Kiat Kiat Menuntut
Ilmu
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam kepada
Rasulullah , keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Manusia lebih mulia dari pada makhluk lain karena akal.
Dengan akal, manusia dapat bepikir untuk merenungi kebesaran-kebesaran Allah.
Dengan akal, manusia dapat mencari ilmu untuk bekal di dunia dan akhirat nanti.
Karena segala sesuatu yang manusia lakukan haruslah dengan ilmu. Al’ilmu qablal
qauli wal ‘amali (ilmu sebelum perkataan dan perbuatan).
Ada beberapa keutamaan menuntut ilmu, salah satunya yaitu
Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
مَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى
الجَنَّةِ
“Barangsiapa
yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju
surga.” (HR. Muslim)
Mungkin
terbesit dalam benak kita, bagaimana cara seseorang mendapat ilmu?
Berikut ini
adalah kiat-kiat mencari ilmu, agar ilmu yang di dapat diberkahi Allah
Seorang
yang menuntut ilmu harus mengikhlaskan niat karena Allah.
Ilmu adalah
landasan yang sangat penting. Hukum syari’at dibangun di atas ilmu. Ilmu tidak
diberkahi Allah jika dalam menuntut ilmu tersebut tidak diniatkan untuk meraih
ridha Allah. Barangsiapa yang menuntut ilmu tanpa mengharap wajah Allah maka
dia terncam tidak akan masuk surga. Barangsiapa yang menuntut ilmu karena ingin
derajatanya tinggi di hadapan manusia tanpa mengharap wajah Allah, maka
terancam dicampakkan ke dalam neraka. Wal iyadzu billah
Hendaknya
kita senantiasa bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu dengan
meluruskan niat, mengikhlaskan karena Allah. Apa batasan orang bisa dikatakan
ikhlas dalam menuntut ilmu? Imam Ahmad menjelaskan bahwa batasan seseorang bisa
dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu yaitu niat dalam dirinya untuk menghilangkan
kejahilan yang ada pada dirinya. Setelah kejahilan/kebodohan hilang dari
dirinya, dia berusaha menghilangkan kejahilan orang lain.
Insyaallah
dengan niat seperti itu, Allah akan memberi taufiq untuk ikhlas dalam menuntut
ilmu.
Seorang
harus menjauhi kemaksiatan.
Ilmu adalah
cahaya dan cahaya tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat. Karena maksiat
adalah kegelapan, orang yang bermaksiat berarti memadamkan cahaya ilmu dalam
dirinya. Kita bisa mengamil pelajaran dari kisah Imam Syafi’i yang sudah hafal
al qur’an sebelum baligh, hafal ribuan hadits, ketika dia melihat anak
laki-laki yang tampan dengan pandangan tidak biasa hafalannya ada yang hilang
karenanya.
Barangasiapa
yang ilmunya ingin diberkahi Allah maka jauhilah maksiat. Karena maksiat merupakan
penghalang antara kita dengan Allah. Maksiat adalah penghalang antara kita
dengan ilmu.
Imam
As-Syafii menyampaikan nasihat kepada muridnya. “Akhi, kalian tidak akan pernah
mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara ini, akan aku kabarkan kepadamu secara
terperinci yaitu dzakaa-un (kecerdasan), hirsun (semangat), ijtihaadun
(cita-cita yang tinggi), bulghatun (bekal), mulazamatul ustadzi (duduk dalam
majelis bersama ustadz), tuuluzzamani (waktu yang panjang).”
Berikut
keterangan masing-masing:
Dzakaa-un (keceerdasan).
Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah
(kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Seseorang meskipun dalam majelis tidak
mencatat tetapi dia bisa mengingat dan menghafalnya dengan baik dan bisa
menyampaikan kepada orang lain dengan baik. Jenis kecerdasan ini harus diasah
agar dapat bermanfaat lebih banyak untuk dirinya dan orang lain. Yang kedua
adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara
mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.
Hirsun
yaitu perhatian dan semangat dengan apa yang disampaikan gurunya. Sekaligus
berupaya mengulang pelajarannya.
Ijtihaadun.
Ulama menafsirkan ijtihaadun adalah al himmatul ‘aliyah yaitu semangat atau
cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri untuk mencari ilmu
dengan semangat mewujudkan cita-cita demi agamanya.
Bulghatun/dzat/bekal.
Dalam menuntut ilmu tentu butuh bekal, tidak mungkin menuntut ilmu tanpa bekal.
Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya
untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara
untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir
akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk
mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.
Mulazamatul
ustadzi. Seseorang harus duduk dalam majelis ilmu bersama ustadz. Tidak
menjadikan buku sebagai satu-satunya guru. Dalam mempelajari sebuah buku kita
mmbutuhkan bimbingan guru. Hendaknya menggabungkan antara bermajelis ilmu
dengan guru, juga banyak membaca buku.
Tuuluz-zamani,
dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang
da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja.Al-Baihaqi berkata:”Ilmu
tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”
Al Qadhi
iyadh ditanya: sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu? Beliau menjawab:
”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”
***
Penyusun: Khusnul Rofiana
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
0 komentar:
Posting Komentar