6 Amalan Pembuka
Pintu Rezeki
Coba amalkan 6 amalan berikut ini, moga Allah bukakan
pintu rezeki yang banyak bagi kita.
Pertama: Istighfar
Allah Ta’ala berfirman,
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ
مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“Maka aku
katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Terdapat
sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana
faedah istighfar yang luar biasa.
أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ
الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ
اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ
اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ
اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة
“Sesungguhnya
seseorang pernah mengadukan kepada Al-Hasan tentang musim paceklik yang
terjadi. Lalu Al-Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian
orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu Al-Hasan
menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian
orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya).
Lalu Al-Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian
orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai waktu itu belum memiliki
anak. Lalu Al-Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada
Allah”.
Kemudian
setelah itu Al-Hasan Al-Bashri membacakan surat Nuh di atas. (Riwayat ini
disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar di Fath Al-Bari, 11: 98)
Kedua:
Menjalin silaturahim
Silaturahim
adalah menjalin hubungan dengan kerabat yang pernah putus atau terus menjalin
yang telah selama ini ada.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ
لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang
suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung
silaturahim.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).
Kata Imam
Nawawi dilapangkan rezeki adalah diluaskan atau diperbanyak rezekinya. Juga
bisa maksudnya adalah Allah berkahi rezekinya. (Syarh Shahih Muslim, 16: 104)
Ibnu Hajar
dalam Al-Fath menjelaskan, “Silaturahmi dimaksudkan untuk kerabat, yaitu yang
punya hubungan nasab, baik saling mewarisi ataukah tidak, begitu pula masih ada
hubungan mahrom ataukah tidak.”
Ketiga:
Memperbanyak sedekah
Allah
Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ
شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Katakanlah:
“Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah
Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ
مَالٍ
“Sedekah
tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588)
Makna
hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi
rahimahullah ada dua penafsiran:
Harta
tersebut akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya.
Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Secara inderawi
dan realita bisa dirasakan.
Walaupun
secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup
dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat
banyak. (Syarh Shahih Muslim, 16: 128)
Keempat: Bertakwa pada Allah
Allah
Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ
يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS.
Ath-Thalaq: 2-3)
Ibnu
Taimiyah rahimahullah memberikan kita penjelasan menarik mengenai pengertian
takwa. Beliau rahimahullah berkata,
“Takwa
adalah seseorang beramal ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah
karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya
(petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan
mendekatkan diri pada Allah selain
dengan menjalankan kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang
sunnah. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ
عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ
عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah
seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Aku cintai. Dan
hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku
mencintainya.” Inilah hadits shahih yang disebut dengan hadits qudsi
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.” (Majmu’ Al-Fatawa, 10: 433)
Kelima:
Melakukan haji dan umrah
Dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ
وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى
الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Ikutkanlah
umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa
sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak.” (HR.
An-Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1: 387. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Keenam:
Memperbanyak doa minta rezeki
Doa yang
diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, ia menyatakan:
Setiap Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat Shubuh, setelah salam, beliau
membaca do’a berikut,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
Allahumma
innii as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa.
Artinya:
“Ya Allah,
sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang
lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan
ganjaran yang baik).” (HR. Ibnu Majah, no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Juga do’a
lainnya dari hadits ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan
doa berikut,
اللَّهُمَّ اكْفِنِى
بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allahumak-finii
bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak.
Artinya:
“Ya Allah
cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan
cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR.
Tirmidzi no. 3563. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan)
Yang Jelas:
Jangan Sampai Tempuh Cara yang Haram
Dari Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ
فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ،
فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ
الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا
عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya
ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak
akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya.
Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki.
Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara
bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh
kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan
Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah
Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).
Dalam
hadits disebutkan bahwa kita diperintah untuk mencari rezeki dengan cara yang
baik atau diperintahkan untuk “ajmilu fit tholab”. Apa maksudnya?
Janganlah
berputus asa ketika belum mendapatkan rezeki yang halal sehingga menempuh cara
dengan maksiat pada Allah. Jangan sampai kita berucap, “Rezeki yang halal,
mengapa sulit sekali untuk datang?”
Jangan
sampai engkau mencelakakan dirimu untuk sekedar meraih rezeki.
Intinya
karena tidak sabar. Seandainya mau bersabar mencari rezeki, tetap Allah beri
karena jatah rezeki yang halal sudah ada. Coba renungkan perkataan Ibnu ‘Abbas
berikut ini. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
ما من مؤمن ولا فاجر إلا وقد
كتب الله تعالى له رزقه من الحلال فان صبر حتى يأتيه آتاه الله تعالى وإن جزع
فتناول شيئا من الحرام نقصه الله من رزقه الحلال
“Seorang
mukmin dan seorang fajir (yang gemar maksiat) sudah ditetapkan rezeki baginya
dari yang halal. Jika ia mau bersabar hingga rezeki itu diberi, niscaya Allah
akan memberinya. Namun jika ia tidak sabar lantas ia tempuh cara yang haram,
niscaya Allah akan mengurangi jatah rezeki halal untuknya.” (Hilyah Al-Auliya’,
1: 326)
Semoga
bermanfaat.
—
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad
Abduh Tuasikal, MSc
0 komentar:
Posting Komentar