengajak orang mendatangi
acara reuni sekolah, acara kumpul-kumpul rekan kerja, dan semisalnya. Lalu
meyakini bahwa acara-acara ini memiliki keutamaan memanjangkan usia, meluaskan
rezeki, menjadi sebab masuk surga, yang merupakan keutamaan-keutamaan
silaturahim. Tentu ini tidak tepat.
2.
Menggunakan dalih silaturahim untuk perbuatan yang dilarang agama
Misalnya
menggunakan dalih silaturahmi untuk mengajak orang mendatangi acara karokean,
merayakan ulang tahun seseorang, acara kumpul-kumpul bersama teman yang
campur-baur antara lelaki dan wanita, dan sebagainya. Sehingga perbuatan-perbuatan
yang dilarang agama tersebut disamarkan dengan nama silaturahmi yang merupakan
kebaikan.
3.
Menggunakan dalih silaturahim sehingga enggan meninggalkan keburukan
Misalnya
enggan meninggalkan teman-teman yang buruk yang sering mengajak kepada maksiat
dan hal-hal tidak bermanfaat dengan dalil tidak mau memutus tali silaturahim.
Enggan berhenti berpacaran dengan dalil bahwa “putus” dengan pacar itu berarti
memutus tali silaturahim. Enggan menolak ajakan teman untuk nongkrong tanpa
manfaat dan berfoya-foya karena dalih takut memutus tali silaturahim.
Semua ini
adalah kesalah-pahaman dalam memaknai dan mempraktekkan silaturahmi. Mereka
mengira sedang ber-silaturahmi padahal bukan. Sehingga tidak berlaku perintah
dan keutamaan-keutamaan silaturahim di dalamnya.
Selain itu,
tidak dibenarkan mencampur-adukkan dan menyamarkan hal-hal yang batil dalih
bahwa itu adalah perbuatan baik. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ
بِالْبَاطِلِ
“dan
janganlah kalian mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan…” (QS. Al
Baqarah: 42).
Silaturahim
dalam bahasa Indonesia
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, silaturahim atau silaturahmi dimaknai:
silaturahmi/si·la·tu·rah·mi/
n tali persahabatan (persaudaraan)
Maka dari
sini kita ketahui terdapat perbedaan makna antara silaturahim dalam bahasa Arab
atau dalam istilah syariat dengan silaturahmi dalam bahasa Indonesia. Dalam
bahasa Indonesia, silaturahim dimaknai lebih luas kepada semua orang, tidak
hanya kepada orang yang memiliki hubungan kekebaratan saja.
Tentu saja
tidak terlarang menggunakan kata silaturahim dalam konteks makna silaturahim
dalam bahasa Indonesia, yaitu bermakna: persahabatan dan persaudaraan. Namun
hendaknya tidak mengaitkannya dengan perintah dan keutamaan silaturahim dalam
istilah syariat. Karena keduanya adalah hal yang berbeda.
Wallahu
ta’ala a’lam.
***
Referensi
utama: Shilatul Arham, Syaikh Dr. Sa’id bin Wahf Al Qahthani
Penulis:
Yulian Purnama
Artikel
Muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar