Amalan amlan
Setelah Ramadhan (seri 2)
Amalan lainnya yang bisa terus dijaga selepas Ramadhan
adalah sebagai berikut:
Menjaga Shalat Malam
Inilah penyakit yang diderita oleh kaum muslimin setelah
Ramadhan. Ketika Ramadhan masjid
terlihat penuh pada saat qiyamul lail (shalat tarawih). Namun coba kita
saksikan setelah Ramadhan, amalan shalat malam ini seakan-akan hilang begitu
saja. Orang-orang lebih senang tidur nyenyak di malam hari hingga shubuh atau
pagi tiba, dibanding bangun untuk mengambil air wudhu dan mengerjakan shalat
malam. Seolah-olah amalan shalat malam ini hanya ada pada bulan Ramadhan saja
yaitu ketika melaksanakan shalat tarawih. Seharusnya jika dia betul-betul
menjalankan ibadah shalat tarawih dengan baik pasti akan membuahkan kebaikan
selanjutnya.
Sebagian salaf mengatakan,
إِنَّ
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةَ بَعْدَهَا، وَإِنَّ مِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ
السَّيِّئَةَ بَعْدَهَا
“Sesungguhnya
di antara balasan amalan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya. Dan di antara
balasan dari amalan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir pada tafsir surat Al Lail)
Namun,
ibadah shalat malam ini mungkin hanya ibadah musiman saja yaitu dilaksanakan
hanya di bulan Ramadhan. Padahal keutamaan shalat malam ini amatlah banyak, di
antaranya:
[1] Shalat
malam adalah sebaik-baik shalat setelah shalat wajib. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ
شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ
الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik
puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-.
Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no.
1163)
[2] Orang
yang melakukan shalat malam dijamin masuk surga dan selamat dari adzab neraka.
Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ!
أَفْشُوا اَلسَّلَام, وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ, وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ,
وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ, تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai
manusia! Sebarkanlah salam, jalinlah tali silturahmi (dengan kerabat), berilah
makan (kepada istri dan kepada orang miskin), shalatlah di waktu malam sedangkan
manusia yang lain sedang tidur, tentu kalian akan masuk ke dalam surga dengan
penuh keselamatan.” (HR. Tirmidzi no. 2485 dan Ibnu Majah no. 1334. Syaikh Al
Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 569 mengatakan bahwa hadits ini
shohih)
[3] Orang
yang melakukan shalat malam akan dicatat sebagai orang yang berdzikir kepada
Allah
Dari Abu
Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ
مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ
الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ
“Apabila
seseorang bangun di waktu malam, lalu dia membangunkan istrinya, kemudian
keduanya mengerjakan shalat dua raka’at, maka keduanya akan dicatat sebagai
pria dan wanita yang banyak berdzikir pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 1335.
Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shohih wa Dho’if Sunan Ibnu Majah bahwa
hadits ini shohih). Hadits ini menunjukkan bahwa suami istri dianjurkan untuk
shalat malam berjama’ah.
[4] Orang
yang bangun di malam hari kemudian berwudhu dan melakukan shalat malam, dia
akan bersemangat di pagi harinya.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى
قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ
عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ
اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ
صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ
أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ
“Setan
membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari
kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih
panjang, tidurlah!” Jika dia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu
ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia
mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat
dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi
malas.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)
Sangat
disayangkan sekali, sebagian orang lebih memilih tidur pulas di malam hari
daripada bangun shalat malam. Inilah orang-orang yang mendapat celaan yaitu
akan dikencingi setan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
Dari Abu
Wa’il, dari Abdullah, beliau berkata, “Ada yang mengatakan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam
bahwa terdapat seseorang yang tidur malam hingga shubuh (maksudnya tidak bangun
malam, pen). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,
« ذَلِكَ
الشَّيْطَانُ بَالَ فِى أُذُنَيْهِ ».
“Demikianlah
setan telah mengincingi kedua telinganya.” (HR. An Nasa’i no. 1609 dan Ibnu
Majah no. 1330. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 640
mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Hendaklah
kita merutinkan amalan shalat malam ini di luar ramadhan sebagaimana kita rajin
mengerjakannya di bulan Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela
orang yang dulu gemar shalat malam, namun sekarang dia meninggalkannya.
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata padaku,
« يَا عَبْدَ اللَّهِ
، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ
اللَّيْلِ »
“Wahai
‘Abdullah, janganlah engkau seperti si A. Dulu dia biasa mengerjakan shalat
malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” (HR. Bukhari no. 1152)
Sebaik-baik
orang adalah yang mau mengerjakan shalat malam jika tidak berhalangan karena
kecapekan atau ingin mengulang pelajaran sebagaimana Abu Hurairah.
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ
اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik
orang adalah Abdullah bin Umar, seandainya dia biasa mengerjakan shalat malam.”
(HR. Bukhari no. 1122 dan Muslim no. 2479)
Padahal
shalat malam itu mudah dikerjakan, bisa dengan hanya mengerjakan shalat tahajud
2 raka’at dan ditutup witir 1 raka’at, namun sebagian orang enggan mengerjakan
shalat yang utama ini.
Amalan yang
Kontinu (Ajeg), Amalan yang Paling Dicintai
Kalau
memang kita gemar melakukan shalat malam atau amalan sunnah yang lainnya, maka
hendaklah amalan-amalan tersebut tetap dijaga. Kalau biasa mengerjakan shalat
malam 3 raka’at dan dilakukan terus menerus (walaupun jumlah raka’at yang
dikerjakan sedikit), maka itu masih mending daripada tidak shalat malam sama
sekali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا
تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ
الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Bebanilah
diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah
bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling
dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.” (HR.
Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani dalam
Shohihul Jami’ no. 1228 mengatakan hadits ini shohih)
Ingatlah
bahwa rajin ibadah bukanlah hanya di bulan Ramadhan saja. Ulama salaf pernah
ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah di bulan Ramadhan, namun
jika bulan suci itu berlalu mereka pun meninggalkan ibadah-ibadah tersebut. Dia
pun menjawab,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ
يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
“Alangkah
buruknya tingkah mereka; mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan
Ramadhan!” (Lihat Latho’if Ma’arif, 244)
Kenalilah
Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengingatmu di waktu sempit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَعَرَّفْ إِلَي اللهِ فِى
الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّةِ
“Kenalilah
Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalimu ketika susah.” (HR.
Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir mengatakan
bahwa hadits ini shohih)
Bid’ah di
Bulan Syawal
Ada
beberapa bid’ah yang sebaiknya dijauhi oleh setiap muslim di bulan Syawal:
[1]
Beranggapan sial jika menikah pada bulan Syawal
Mungkin
bid’ah semacam ini jarang terjadi di tempat kita. Malah kebanyakan kaum
muslimin di negeri ini melaksanakan hajatan nikah ketika Syawal karena pada
saat itu adalah waktu semua kerabat berkumpul berlebaran.
Namun, inilah
bid’ah yang terjadi di masa silam dulu (masa jahiliyah). Mereka enggan
melaksanakan hajatan nikahan ketika bulan Syawal. Itulah i’tiqod (keyakinan)
mereka. Sedangkan di negeri kita, bukan bulan Syawal yang dianggap sial, tetapi
bulan Suro (Muharram). Kedua anggapan ini adalah anggapan yang salah. Mengenai
anggapan sial nikah di bulan Syawal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
telah membantah hal ini. Sebagaimana terdapat riwayat dalam Sunan Ibnu Majah
(haditsnya dishohihkan oleh Syaikh Al Albani) bahwa beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam menikahi ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pada bulan Syawal dan keluarga
beliau tetap harmonis.
Menganggap
bulan Suro atau bulan Syawal sebagai bulan sial untuk melaksanakan beberapa
hajatan adalah anggapan yang terlarang dalam agama ini. Beranggapan sial dengan
bulan atau waktu sama saja dengan mencelanya. Dan mencela waktu itu sama saja
dengan mencela yang menciptakan waktu yaitu Allah Ta’ala. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ
“Allah
‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu,
padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan
siang.” (HR. Muslim no. 6000)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyatakan bahwa beranggapan sial
seperti ini termasuk kesyirikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« الطِّيَرَةُ شِرْكٌ
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ
يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ »
“Beranggapan
sial termasuk kesyirikan, beranggapan sial termasuk kesyirikan. (Beliau
menyebutnya tiga kali, lalu beliau bersabda), tidak ada di antara kita yang
selamat dari beranggapan sial. Menghilangkan anggapan sial tersebut adalah
dengan tawakkal (pada Allah).” (HR. Abu Daud no. 3912. Dikatakan shohih oleh
Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 429. Lihat penjelasan hadits
ini dalam Al Qoulul Mufid – Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah)
[2] ‘Idul
Abror (’Ied pada tanggal 8 Syawal atau diistilahkan dengan Lebaran Ketupat)
Ini adalah
bid’ah yang terjadi di beberapa daerah di negeri kita. Entah namanya apa,
tetapi maksud dari acara tersebut itu sama.
Sebelumnya
mereka melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Lalu mereka berbuka (tidak
berpuasa) pada tanggal 1 Syawal. Setelah itu –mulai tanggal 2 Syawal-, mereka
melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal. Lalu pada hari kedelepan dari
bulan Syawal, mereka merayakan ‘ied (yang di kalangan Arab dikenal dengan ‘Idul
Abror).
Abror di
sini bermakna orang baik lawan dari orang fajir yang gemar berbuat maksiat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membantah perayaan ied semacam ini dengan
mengatakan,
“Adapun
melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu
idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan
Rabi’ul Awwal (yang disebutkan dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada
sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau
perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh)
dengan Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para
salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak
pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)
Beliau
rahimahullah juga mengatakan, “Adapun perayaan hari ke-8 Syawal, maka itu
bukanlah ‘ied (yang disyari’atkan). Ini bukanlah ‘ied bagi abror (orang
sholih/baik) atau pun orang fajir (yang gemar bermaksiat). Tidak boleh bagi
seorang pun meyakini perayaan ini sebagai ‘ied. Janganlah membuat ‘ied yang
baru selain ‘ied yang sudah ada dalam agama ini (yaitu Idul Fithri dan Idul
Adha).” (Al Ikhtiyarot Al Fiqhiyyah, 199)
Demikian
pembahasan seputar amalan yang sebaiknya dilakukan setelah Ramadhan dan perkara
yang sebaiknya dijauhi oleh setiap muslim. Semoga kita termasuk orang yang
selalu mendapat taufik Allah dan dimudahkan untuk istiqomah dalam agama ini.
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu
yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di
sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam.
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Sumber https://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar