Jumat, 03 Desember 2021

Istighfar dan Taubat adalah Kunci Rizki

Istighfar dan Taubat adalah Kunci Rizki

 

Hal yang paling penting dalam perhatian sebagian besar manusia adalah masalah rizki. Allah dan Rasul-Nya yang mulia tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan dalam usahanya mencari penghidupan. Tetapi sebaliknya, sebab-sebab rizki itu telah diatur dan dijelaskan.

Seandainya umat ini mau memahaminya, menyadarinya, berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu dengan baik, niscaya Allah Yang Maha Memberi Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi.

Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan).

Imam ar-Raghib al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna."

Imam An-Nawawi Rahimahullah  Berkata: "Para ulama berkata, Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan yang keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf."

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah:

 "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun." (QS. Nuh: 10).

Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan ada sebagian ulama` yang mengatakan: ”memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta”.

Dalil Syar'i Bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk Kunci Rizki

Beberapa nash al-Qur'an dan Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab dimudahkannya rizki. Allah mengajarkan kepada kita melalui Nabi Nuh u ketika berdialog dengan kaumnya: "Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan

hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh: 10-12).

Imam Al-Qurthubi berkata: "Dalam ayat ini, sebagaimana juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rizki dan hujan."

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: "Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa mentaati-Nya niscaya Ia akan memberikan rizki yang banyak kepada kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, memperbanyak harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian)."

Amirul mukminin Umar bin Khaththab  juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah. Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahwasanya Umar  keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan istighfar yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat Surat Nuh: 10-11.

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun. Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" yang lain lagi berkata kepadanya, "Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!" maka beliau mengatakan kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!"

Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan bermacam-macam perkara dan anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh 10-12. Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan tentang seruan Hud  kepada kaumnya agar beristighfar:

 "Dan (Hud berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (QS. Hud: 52).

Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: "Kemudian Hud  memerintahkan kaumnya untuk beristighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya.

Ayat yang lain adalah firman Allah:

 "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat." (QS. Hud: 3).

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firman-Nya:

"Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu." Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas adalah, "Ia akan menganugerahi rizki dan kelapangan kepada kalian."

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan: "Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberi kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukan-Nya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.

Janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata: "Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa beristighfar dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan."

Dalil lain bahwa istighfar dan taubat adalah merupakan salah satu kunci rizki adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata : Rasulullah Sallallahu `alaihi wasallam bersabda:

"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka."

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi Sallallahu `alaihi wasallam mengabarkan tentang tiga keuntungan yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, yang Memiliki kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada, sekali lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para pendusta. Wallahu a’lam bis showab.

 

اللهم اجعلنا من التوابين واجعلنا من أهل الإستغفار...!!

 

Penulis Nur Aufa Hidayati, Lc

https://mahadibnuauf.com

 

0 komentar:

Posting Komentar