Istighfar Penutup
Amalan Shalih
Istighfar adalah meminta ampunan pada Allah. Istighfar
adalah penutup setiap amalan shalih. Shalat lima waktu, haji, shalat malam, dan
pertemuan dalam majelis biasa ditutup dengan amalan dzikir istighfar ini. Jika istighfar
berfungsi sebagai dzikir, maka jadi penambah pahala. Sedangkan jika ada sesuatu
yang sia-sia dalam ibadah, maka fungsi istighfar sebagai kafaroh (penambal).
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah membuat tulisan yang ingin
dikirimkan ke berbagai ke negeri. Isi surat tersebut adalah memerintahkan
mereka untuk menutup bulan Ramadhan dengan istighfar dan sedekah yaitu zakat
fitrah. Zakat fitrah berfungsi untuk menyucikan orang yang berpuasa dari
hal-hal yang sia-sia dan dari kata-kata haram. Sedangkan istighfar berfungsi
sebagai penambal atas kekurangan yang dilakukan selama berpuasa yaitu ketika
melakukan hal-hal yang sia-sia dan perkara yang haram. Oleh karena itu,
sebagian ulama mengibaratkan zakat fitrah seperti sujud sahwi dalam shalat.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menulis dalam kitabnya tersebut,
“Ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh ayah kalian Adam ‘alaihis salam,
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Ya
Rabb kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada
kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf:
23).
Ucapkanlah
seperti yang diucapkan Nuh ‘alaihis salam,
وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي
وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan
sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas
kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hud:
47)
Ucapkanlah
seperti yang diucapkan Ibrahim ‘alaihis salam,
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن
يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
“Dan yang
amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (QS.
Asy-Syu’ara: 82)
Ucapkanlah
seperti yang diucapkan Musa ‘alaihis salam,
رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ
نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي
“Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.”
(QS. Al- Qashash: 16)
Begitu pula
ucapkanlah seperti yang diucapkan Dzun Nun (Yunus) ‘alaihis salam,
لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Bahwa
tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah
termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Puasa kita
butuh pada istighfar, sedangkan amalan shalih sebagai penggenapnya. Bukankah
puasa kita penuh cacat dikarenakan pelanggaran yang kita lakukan saat puasa?
Sebagian
salaf menganjurkan agar setelah shalat, beristighfarlah. Tujuannya untuk
menambal cacat dalam shalat. Ini dilakukan sebagaimana orang yang berbuat dosa
beristighfar. Inilah keadaan orang-orang yang bagus ibadahnya (muhsin).
Sedangan para pelaku maksiat, bagaimana keadaan keseharian mereka? Sungguh
merugi jika waktu untuk berbuat baik malah berbalik menjadi maksiat. Lalu waktu
berbuat taat, malah jadi waktu sia-sia.
Al Hasan Al
Bashri berkata, “Perbanyaklah istighfar karena kalian tidaklah tahu kapan waktu
turunnya rahmat.”
Lukman pun
pernah berkata pada anaknya, “Wahai anakku, basahilah lisanmu dengan bacaan
istighfar (permohonan ampun pada Allah) karena Allah telah memilih beberapa
waktu yang do’a orang yang meminta tidak tertolak saat itu”.
Demikian
ringkasan dari Lathaif Al-Ma’arif, karya Ibnu Rajab, hlm. 376-378.
Faedah Do’a
Kafaratul Majelis
Tanda bahwa
istighfar adalah penutup amalan shalih bisa kita lihat dalam do’a kafaratul
majelis.
Disebutkan
dalam hadits,
عَنْ أَبِى بَرْزَةَ
الأَسْلَمِىِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ
بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ « سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا
كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ « كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ
».
Dari Abu
Barzah Al-Aslami, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata di akhir majelis jika beliau hendak berdiri meninggalkan majelis,
“Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa
atuubu ilaik (artinya: Maha Suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau dan aku
meminta ampunan dan bertaubat pada-Mu).”
Ada
seseorang yang berkata pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah, engkau mengucapkan suatu perkataan yang belum pernah engkau ucapkan
sebelumnya.” Beliau bersabda, “Doa itu sebagai penambal kesalahan yang
dilakukan dalam majelis.” (HR. Abu Daud, no. 4857; Ahmad, 4: 425. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Maksudnya,
doa itu adalah penambal kesalahan berupa kata-kata laghwu atau perkataan yang
sia-sia.
Doa itu
diucapkan ketika akan berpisah atau akan selesai dari suatu majelis. Majelis
ini tidak mesti dengan duduk-duduk. Pokoknya setiap pembicaraan atau obrolan
biasa apalagi diyakini ada perkataan sia-sia yang terucap, maka doa kafaratul
majelis sangat dianjurkan untuk dibaca.
Jika suatu
majelis atau tempat obrolan yang membicarakan hal akhirat maupun hal dunia,
lantas di dalamnya tidak terdapat dzikir pada Allah, sungguh sangat merugi.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَامِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ
مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ
جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
“Setiap
kaum yang bangkit dari majelis yang tidak ada dzikir pada Allah, maka
selesainya majelis itu seperti bangkai keledai dan hanya menjadi penyesalan
pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud, no. 4855; Ahmad, 2: 389. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Tentu kita
tidak mau menjadi orang yang merugi dalam setiap waktu kita. Karenanya,
jadikanlah akhir majelis dengan istighfar dan bacaan doa kafaratul majelis.
Semoga jadi
ilmu yang bermanfaat.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
0 komentar:
Posting Komentar