5 Manfaat Memiliki
Sifat Qanaah
Qana’ah artinya selalu merasa cukup dengan nikmat yang
Allah beri. Apa manfaat kita memiliki sifat qana’ah?
1- Mendapatkan dunia seluruhnya
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al-Anshary radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ
أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ
يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa
di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya),
diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di
rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi,
no. 2346; Ibnu Majah, no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan
gharib).
2-
Menjadi orang yang beruntung
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ
وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh
sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan
Allah mengaruniakannya sifat qana’ah (merasa puas) dengan apa yang diberikan
kepadanya.” (HR. Muslim, no. 1054).
3- Mudah
bersyukur
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ
أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ
أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Pandanglah
orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah
engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan
demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR.
Muslim, no. 2963).
4-
Menjauhkan diri dari hasad (iri, cemburu pada nikmat orang lain)
Kenapa
harus cemburu pada orang kalau kita sendiri sudah merasa cukup dengan nikmat
yang Allah beri?
Merasa
tidak suka terhadap nikmat yang ada pada orang lain, sudah disebut hasad oleh
Ibnu Taimiyyah, walau tidak menginginkan nikmat tersebut hilang. Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata, “Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan
baik yang ada pada orang yang menjadi sasaran hasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa,
10:111). Adapun menurut kebanyakan ulama, hasad adalah menginginkan suatu
nikmat orang lain itu hilang. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 17:269)
Hasad itu
begitu bahaya karena seolah-olah protes akan takdir Allah. Sebagaimana disebut
dalam ayat,
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ
رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.” (QS. Az-Zukhruf : 32)
Az-Zubair
bin Al-‘Awwam radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ
الأُمَمِ قَبْلَكُمُ الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ هِىَ الْحَالِقَةُ لاَ أَقُولُ
تَحْلِقُ الشَّعْرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
أَفَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِمَا يُثَبِّتُ ذَاكُمْ لَكُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ
بَيْنَكُمْ
“Telah
berjalan kepada kalian penyakit umat-umat terdahulu, yaitu hasad dan
permusuhan. Dan permusuhan adalah membotaki. Aku tidak mengatakan membotaki
rambut, akan tetapi membotaki agama. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya
tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman
hingga kalian saling mencintai. Maukah aku kabarkan kepada kalian dengan apa
bisa menimbulkan hal tersebut? Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR.
Tirmidzi, no. 2510 dan Ahmad, 1: 164. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan)
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَيُصِيْبُ أُمَّتِي دَاءُ
الأُمَمِ ، فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا دَاءُ الأُمَمِ ؟ قَالَ :
الأَشْرُ، وَالْبَطْرُ والتَّكَاثُرُ وَالتَّنَاجُشُ فِي الدُّنْيَا
وَالتَّبَاغُضُ وَالتَّحَاسُدُ حَتَّى يَكُوْنَ الْبَغْيُ
“Umatku
akan ditimpa penyakit berbagai umat.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah,
apa saja penyakit umat-umat (terdahulu)?” Rasulullah berkata, “Kufur Nikmat,
menyalahgunakan nikmat, saling berlomba memperbanyak dunia, saling berbuat
najsy (mengelabui dalam penawaran, pen.), saling memusuhi, dan saling
hasad-menghasadi hingga timbulnya sikap melampaui batas (kezaliman).” (HR.
Al-Hakim, 4: 168 dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath, 2/275/9173.
Al-Hakim menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih, perawinya tsiqah termasuk
perawi Imam Muslim. Imam Adz-Dzahabi menyetujui sanadnya yang shahih. Lihat
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 680)
Orang yang
selamat dari hasad adalah jalan menuju surga. Coba perhatikan kisah berikut.
Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ” يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ
رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ” فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، تَنْطِفُ
لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ، قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ،
فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى . فَلَمَّا
كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ
الْأُولَى، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ
عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ: إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي
فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ
تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ ؟ قَالَ: نَعَمْ
“Kami
sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun
berkata, ‘Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga.’ Maka
munculah seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah terkena air wudhu,
sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan
munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala
keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan
kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka ‘Abdullah bin ‘Amr
bin Al-‘Ash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya, “Aku bermasalah
dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari.
Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?” Maka
orang tersebut menjawab, “Silakan.”
Anas bin
Malik melanjutkan tuturan kisahnya,
وَكَانَ عَبْدُ اللهِ
يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ، فَلَمْ يَرَهُ
يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى
فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ، حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ
الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا
خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْقِرَ عَمَلَهُ،
قُلْتُ: يَا عَبْدَ اللهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا
هَجْرٌ ثَمَّ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ: ” يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةِ ” فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ
إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ، فَأَقْتَدِيَ بِهِ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ
كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ . قَالَ: فَلَمَّا
وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا
أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا
عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي
بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ
“Abdullah
bin ‘Amr bin Al-‘Ash bercerita bahwasanya ia pun menginap bersama orang
tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut
mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan
berbolak-balik di tempat tidur maka ia pun berdzikir kepada Allah dan
bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Shubuh. ‘Abdullah bertutur,
‘Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan.’
Dan tatkala
berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka aku pun
berkata kepadanya, ‘Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada
permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali bahwa akan
muncul kala itu kepada kami seorang penduduk surga. Lantas engkaulah yang
muncul, maka aku pun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu
untuk aku teladani. Namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Lantas apakah
yang telah membuatmu memiliki keistimewaan sehingga disebut-sebut oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Orang itu berkata, ‘Tidak ada kecuali amalanku
yang kau lihat.’ Abdullah bertutur, ‘Tatkala aku berpaling pergi, ia pun memanggilku
dan berkata bahwa amalannya hanyalah seperti yang terlihat, hanya saja ia tidak
memiliki perasaan dendam dalam hati kepada seorang muslim pun dan ia tidak
pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepada yang
lain.’ Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi
penduduk surga, pen.) dan inilah yang tidak kami mampui.” (HR. Ahmad, 3: 166.
Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai
syarat Bukhari-Muslim)
Kalau
qana’ah dimiliki, sifat hasad akan hilang dan semakin memudahkan ke surga.
5-
Mengatasi berbagai problema hidup seperti berutang
Karena
kalau seseorang memiliki sifat qana’ah, ia akan menjadikan kebutuhan hidupnya
sesuai standar kemampuan, tak perlu lagi baginya menambah utangan.
Ingatlah,
orang yang memiliki sifat qana’ah sungguh terpuji. Makanya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam minta dalam doa beliau sifat qana’ah (selalu merasa cukup)
seperti dalam doa berikut,
اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ
الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Ya Allah,
aku meminta kepada-Mu petunjuk (dalam ilmu dan amal), ketakwaan, sifat ‘afaf
(menjaga diri dari hal yang haram), dan sifat ghina’ (hati yang selalu merasa
cukup atau qana’ah).” (HR. Muslim, no. 2721, dari ‘Abdullah).
‘Afaf
artinya menjaga iffah, menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik, termasuk juga
menjauhkan diri dari syubhat (hal yang masih samar). Imam Nawawi rahimahullah
menyatakan, “’Afaf adalah menahan diri dari yang haram, juga menjauhkan dari
hal-hal yang menjatuhkan kehormatan diri. Ulama lain mengungkapkan ‘iffah (sama
dengan ‘afaf) adalah menahan diri dari yang tidak halal.” (Syarh Shahih Muslim,
12: 94)
Semoga
bermanfaat.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
0 komentar:
Posting Komentar