Dalam Islam Lelaki
Itu Jantan!
Banyak adab-adab dalam Islam bagi para lelaki yang
mengarahkan mereka untuk jadi lelaki sejati. Maka yang menerapkan adab-adab
tersebut insya Allah jauh dari suka sesama jenis atau LGBT, bahkan akan jadi
lelaki yang sejati.
Islam melarang laki-laki menyerupai wanita
Tidak diperbolehkan menyerupai lawan jenis dalam
bertingkah-laku, berkata-kata, dan dalam semua perkara demikian juga dalam hal
berpakaian. Laki-laki tidak boleh menyerupai wanita, demikian juga sebaliknya.
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ
الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan para
wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).
Dalam
riwayat lain dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata:
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ
مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang kebanci-bancian dan para
wanita yang kelaki-lakian”. Dan Nabi juga bersabda: “keluarkanlah mereka dari
rumah-rumah kalian!” (HR. Bukhari no. 5886).
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
ثلاثةٌ لا يَدخلُونَ الجنةَ:
العاقُّ لِوالِدَيْهِ ، و الدَّيُّوثُ ، ورَجِلَةُ النِّساءِ
“Tidak
masuk surga orang yang durhaka terhadap orang tuanya, ad dayyuts, dan wanita
yang menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 10/226, Ibnu
Khuzaimah dalam At Tauhid 861/2, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’,
3063).
Maka
hendaknya para lelaki gunakan pakaian yang dikenal sebagai pakaian lelaki,
demikian juga wanita hendaknya gunakan pakaian yang dikenal sebagai pakaian
wanita.
Islam
mengharamkan lelaki memakai pakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan bagi
wanita
Islam
membolehkan sebagian pakaian dan perhiasan khusus bagi wanita namun haram bagi
lelaki, agar terbedakan penampilan wanita dan lelaki
Diantaranya,
laki-laki Muslim dilarang menggunakan pakaian dari sutra. Dari Abu Sa’id Al
Khudri radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن لبِس الحريرَ في الدُّنيا
لم يلبَسْه في الآخرةِ وإنْ دخَل الجنَّةَ لبِسه أهلُ الجنَّةِ ولم يلبَسْه هو
“Barangsiapa
yang memakai pakaian dari sutra di dunia, dia tidak akan memakainya di akhirat.
Walaupun ia masuk surga dan penduduk surga yang lain memakainya, namun ia tidak
memakainya” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, no. 5437, dishahihkan oleh Al
Aini dalam Nukhabul Afkar 13/277).
Ath Thahawi
rahimahullah mengatakan:
الآثار متواترة بذلك
“Hadits-hadits
tentang ini (larangan memakai sutra) mutawatir” (Syarah Ma’anil Atsar, 4/246).
Dan
larangan ini berlaku untuk laki-laki. Adapun wanita dibolehkan menggunakan
pakaian sutra. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أُحلَّ الذهبُ والحريرُ
لإناثِ أُمتي، وحُرِّم على ذكورِها
“Dihalalkan
emas dan sutra bagi wanita dari kalangan umatku, dan diharamkan bagi kaum
laki-lakinya” (HR. An Nasa’i no. 5163, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An
Nasa’i).
Demikianlah,
agar laki-laki terbedakan dari wanita dari segi cara berpakaian.
Islam
mewajibkan suami mencari nafkah, sedangkan istri tidak wajib bahkan untuk
dibolehkan ada syarat-syaratnya
Memberi
nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap
menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk
dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كفى بالمرء إثما أن يضيع من
يقوت
“Cukuplah
seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena
itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan
menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami.
Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
عن فاطمة بنت قيس رضي الله
عنها قالت: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت: إن أبا الجهم ومعاوية
خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:”أما معاوية، فصعلوك لا مال له ،
وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه
“Dari
Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan
Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun
Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Dalam
hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan
Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah
kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Adapun
wanita, tidak ada kewajiban bekerja dan mencari nafkah. Bahkan lebih utama bagi
mereka untuk lebih banyak di rumah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan
tinggal-lah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian.” (QS. Al Ahzab [33]:
33)
Ibnu Katsir
menjelaskan, “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah
kecuali ada kebutuhan” (Tafsir Al Quran Al Adzim 6/408).
Islam
mewajibkan lelaki shalat berjamaah di masjid, sedangkan wanita lebih baik di
rumah
Laki-laki
wajib menunaikan shalat berjama’ah di masjid. Dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لقد هممت أن آمر بالصلاة
فتقام ثم آمر رجلا فيصلي بالناس ثم أنطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا
يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم بالنار
“Sungguh
aku benar-benar berniat untuk memerintahkan orang-orang shalat di masjid,
kemudian memerintahkan seseorang untuk menjadi imam, lalu aku bersama beberapa
orang pergi membawa kayu bakar menuju rumah-rumah orang yang tidak menghadiri
shalat jama’ah lalu aku bakar rumahnya” (HR. Bukhari no. 7224, Muslim no. 651).
Andaikan di
rumah-rumah tidak ada wanita dan anak-anak kecil, beliau sudah melakukan hal
tersebut. Sebagaimana dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
لولا ما في البيوتِ مِنَ
النِّساءِ والذرِّيَّةِ لَأقَمتُ الصَّلاةَ، صلاةَ العشاءِ، وأَمَرتُ فتياني
يُحَرِّقون ما في البيوتِ بالنَّارِ
“Andaikan
di rumah-rumah tidak ada wanita dan anak-anak kecil sungguh aku akan dirikan
shalat Isya kemudian aku perintahkan para pemuda untuk membakar rumah-rumah
dengan api” (HR. Ahmad no. 8796, dishahikan oleh Syu’aib Al Arnauth dalam
Takhrij Al Musnad).
Maka tidak
mungkin sikap beliau demikian tegas dan kerasnya, andaikan shalat berjamaah di
masjid hanya disunnahkan.
Adapun
wanita, sebagaimana dipahami dalam hadits Abu Hurairah di atas, mereka (wanita)
tidak wajib shalat berjama’ah di masjid. Karena Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam tidak jadi menghukum orang-orang yang mangkir shalat jama’ah
dikarenakan di rumah-rumah ada para wanita. Menunjukkan para wanita tidak wajib
shalat di masjid.
Kemudian
dalam hadits Ummu Humaid radhiallahu’anha, beliau berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
أُحِبُّ الصَّلاةَ مَعَكَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاةَ مَعِي
وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ وَصَلاتُكِ فِي
حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ
مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ
لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي قَالَ فَأَمَرَتْ فَبُنِيَ لَهَا مَسْجِدٌ فِي
أَقْصَى شَيْءٍ مِنْ بَيْتِهَا وَأَظْلَمِهِ فَكَانَتْ تُصَلِّي فِيهِ حَتَّى
لَقِيَتْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
“Wahai
Rasulullah, saya ingin shalat bersama anda.” Maka Nabi menjawab: “Aku sudah
tahu bahwa engkau ingin shalat bersamaku, namun shalatmu di kamar tempatmu
tidur lebih baik daripada shalatmu di kamarmu. Shalatmu di kamarmu lebih baik
daripada shalatmu di ruang tengah rumahmu. Shalatmu di ruang tengah rumahmu
lebih baik daripada shalatmu di masjid kampungmu. Dan shalatmu di masjid
kampungmu, lebih baik daripada shalatmu di masjidku ini”. Ummu Humaid lalu
meminta untuk dibangunkan tempat shalat di pojok kamarnya yang paling gelap.
Dan biasa melakukan shalat di sana hingga berjumpa dengan Allah ‘Azza wa Jalla
(yaitu hingga beliau wafat)” (HR. Ibnu Hibban no. 2217, Ibnu Khuzaimah no.
1689, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Khuzaimah).
Islam
mewajibkan shalat jum’at, sedangkan wanita tidak diwajibkan
Ulama ijma’
(sepakat) bahwa wanita tidak wajib melaksanakan shalat jum’at. Dari Thariq bin
Syihab radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ
مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ
“Shalat
Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang:
hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Islam
mensyariatkan ketika mengingatkan imam dalam shalat, lelaki dengan suara,
wanita dengan tepukan.
Menunjukkan
bahwa lelaki boleh lantang, sedangkan wanita dikedepankan sitr (menutup diri)
dan malu. Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِي رَأَيْتُكُمْ
أَكْثَرْتُمُ التَّصْفِيقَ، مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ، فَلْيُسَبِّحْ
فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ التُفِتَ إِلَيْهِ، وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ
“Mengapa
kalian tadi banyak bertepuk tangan? Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada
kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan
tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepuk tangan itu untuk
wanita.” (HR. Bukhari no. 684 dan Muslim no. 421).
Islam
menganjurkan agar lelaki tidak sisiran tiap hari
Laki-laki
tidak boleh berlebihan dalam merawat rambut sehingga sibuk dandan dan bersolek.
Karena dandan dan bersolek itu tabiat wanita. Dari Abdullah bin Mughaffal
radhiallahu’anhu:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا
“Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam melarang laki-laki menyisir rambutnya kecuali
ghibban (sehari menyisir, sehari tidak)” (HR. Abu Daud no.3628, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Abi Daud).
Bukan
berarti tidak boleh menyisir setiap hari, namun makna hadits ini adalah
larangan berlebihan dalam berdandan bagi lelaki. Sebagaimana dalam hadits
Abdullah bin Buraidah radhiallahu’anhu:
كانَ ينْهانا عن كثيرٍ منَ
الإرفاهِ
“Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam melarang kami terlalu banyak berdandan” (HR. Abu
Daud no. 4160, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Asy
Syaukani menjelaskan hadits Abdullah bin Mughaffal dengan mengatakan:
والحديث يدل على كراهة
الاشتغال بالترجيل في كل يوم؛ لأنه نوع من الترفه
“Hadits ini
menunjukkan dimakruhkannya menyibukkan diri dengan menyisir rambut setiap hari.
Karena ini adalah bentuk terlalu banyak berdandan” (Nailul Authar, 1/159).
Islam
melarang lelaki mencukur jenggot
Diantara
hikmahnya agar wajah lelaki tidak halus lembut seperti wanita. Banyak sekali
dalil-dalil yang memerintahkan kaum lelaki untuk memelihara jenggot. Dan
semuanya menggunakan gaya bahasa perintah. Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ،
وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Bedakan
diri kalian dengan orang-orang Musyrikin, lebatkanlah jenggot dan pendekkanlah
kumis” (HR. Bukhari no. 5892, Muslim no. 259).
Dari Ibnu
Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
انهكوا الشواربَ ، وأعفوا
اللحى
“Pendekkanlah
kumis dan biarkanlah jenggot” (HR. Bukhari no. 5893, Muslim no. 259).
Oleh karena
itu tidak diperbolehkan memangkas jenggot, hukumnya haram. Terlebih lagi
memangkas habis jenggot, para ulama mutaqaddimin ijma (sepakat) tentang
keharamannya.
Ibnu Hazm
mengatakan;
واتَّفَقوا أنَّ حَلقَ جميعِ
اللِّحيةِ مُثْلةٌ لا تجوزُ
“Para ulama
sepakat bahwa memangkas habis jenggot adalah sebuah maksiat, tidak
diperbolehkan” (Maratibul Ijma’, 120).
Ibnu Qathan
mengatakan:
واتفقوا أن حلق اللحية :
مُثْلَة ، لا تجوز
“Ulama
sepakat bahwa memangkas habis jenggot adalah maksiat, tidak diperbolehkan” (Al
Iqna fi Masail Al Ijma‘, 2/3953).
Islam
mensyariatkan jihad bagi lelaki. Sedangkan jihad bagi wanita adalah haji
Jihad
adalah amalan yang utama dan tinggi. Allah ta’ala berfirman:
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلّاً وَعَدَ
اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ
أَجْراً عَظِيماً
“Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai
udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk, satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar” (QS. An-Nisaa: 95)
Namun jihad
itu hanya wajib bagi lelaki, wanita tidak ada kewajiban jihad perang. ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسَوْلَ اللهِ، هَلْ
عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ؟ قَالَ: جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيْهِ، اَلْحَجُّ
وَالْعُمْرَةُ.
“Wahai
Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak
ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah” (HR. Ibni Majah II/968, no.
2901, dishahihkan Al Albani dalam Shahih al-Jami’ish Shaghir no. 2345).
Disyariatkan
pula semua hal yang termasuk i’dad jihad (persiapan jihad)
Seperti
berlatih berkuda, memanah, berenang, bahkan termasuk juga bela diri, lari, dan
melatih fisik. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata,
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ،
فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ
“hendaknya
kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian”
(HR. Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath
Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dishahihkan Al Albani dalam Silsilah
Ash Shahihah, 2/204-205).
Imam Nawawi
ketika menjelaskan hadits:
ألا إنَّ القوةَ الرميُ
“ketahuilah
bahwa al quwwah itu adalah skill menembak”
Beliau
menjelaskan: “Dalam hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna ada
keutamaan skill menembak serta keutamaan skill militer, juga anjuran untuk
memberi perhatian pada hal tersebut dengan niat untuk jihad fii sabiilillah.
Termasuk juga latihan keberanian dan latihan penggunaan segala jenis senjata.
Juga perlombaan kuda, serta hal-hal lain yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Maksud dari semua ini adalah untuk latihan perang, mengasah skill dan mengolah-ragakan
badan” (Syarh Shahih Muslim, 4/57).
Islam
melarang khalwat dan ikhtilat
Diantara
hikmahnya lelaki akan lebih sering berkumpul bersama para lelaki dan terbentuk
karakter lelaki. Munculnya sifat kewanitaan terkadang karena sering berkumpul
dengan para wanita. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ
بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Tidak
boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani
mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Imam An
Nawawi berkata: “adapun jika lelaki ajnabi dan wanita ajnabiyah berduaan tanpa
ada orang yang ketiga bersama mereka, hukumnya haram menurut ijma ulama.
Demikian juga jika ada bersama mereka orang yang mereka berdua tidak malu
kepadanya, semisal anak-anak kecil seumur dua atau tiga tahun, atau semisal
mereka, maka adanya mereka sama dengan tidak adanya. Demikian juga jika para
lelaki ajnabi berkumpul dengan para wanita ajnabiyyah di suatu tempat, maka
hukumnya juga haram” (Syarh Shahih Muslim, 9/109).
Islam
menganjurkan untuk bersegera menikah.
Diantara
hikmahnya, dengan menikah lelaki akan semakin timbul kelaki-lakiannya, dan
wanita semakin timbul kewanitaannya. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam
bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ
لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para
pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu
lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum
mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya” (HR. Bukhari
no. 5056, Muslim no. 1400).
Islam
melarang istri menolak ajakan berhubungan intim dari suami, bahkan bercumbu
dengan istri termasuk sedekah.
Lebih
sering terjadi percumbuan dan hubungan intim antara suami istri, lebih baik.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ
صَدَقَةٌ » قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ
لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ
عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ
أَجْرٌ
“Hubungan
intim antara kalian adalah sedekah”. Para sahabat lantas ada yang bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, bagaimana mungkin kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu
malah mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika kalian bersetubuh
pada wanita yang haram, kalian mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika kalian
bersetubuh dengan wanita yang halal, kalian akan mendapatkan pahala” (HR.
Muslim no. 1006).
Islam
menganjurkan untuk memiliki banyak anak.
Tentu ini
juga mempertajam sifat kelaki-lakian sang ayah. Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
تزوجوا الودود الولود فاني
مكاثر بكم الأمم
“Nikahilah
wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya
ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih
Misykatul Mashabih).
Islam
mengajarkan adab berjalan bagi lelaki yang jantan
Jalan yang
baik bagi lelaki adalah tegap, gagah, tenang tapi tidak lambat, tidak seperti
orang malas dan juga tidak gemulai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berjalan dengan enerjik, mengerahkan tenaganya, bukan jalannya orang yang malas
atau loyo. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَشَى، مَشَى مَشْيًا مُجْتَمِعًا يُعْرَفُ
أَنَّهُ لَيْسَ بِمَشْيِ عَاجِزٍ وَلا كَسْلانَ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam jika berjalan beliau berjalan dengan enerjik,
sehingga sangat terlihat bahwa beliau bukan orang yang lemah dan juga bukan
orang yang malas” (HR. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, dihasankan oleh
Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 2140).
Maka
berjalan yang baik adalah dengan tenang dan berwibawa tidak harus lambat dan
loyo. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan dengan tenang dan
berwibawa namun juga cepat dan bertenaga. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu beliau berkata:
إذا مشَى تكفَّأ تكفُّؤًا
كأنَّما ينحَطُّ من صبَبٍ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam jika berjalan menghentakkan kakinya seakan-akan ia
turun dari tempat yang tinggi” (HR. At-Tirmidzi dalam Asy-Syamail
Al-Muhammadiyyah, no.120, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar
Asy-Syamail).
Ali Al-Qari
menjelaskan makna hadits tersebut dengan mengatakan:
وَالْمَعْنَى يَمْشِي مَشْيًا
قَوِيًّا سَرِيعًا. وَفِي شَرْحِ السُّنَّةِ: الصَّبَبُ الْحُدُورُ، وَهُوَ مَا
يَنْحَدِرُ مِنَ الْأَرْضِ يُرِيدُ لَهُ أَنَّهُ كَانَ يَمْشِي مَشْيًا قَوِيًّا
يَرْفَعُ رِجْلَيْهِ مِنَ الْأَرْضِ رَفْعًا بَائِنًا لَا كَمَنْ يَمْشِي
اخْتِيَالًا وَيُقَارِبُ خُطَاهُ تَنَعُّمًا
“Maknanya,
beliau berjalan dengan jalan yang kuat dan cepat. Dalam Syarhus Sunnah,
ash-shabab artinya al-hudur, yaitu jalan yang digunakan untuk turun dari suatu
tempat. Maksudnya, beliau berjalan dengan jalan yang kuat, dengan benar-benar
mengangkat kakinya dari tanah, bukan seperti jalannya orang yang sombong atau
seperti orang yang santai-santai” (Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih,
9/3704).
Dan masih
banyak lagi insya Allah adab-adab yang lain yang jika kita renungkan ternyata
membuat seorang lelaki menjadi lelaki sejati.
Belum lagi
jika kita membaca sirah para Nabi dan sahabat Nabi, mereka adalah lelaki
sejati. Mereka gagah perkasa, baik dalam jihad ilmu maupun dalam jihad perang.
Wallahu
a’lam bis shaab.
*
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id
1 komentar:
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802
Posting Komentar