Faidah Hadits
Tentang Keutamaan Ilmu
Mari sejenak kita merenungi beberapa faidah dari sebuah
hadits yang agung tentang keutamaan ilmu. Diriwayatkan dalam shahihain, dari
sahabat Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan
kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits ini
hendaknya kita renungkan baik-baik karena ini merupakan hadits yang penting dan
agung. Dalam hadits ini terdapat motivasi untuk mempelajari ilmu agama dan
penyebutan keutamaan bagi orang yang Allah beri taufik untuk menempuh jalan
dalam rangka menuntut ilmu. Beberapa faidah penting dari hadits ini di
antaranya :
Faidah
Pertama
Bahwasanya
segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Tidak ada satu kejadian pun kecuali
pasti dikehendaki oleh Allah. Setiap karunia, nikmat, dan pemberian yang
diperoleh hamba semuanya berasal dari Allah. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا تَوْفِيقِي إِلاَّ
بِاللّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“ Dan tidak
ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku
bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. “ (Huud:88)
Ini adalah
landasan pokok akidah yang penting yang wajib diimani, bahwasanya segala
sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Tidaklah engkau mendapat ilmu dan amal
kecuali karena Allah memberikan taufik kepadamu dan memberi anugerah nikmat
kepadamu dengannya. Dialah yang mengajarkan hamba tentang ilmu yang tidak
diketahui sebelumnya. Dialah yang memberikan taufik kepada hamba untuk beramal
dengan ilmu yang telah dipelajari. Semua terjadi atas kehendak-Nya. Allah
Ta’ala berfirman :
الرَّحْمَنُ عَلَّمَ
الْقُرْآنَ
“ Allah
Yang Maha Penyayang, Yang telah mengajarkan Al Qur’an. “ (Ar Rahman : 1-2)
Ilmu dan
setiap nikmat adalah merupakan anugerah dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu
wajib bagi setiap penuntut ilmu untuk menghadirkan keyakinan yang benar dalam
masalah ini dan dalam setiap masalah dalam agama ini, bahkan juga dalam setiap
kemaslahatan yang didapat oleh hamba baik berupa perkara dunia maupun akhirat.
Faidah
Kedua
Hadits ini
menunjukkan tentang tentang pentingnya tawakal kepada Allah dan meminta
pertolongan hanya kepada-Nya. Rasul shallallahu ‘alaiahi wa sallam bersabda :
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Semangatlah
dalam hal yang bermanfaat untukmu, minta tolonglah kepada Allah, dan jangan
malas (patah semangat).” (HR. Muslim)
Orang yang
menuntut ilmu membutuhkan pertolongan dari Allah dalam keberhasilannya menuntut
ilmu. Demikian pula dia butuh pertolongan Allah untuk mengamalkan ilmu yang
sudah dipelajari. Dia juga butuh pertolongan untuk tetap teguh dalam
mempelajari ilmu dan mengamalkannya. Rasul shallalllahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepada Mu’adz radhiyallahu ‘anhu :
إِنِّي لأُحِبُّكَ يَا
مُعَاذُ، لاَ تَدَعَنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي
عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“ Demi
Allah, aku sungguh mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa
untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam):
اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى
ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
[Ya Allah,
tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan
memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. Abu Daud dan Ahmad, shahih)
Maka
seorang penuntut ilmu senantiasa butuh pertolongan Allah untuk bisa menuntut
ilmu, mengamalkan apa yang sudah diilmui, dan agar tetap tegar di atas jalan
ilmu adan amal. Dia juga butuh pertolongan Allah agar selamat dari berbagai
pemikiran menyimpang yang banyak terjadi ketika seseorang meniti jalan ilmu
dalam rangka menuju Allah.
Faidah
Ketiga
Pentingnya
doa dalam kehidupan penuntut ilmu dan pentingnya senantiasa meminta pertolongan
Allah Ta’ala karena seluruh urusan berada di tangan-Nya. Kebutuhan hamba
terhadap doa adalah kebutuhan yang sangat penting. Seorang tabi’in pernah
berkata :
تأملت الخير فرأيت الخير كثير -الصلاة خير ، والصيام خير ،
والبر خير- الخير كثير، ووجدت أن ذلك كله
بيد الله ، فأيقنت أن الدعاء مفتاح كل خير
“ Aku
merenungkan tentang kebaikan dan aku berpandangan bahwa kebaikan itu sangatlah
banyak. Shalat adalah kebaikan, puasa adalah kebaikan, berbakti kepada orangtua
juga adalah kebaikan. Kebaikan sangat banyak jumlahnya. Aku mendapati bahwasanya
seluruhnya berada di tangan Allah, sehingga aku yakin bahwasanya doa adalah
kunci dari setiap kebaikan. “
Oleh karena
itu selayaknya bagi hamba untuk memperbanyak doa kepada Allah Ta’ala, di
antaranya doa agar Allah memberi ilmu yang bermanfaat baginya. Di antara
petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam hadits
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwasnya Nabi berdoa setiap pagi setelah
selesai shalat subuh dengan ucapan :
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا ، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“ Ya Allah,
aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezekiyang thayyib, dan aman yang
diterima.“ (H.R Ibnu Majah, shahih)
Tiga
perkara yang terkumpul dalam doa ini di awal setiap pagi merupakan tujuan yang
diharapkan oleh setiap muslim di sepanjang harinya. Nabi mengawali dengan ilmu
sebelum perkara lainnya dalam doa ini memberi faidah bahwa ilmu adalah
merupakan perkara awal yang dibutuhkan setiap muslim. Maka termasuk kerugian
yang besar adalah seorang yang melewati harinya tanpa mendapatkan ilmu syar’i
sedikitpun.
Doa dalam
hadits ini juga memberi faidah bahwa menuntut ilmu adalah tujuan harian bagi
seseorang. Ini adalah faidah yang agung. Dalam mencari ilmu sejatinya tidak ada
istilah liburan musim panas, liburan musim semi, maupun libur lainnya. Menuntut
ilmu adalah tujuan harian yang menemani setiap hari-hari seorang muslim.
Faidah
keempat
Kemudahan
langkah seorang dalam menuntut ilmu dan kelapangan dadanya dalam menempuhnya
serta penerimaan jiwanya dalam mempelajari dan memahami agama Allah merupakan
tanda-tanda kebaikan baginya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ
خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan
kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (Muttafaqun ‘alaihi)
Jika
seorang hamba merasakan lapang jiwanya untuk mencintai ilmu maka itu adalah
tanda kebaikan. Jika dia senang ketika mendengar ada majelis ilmu maka itu
adalah tanda kebaikan. Jika disebutkan kepadanya ada majelis ilmu dia
bergembira serta bersegera menghampirinya maka itu adalah tanda kebaikan. Jika
diinformasikan kepadanya kitab bermanfaat yang ditulis oleh para ulama dan dia
segera mencarinya maka itu adalah tanda kebaikan. Jika seseorang lapang jiwanya
untuk mencintai ilmu dan bersemangat untuk mempelajarinya maka itu semua
merupakan tanda-tanda kebaikan baginya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ
خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan
kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (Muttafaqun ‘alaihi)
Faidah
Kelima
Berlaku
pula kebalikan dari hal-hal di atas. Berpalingnya seorang hmaba –wal’iyadzu
billah– dari ilmu dan kebenciannya terhadap majelis ilmu serta sempit dadanya
dari majelis ilmu maka ini ini bukanlah merupakan tanda kebaikan dan tanda
taufik dari Allah kepada dirinya. Jika seorang hamba melihat dirinya asing dari
majelis ilmu dan berusaha meninggalkannya serta tidak memiliki keinginan untuk
mendapatkannya maka ini bukanlah tanda-tanda taufik dan bukan pula ciri Allah
menghendaki kebaikan bagi hamba tersebut, karena Nabi shalllallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ
خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan
kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (Muttafaqun ‘alaihi)
Faidah
Keenam
Sabda Nabi
(يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ) mencakup kefaqihan
terhadap seluruh ilmu syar’i yang meliputi pokok-pokok agama dan
cabang-cabangnya. Yang banyak dipahami manusia bahwa seorang fakih hanyalah
yang paham perkara hukum saja seperti hukum shalat, puasa, dan haji, sehingga
jika dikatakan kitab fiqih maka yang dimaksudkan adalah kitab tentang
hukum-hukum. Adapun yang dimaksud dalam hadits ini maka faqih yang dimaksud
mencakup seluruh perkara agama. Yang termasuk dalam ucapan (يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ) pertama kali adalah perkara akidah,
karena akidah adalah bagian dari pemahamam fikih yang paling agung dalam agama
ini. Aqidah adalah perkara agama yang paling agung dan mulia sehingga disebut
juga sebagai fiqih akbar. Kesimpulannya dalam sabda nabi (يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ) tidak hanya khusus dalam hukum-hukum
fiqih ibadah saja, bahkan yang tercakup di dalamnya pertama kali adalah masalah
akidah.
Hal ini
sebagaimana dijelaskan juga dalam hadits Jibril yang terkenal, di mana Nabi
pernah ditanya tentang makna iman, islam, dan ihsan. Nabi kemudian menjelaskan
secara lengkap makna iman, islam, dan ihsan. Kemudian di akhir hadits Nabi
bersabda :
(فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ
أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ)
“ Itu
adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian. “
Sabda Nabi
di akhir hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud agama Islam adalah mencakup
bagian islam dengan berbagai amalnya, bagian iman dengan berbagai keyakinannya,
dan juga ihsan dengan kebagusan dalam ibadah dan ketaatannya keapada Allah
dengan melakukan hal-hal yang diridhoi-Nya berupa amal shalih dan ucapan yang
baik.
Faidah
Ketujuh
Pentingnya
memiliki kefaqihan (pemahaman) dalam agama. Ilmu tidak hanya sekadar menghafal
ayat atau hadits, akan tetapi butuh pemahaman yang benar terhadapnya. Oleh
karena itu Allah Ta’ala berfirman :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ
الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka
apakah mereka tidak mentadabburi Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”
(Muhammad : 24)
أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا
الْقَوْلَ أَمْ جَاءهُم مَّا لَمْ يَأْتِ آبَاءهُمُ الْأَوَّلِينَ
“Maka
apakah mereka tidak mentadabburi perkataan (Kami), atau apakah telah datang
kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu? “
(Al Mukminun : 68)
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ
إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا
الْأَلْبَابِ
“Ini adalah
sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka
mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran. “ (Shad : 29)
Kepahaman
terhadap agama adalah pujian bagi hamba apabila dia diberi taufik oleh Allah
untuk mendapatkannya. Manusia berbeda-beda dalam memiliki pemahaman terhadap
agama Allah. Oleh karena itu bisa jadi seseorang memiliki ilmu akan tetapi
kurang pemahamannnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ
بِفَقِيهٍ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْه
“ Betapa
banyak orang yang memiliki ilmu agama namun tidak memahami apa yang
dimilikinya. Dan betapa banyak orang yang memiliki ilmu agama menyampaikan
kepada orang yang lebih paham darinya “
Terkadang
seorang penuntut ilmu bisa menyebutkan kepada seorang alim sebuah hadits yang
tidak diketahui oleh sang alim, namun sang alim bisa mengambil faidah-faidah
yang tidak ada di benak orang yang telah menghafal hadits tersebut. Maka hadits
ini menunjukkan pentingnya memiliki pemahaman makna yang benar terhadap
hadits-hadits Rasul. Bahkan kefaqihan terhadap ilmu seharusnya membuahkan amal
dan taat, bukan pula hanya sekedar mengetahui dan memahami namun tanpa amal.
Hendaknya
seseorang memahami agama dengan pemahaman yang benar sehingga membuahkan amal.
Bahkan semestinya juga berbuah dakwah dan memberikan peringatan kepada orang
lain, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ
لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ
لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“ Tidak
sepatutnya bagi seluruh kaum mukminin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. “ (At Taubah : 22)
Maka dalam
hal ini ada kaitan antara pemahaman dan pemberian peringatan atau berdakwah.
Berdakwah adalah bagian dari tingkatan beramal seseorang, di mana sebelumnya
dia telah memahami terlebih dahulu. Dia belajar sehingga memahami, kemudian
mengamalkan, dan kemudian mendakwahkan. Ini adalah tahapan dalam ilmu dan cara
dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Penutup
Kesimpulannya
hadits ini adalah hadits yang agung tentang permasalahan ilmu, khususnya bab
tentang pemahaman terhadap agama Allah. Di antara kandungan yang terpenting
dari hadits ini adalah bahwa ilmu merupakan sarana untuk mecapai tujuan
mendekatkan diri kepada Allah, karena seseorang tidak akan bisa mendapat
kebaikan kecuali dengan memahami ilmu dengan makna yang sudah dijelaskan di
atas. Seseorang mempelajari ilmu untuk memahami agama Allah dan berbagai
syariat-Nya, kemudian mengamalkan apa yang sudah diilmui, dan kemudian
berdakwah kepada yang lain denga ilmu yang sudah dia dapatkan.
Segala
taufik di tangan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kita memohon kepada
Allah agar memberi taufik kepada kita semua di atas jalan kebaikan, dan
meganugerahi kita rezeki berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, serta
senantiasa mengumpulkan kita di atas jalan kebenaran dan petunjuk.
وصلى الله وسلَّم على عبده
ورسوله نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين .
Penyusun : dr. Adika
Mianoki, Sp.S.
Artikel: Muslim.or.id
Referensi : Fawaaid min Hadiits Man Yuridillahu bihi
Khairan Yufaqqihu fiddiin karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin
al Badr hafidzahumallah
0 komentar:
Posting Komentar