Pesan Berharga dari Shalat Gerhana (2)
Ada lagi pesan lainnya dari gerhana yang bisa dilihat
dari artikel berikut.
Keempat: Perbanyak amal selama masih ada waktu
Kalau shalat gerhana telah selesai padahal peristiwa
gerhana belum selesai, kita diperintahkan untuk memperbanyak amalan lainnya.
Dalam hadits disebutkan,
فَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
“Jika
kalian melihat gerhana itu terjadi, maka berdo’alah pada Allah dan lakukanlah
shalat hingga gerhana itu selesai.” (HR. Bukhari, no. 1060; Muslim, no. 915)
Kalau pun
shalat gerhana telah selesai dilaksanakan sedangkan gerhana masih terjadi, maka
tetap diperintahkan untuk memperbanyak istighfar, dzikir, takbir, do’a dan
sedekah.
Imam Nawawi
rahimahullah berkata,
“Kalau
salam dari shalat kusuf (shalat gerhana), sedangkan gerhana masih berlangsung,
apakah shalat kusuf diulangi lagi? Ada dua pendapat dalam masalah ini. Ada
pendapat ulama Syafi’iyah yang menyarankan untuk ditambah jumlah ruku’. Namun
yang paling tepat adalah tidak ada penambahan dan pengurangan dari shalat
gerhana yang ditetapkan. Begitu pula tidak ada shalat yang berikutnya. ”
(Al-Majmu’: 5: 54)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Fatawanya menyebutkan,
“Pendapat
yang masyhur, shalat kusuf tidaklah diulangi. Akan tetapi, imam hendaklah
memperhatikan selama gerhana terjadi, jadikan shalat selama waktu terjadinya
gerhana tersebut. Jika gerhana hanya berlangsung singkat, maka shalatlah
singkat. Biasanya pula ada info tentang lamanya gerhana (dari pakar astronomi,
pen.), kalau gerhana terjadi pada jam sekian sampai jam sekian, maka imam
hendaklah memperhatikannya. Namun jika shalat itu selesai sebelum gerhana itu
berakhir, maka sibukkanlah diri dengan memperbanyak do’a dan dzikir hingga gerhana
berakhir.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin, 16: 322)
Lihat
bahasan di Islamqa Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 125485.
Kelima:
Gerhana itu ada yang mengatur
Gerhana
Matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari
sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih
kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan
yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat
dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.
Siapa yang
mengatur gerhana itu sampai bisa terjadi?
Tentu saja,
Allah Rabbul ‘Alamin.
Dalam
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah ketika
menguraikan penjelasan ayat ‘Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin’ dalam surat
Al-Fatihah (ayat kedua) dijelaskan yang inti sarinya sebagai berikut.
Rabb adalah
Al-Malik Al-Mutasharrif, Yang Maha Merajai dan Yang Maha Mengatur. Dalam bahasa
Arab, Rabb bermakna sayyid. Juga bermakna pengatur yang mengatur dengan baik.
Semua makna tadi benar jika disandarkan pada Allah Ta’ala.
‘Alamin
adalah bentuk plural dari kata ‘alam. Maksud ‘alam terdapat beberapa tafsiran
dari para ulama.
Ada yang
mengartikan ‘alam dengan jin dan manusia. Berarti, Allah adalah Rabb jin dan manusia.
Hal ini seperti disebutkan oleh seorang ulama yang bernama Abul ‘Aliyah.
Ada pula
yang mengartikan ‘alamin dengan semua yang diciptakan oleh Allah di langit dan
bumi, seperti yang disebutkan oleh Az-Zujaj. Al-Qurthubi menyatakan bahwa
inilah makna yang paling lengkap dan mencakup semua.
Pelajarannya
…
‘Alam itu
berasal dari kata al-‘alamah yang berarti tanda. Maksudnya, ‘alam yang ada
menunjukkan bahwa ada yang mencipta.
Terjadinya
gerhana pun demikian adanya. Ada yang mengatur, yaitu Allah, Rabbul ‘alamin,
Rabb semesta alam.
Jangan kita
jadi seperti Fir’aun yang jadi penentang Tuhan bahkan menihilkan adanya
pencipta dan pengatur.
Lihat apa
yang ditanyakan Fir’aun dan dijawab oleh Nabi Musa ‘alaihis salam …
قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ
الْعَالَمِينَ
Fir’aun
bertanya: “Siapa Rabb semesta alam itu?”
قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ
Musa
menjawab: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya
(Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”. (QS.
Asy-Syu’ara’: 23-24)
Keenam:
Menghilangkan keyakinan keliru
Karena
ketika gerhana matahari terjadi di masa Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
beliau ingatkan bahwa peristiwa itu bukan karena ada yang meninggal dunia. Saat
terjadi gerhana memang pas bertepatan dengan kematian putera beliau yang
bernama Ibrahim.
Al-Mughirah
bin Syu’bah mengatakan,
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ،
فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ
“Pernah
terjadi gerhana di masa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- saat
kematian Ibrahim. Orang-orang beranggapan bahwa gerhana matahari itu terjadi
karena kematian Ibrahim.” (HR. Bukhari, no. 1043)
Lantas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dalam khutbah beliau,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
لاَ يَكْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ
“Sesungguhnya
ketika tertutup cahaya matahari dan bulan (gerhana) bukanlah sebab karena ada
yang mati atau karena ada yang hidup, namun itu adalah tanda kuasa Allah untuk
menakut-nakuti hamba-Nya dengan terjadi gerhana tersebut.” (HR. Muslim, no.
901)
Oleh
karenanya, setiap pemahaman keliru di tengah masyarakat apalagi berkenaan
dengan akidah perlu diingatkan. Seperti ada yang menyatakan wanita hamil saat
terjadi gerhana hendaklah bersembunyi di bawah kolong tempat tidur, ini
tidaklah ada dasarnya dalam agama kita.
Muhammad Abduh
Tuasikal, MSc
Sumber https://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar