4 Tingkatan Sikap Ketika Menghadapi Cobaan
Tingkatan yang pertama adalah marah dengan takdir yang
Allah berikan. Boleh jadi ia marah dalam hatinya dengan bergumam, boleh jadi ia
ucapkan dengan lisannya. Orang yang marah dengan takdir Allah, maka ia dikhawatirkan
terjerumus dalam perbuatan kesyirikan dengan sebab ia mencela takdir
Orang Yang Sabar Menghadapi Cobaan Sabar Dan Ikhlas
Menghadapi Cobaan Cara Ikhlas Menerima Takdir Belajar Ikhlas Menerima Takdir
Sabar Dalam Ujian Allah
Pada tulisan sebelumnya, penulis membahas tentang arti
sabar dan macam-macam kesabaran. Ada kesabaran dalam melakukan taat, ada
kesabaran dalam menjauhi maksiat, dan ada kesabaran dalam menerima takdir
Allah. Kali ini penulis akan bawakan tingkatan sikap manusia ketika menghadapi
cobaan atau dalam menerima takdir Allah.
1. Marah
Tingkatan yang pertama adalah marah dengan takdir yang
Allah berikan. Boleh jadi ia marah dalam hatinya dengan bergumam, boleh jadi ia
ucapkan dengan lisannya. Orang yang marah dengan takdir Allah, maka ia
dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kesyirikan dengan sebab ia mencela
takdir. Dan marah kepada takdir pada hakikatnya marah kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ
بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا
وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Dan di
antara manusia, ada yang menyembah Allah di pinggiran. Jika ia diberi nikmat
berupa kebaikan, maka tenanglah hatinya. Namun jika ujian menimpanya, maka
berubahlah rona wajahnya, jadilah ia merugi di dunia dan di akhirat.” (QS.
Al-Hajj: 11).
Jika ia
marah dengan lisannya, akan muncul kata-kata berupa umpatan, celaan, bahkan
perkataan celaka dan yang semisal dengannya. Jika ia marah dengan perbuatannya,
ia akan melakukan perbuatan seperti menampar pipi, merobek kerah baju, menarik
narik rambut dan perbuatan yang semisal.
2. Sabar
Tingkatan
kedua adalah sabar, sebagaimana ungkapan seorang penyair arab,
الصبر مثل اسمه مر مذاقته لكن
عواقبه أحلى من العسل
Sabar itu
memang seperti namanya (sebuah nama tumbuhan), yang rasanya pahit
Namun hasil
dari kesabaran akan lebih manis dari madu
Ketika
seseorang merasakan beratnya ujian dan tidak suka dengan ujian yang menimpanya,
namun ia lebih memilih bersabar sehingga ia merasa ada atau tidaknya ujian sama
saja. Meskipun ia tidak menyukainya, namun keimanannya menghalanginya untuk
marah.
Bersabar
ketika menghadapi cobaan hukumnya wajib, dan seseorang yang tidak bersabar
ketika itu akan terjerumus dalam dosa. Dan sabar adalah tingkatan yang paling
minimal yang dimiliki oleh seorang Muslim ketika menghadapi cobaan. Adapun
tingkatan yang lebih tinggi dari sabar, hukumnya sunnah dan lebih afdhal
(utama).
3. Ridha
Tingkatan
ketiga lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya, yaitu ridha. Ia jadikan ujian
dan nikmat yang menimpanya sama saja, yaitu sama-sama bagian dari takdir dan
ketetapan Allah, meskipun musibah tersebut membuat hatinya sedih, karena ia
adalah seorang yang beriman pada qadha dan qadar.
Dimana saja
Allah tetapkan qadha dan qadarnya, seperti tertimpa kesulitan atau mendapatkan
kemudahan, tatkala mendapat nikmat atau sebaliknya yaitu tertimpa musibah,
semua itu sama saja baginya. Bukan karena matinya hati, namun karena
kesempurnaan ridha dengan takdir Allah, sebagai Rabb yang mengatur urusannya.
Jika ia melihat dalam kacamata takdir Allah, baginya sama saja antara nikmat
dan musibah. Sehingga hal inilah yang menjadi pembeda antara sabar dan ridha.
Ini adalah
tingkatan tertinggi dan yang paling utama dalam menghadapi cobaan. Karena ia
bisa bersyukur atas musibah yang menimpanya. Oleh karena itu, ia bisa menjadi
hamba Allah yang penuh rasa syukur ketika ia melihat masih banyak orang lain
yang lebih berat musibahnya dibandingkan dirinya. Musibah dalam hal dunia lebih
ringan dibandingkan musibah dalam hal agama, karena adzab di dunia lebih ringan
dibandingkan adzab di akhirat.
Pada
hakikatnya, musibah adalah penghapus dosa dan akan menjadi tambahan kebaikan di
sisi Allah tatkala ia menjadi hamba yang bersyukur. Sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ
نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah
suatu kelelahan, sakit, kesedihan, kegundahan, bahkan tusukan duri sekali pun,
kecuali akan menjadi penghapus dosa baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Demikianlah
tingkatan skiap menghadapi cobaan, kita berharap bisa digolongkan minimal
sebagai orang bersabar, tatkala tertimpa musibah, dan berusaha semaksimal
mungkin menjadi orang yang ridha dan bersyukur tatkala tertimpa musibah. Semoga
Allah hapuskan dosa kita semua dengan sebab musibah yang menimpa diri kita.
Wallahul Muwaffiq.
Referensi:
Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin.
***
Penulis:
Wiwit Hardi P.
Artikel
Muslimah.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar