Arti Qanaah dalam
Islam, Lima Perkara, dan Hikmahnya Dalam Kehidupan
qanaah
Qanaah Adalah – Pada dasarnya, semua agama yang ada di
muka bumi ini selalu mengajarkan bahwa kita sebagai manusia hendaklah selalu
bersyukur dan menerima akan apa yang telah ada serta diberikan oleh Tuhan. Yap,
dalam hal kekayaan, standar untuk melabeli “kaya” itu tidak harus diukir dari
banyaknya harta yang dimiliki, tetapi lebih tepatnya adalah kekayaan jiwa.
Orang yang memiliki kekayaan jiwa adalah mereka yang selalu rela dan merasa
lapang dada dalam menerima pemberian dari Tuhan.
Apabila dalam agama Islam, sikap selalu menerima apa yang
telah diberikan oleh Tuhan itu disebut dengan qanaah. Qanaah ini merujuk pada
sikap bersyukur yang mana selalu diajarkan oleh keluarga dan guru-guru di
sekolah kita ‘kan? Bahkan secara tidak langsung, keberadaan sikap qanaah ini
juga berpengaruh pada kepemimpinan seseorang lho… Lalu sebenarnya, apa sih
qanaah itu? Apa saja hikmah atau manfaat dari penerapan sifat qanaah dalam kehidupan
sehari-hari ini?
Pengertian Qanaah
Istilah “Qana’ah” ini dari segi bahasa berarti ‘cukup’
dan ‘merasa puas dengan setiap sesuatu yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT
dan tunduk serta akur dengan karunia-Nya’. Singkatnya, qanaah ini adalah sikap
bersyukur akan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT dan merasa cukup akan
semua itu.
Menurut Muhammad Ali Al-Tirmizi, sikap Qanaah ini berupa
jiwa yang rela terhadap pemberian rezeki yang telah ditentukan-Nya. Kemudian
menurut Abu Abdillah bin Khafif, Qanaah adalah perbuatan meninggalkan
angan-angan terhadap sesuatu yang tidak ada dan merasa cukup dengan sesuatu
yang telah ada. Sementara itu, menurut Abu Zakaria Ansari mengartikan bahwa
Qanaah ini adalah perasaan seseorang bahwa dirinya telah merasa cukup dengan
apa yang dimilikinya, terutama dalam pemenuhan keperluan hidup yang berupa
makanan, pakaian, dan lain-lain.
Dalam hal ini, Allah pasti telah menentukan kadar cobaan
untuk setiap hamba-Nya, sehingga adanya cobaan dan godaan yang ada selama ini
hanyalah semata-mata guna menguji tingkat keimanan manusia saja. Meskipun
begitu, Allah juga tidak akan membebani manusia melebihi batas kemampuannya.
Dalam beberapa sumber, disebutkan bahwa orang yang telah memiliki sifat Qanaah
pasti tidak akan tergiur dengan kemewahan atau kekayaan yang dimiliki oleh
orang lain, sebab dirinya sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya selama
ini.
Dzunnun al-Masri pernah mengatakan bahwa “Barang siapa
bersikap Qanaah, maka dirinya dapat merasa nyaman di tengah manusia-manusia
se-zamannya dan disegani oleh rekan-rekannya”. Tidak hanya itu saja, bahkan
Rasulullah SAW juga pernah bersabda mengenai sifat Qanaah ini yang diriwayatkan
oleh Baihaqi dari Abu Hurairah, berbunyi: “Jadilah kamu orang yang warak,
dengan itu kamu menjadi orang yang banyak beribadah, dan jadilah kamu orang
yang bersikap qanaah, maka dengan demikian kamu akan menjadi orang yang banyak
bersyukur kepada sesama manusia.”
Dalam hadist tersebut, menyatakan bahwa sifat warak akan
menjadikan manusia gemar beribadah kepada Allah SWT sehingga dirinya tidak akan
menghabiskan waktu dan umur secara percuma. Lagipula, waktu tersebut akan
dimanfaatkan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Perlu diketahui ya Grameds, bahwa dari sifat Qanaah ini
bukan berarti kita akan meninggalkan ikhtiar, sebab ikhtiar tetap akan
dilaksanakan dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan. Apabila Grameds sudah
berikhtiar, tetapi ternyata ikhtiar tersebut belum berhasil, maka tidak perlu
kecewa seberat-beratnya atau bahkan berkecil hati. Sebaliknya, Grameds harus
menerimanya dengan sepenuh hati dan yakin bahwa Allah akan memudahkan urusan
hamba-Nya, sebab sifat Qanaah adalah bagi mereka yang tidak pernah patah
semangat atas apa yang telah diberikan dan tidak lupa untuk mengucap rasa
syukur.
Manusia yang terus-menerus melaksanakan sifat Qanaah ini
nantinya akan merasa cukup dari apa yang telah dikaruniakan oleh Allah,
sehingga dapat terbebas dari beberapa sifat buruk yang tidak disukai oleh
Allah. Yap, penerapan sifat Qanaah ini dapat membebaskan manusia dari sifat
ghurur (tertipu), sifat ‘ujub (bangga diri), dan sikap su’ul adab (akhlak yang
buruk) kepada Allah SWT. Bahkan, sifat Qanaah yang mana dapat juga disebut
dengan sikap rasa bersyukur ini ternyata efektif sebagai terapi diri dari
penyakit psikis yang sering membawa dampak negatif terhadap kesehatan fisik.
Hal tersebut karena dari dalam diri seseorang, akan muncul sikap menerima
kenyataan, baik ketika sakit maupun sehat, serta baik ketika dalam kondisi kaya
maupun miskin.
Keberadaan Qanaah ini adalah awal dari rida. Rida sendiri
berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti ‘menerima suatu perkara dengan
lapang dada tanpa merasa kecewa maupun tertekan’. Menurut Al-Hujwiri ini, rida
terbagi menjadi dua hal yakni rida Allah terhadap hamba-Nya, dan rida hamba
terhadap Allah. Dalam rida Allah terhadap hamba-Nya ini adalah dengan cara
memberikan pahala, nikmat, dan karomah-Nya kepada para hamba-Nya. Sementara
rida hamba terhadap Allah adalah dengan melaksanakan segala perintah dan tunduk
atas segala hukum-Nya.
Sebagai seorang manusia, baik itu muslim atau bukan pasti
sudah diajarkan mengenai rasa bersyukur sejak dini ‘kan? Nah dalam agama Islam,
sifat Qanaah ini menjadi modal paling teguh ketika menghadapi kehidupan, sebab
dapat menimbulkan semangat untuk mencari rezeki dengan tetap memantapkan
pikiran, meneguhkan hati, bertawakal kepada Allah, dan mengharap
pertolongan-Nya supaya keinginannya dapat terwujud.
Apakah tahu bahwa bentuk dari rasa syukur itu dapat
diwujudkan dalam tiga aspek, yakni:
Syukur dengan hati, berupa menyadari dan meyakini bahwa
semua nikmat dan karunia yang kamu terima pada detik ini adalah bentuk anugerah
dari Allah SWT.
Syukur dengan lisan, berupa memuji Allah SWT
sebanyak-banyaknya dan mengucap Alhamdulillah.
Syukur dengan perbuatan, berupa taat beribadah kepada-Nya
dan menggunakan segala karunianya untuk hal-hal kebajikan.
Sifat Qanaah ini juga dapat menjauhkan diri dari ajakan
nafsu terutama atas tipu daya kehidupan dunia, yang mana dapat membuat
seseorang melupakan Allah SWT hingga lalai atas kewajibannya sebagai muslim.
Atas adanya hal tersebut, Abu Abakar al-Maraghi juga mengatakan bahwa: “Orang
yang berakal ialah orang yang mampu mengatur urusan dunianya dengan Qanaah,
urusan akhiratnya dengan keinginan yang kuat dan bersungguh-sungguh, dan urusan
agamanya dengan ilmu pengetahuan dan jihad”.
Atas adanya pernyataan tersebut, jelaslah bahwa Qanaah
ini bukan hanya merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan
keinginan-keinginannya, tetapi juga kemampuan seseorang dalam mengatur urusan
duniawi dan urusan agama.
Written by Rifda
Arum
0 komentar:
Posting Komentar