Qanaah dalam
Beragama
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa
ba’du,
Qanaah adalah merasa cukup dengan apapun yang diberikan
oleh Allah kepada kita. Dan orang yang qana’ah hidupnya akan tenang, karena dia
tidak bernafsu untuk mendapatkan apa yang tidak dia miliki.
Seperti yang kita pahami, pemberian Allah yang merupakan
nikmat Allah kepada para hamba-Nya ada 2,
[1] Nikmat duniawi, seperti nikmat hidup, kesehatan,
nikmat rizki, fasilitas hidup, harta simpanan, dst.
[2] Nikmat berupa syari’at. Allah lah yang menurunkan
syariat kepada untuk para hamba-Nya, agar mereka bisa mendapatkan kebahagiaan
kelak di akhirat.
Untuk nikmat pertama, semua manusia bisa merasakannya.
Sementara untuk nikmat jenis kedua, tidak ada yang bisa merasakannya, kecuali mereka
yang diberi petunjuk oleh Allah.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لا يُحِبُّ وَلا
يُعْطِي الدِّينَ إِلا لِمَنْ أَحَبَّ فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ
أَحَبَّهُ
Sesungguhnya
Allah memberikan dunia kepada siapa saja yang Allah cintai dan yang tidak Allah
cintai. Namun Allah tidak akan memberikan agama kecuali kepada orang yang Allah
cintai. Siapa yang diberi agama oleh Allah, berarti Allah mencintainya. (HR.
Ahmad 3672 dan dishahihkan al-Albani).
Qanaah
Terhadap Kedua Nikmat
Kit
diajarkan untuk qanaah dalam perkara dunia. Agar hati kita tidak bernafsu untuk
apa yang tidak kita miliki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang
yang selalu merasa kurang. Beliau bersabda,
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ
وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ
فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Andai
manusia memiliki satu lembah emas, dia akan mengejar untuk memiliki dua lembah.
Dan tidak ada yang memenuhi mulut manusia, kecuali tanah. Dan Allah menerima
taubat bagi mereka yang rajin bertaubat. (HR. Bukhari 6439 & Muslim 1048).
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan, bahwa orang yang qanaah,
hidupnya akan bahagia. Beliau bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ،
وَرُزِقَ كَفَافًا، وقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
Sungguh
bahagia orang yang masuk islam, diberi rizqi yang cukup, dan Allah jadikan
orang yang qanaah terhadap apa yang Allah berikan kepadanya. (HR. Ahmad 6572
& Muslim 1054).
Sebagaimana
kita diajarkan untuk bersikap qanaah terhadap rizqi dunia, kita juga diajarkan
untuk qanaah terhadap pemberian berupa syariat. Dan bentuk qanaah terhadap
syariat adalah kita menerima dengan lapang hati, dan tidak menambah-nambahi
sedikitpun. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita
suatu amalan, kita ikuti seperti yang beliau ajarkan, tanpa menambah-nambahi
dengan tata cara ibadah apapun.
Orang yang
menambah-nambahi dalam tata cara ibadah, berarti dia tidak qanaah terhadap
pemberian Allah berupa syariat. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang keras hal ini. Dalam mukadimah khutbah beliau, seringkali
beliau mengulang nasehat,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hindari
semua perkara yang baru dalam masalah agama, karena semua perkara yang baru
dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat.” (HR. Ahmad 17144 dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Karena bid’ah
dalam urusan agama, adalah tindakan yang menunjukkan bahwa dia tidak qana’ah
terhadap syariat Allah.
Yang
Sempurna Jangan Ditambahi
Semua kaum
muslimin mengakui bahwa syariat islam itu sudah sempurna. Allah tegaskan hal
ini dalam firman-Nya,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا
“Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah:
3).
Dan kita
memahami, sesuatu yang sempurna jika ditambahi bukan semakin menyempurnakan.
Namun justru akan semakin merusak. Manusia sempurna dengan 2 matanya. Jika
ditambahi satu mata, bukan membuatnya semakin indah, namun semakin merusak.
Kedua
tangan sempurna dengan 10 jari. Jika ditambahi satu jari, tidak semakin
menyempurnakan, tapi itu kelainan.
Syariat itu
sempurna… dan kita layak bersyukur dengan syariat yang sempurna ini. Jangan
sampai kita memberikan tambahan, yang justru akan semakin merusak.
Demikian,
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina
Konsultasisyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar