Muhasabah Diri dan Dalil-dalilnya dalam Al-Qur'an
Seorang muslim diperintahkan untuk selalu mawas diri
untuk melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wa ta ala dan menjauhi
larangan-Nya. Caranya dengan selalu melakukan muhasabah diri , bila perlu melakukannya
setiap hari untuk merenungi bahwa Allah Ta'ala tidaklah menciptakan manusia
tanpa ada tujuan.
Allah Ta'ala berfirman,
اَفَحَسِبْتُمْ
اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu
main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami?” (QS. Al-mukminun: 115)
Apa sebenarnya muhasabah diri ini? Muhasabah diri adalah
upaya seseorang untuk menyelidiki dirinya sendiri tentang segala perbuatan yang
telah ia lakoni selama ini. Bila ia melakukan muhasabah setiap hari, maka
dilakukan di sepertiga malam, tentang apa saja yang telah dijalaninya pada hari
tersebut. Jika ia mendapati ada perbuatan baik yang dilakukan, ia membiarkannya
berlalu dalam keikhlasan. Jika ia dapati ada perbuatan dosa dan maksiat yang
dilakukan, ia segera introspeksi diri dan bertekad untuk tidak mengulanginya di
kemudian hari.
Pengertian muhasabah diri tersebut cukup gamblang untuk
menjelaskan kepada kita bahwa muhasabah diri adalah unsur yang sangat penting
untuk dilakukan seorang muslim setiap hari. Muhasabah diri memiliki peran
penting dalam meningkatkan kualitas kehidupan seorang muslim.
Di mana ia akan selalu mengevaluasi diri dengan tujuan
hari esok lebih baik dari hari ini. Namun sayang, banyak sekali di antara kita,
atau bahkan termasuk kita, yang mengabaikan aktivitas penting ini sebelum
mereka memejamkan mata di malam hari. Ini tentu menjadi catatan penting bagi
setiap muslim.
Menurut Ustadz Sodiq Fajar, dai yang rutin mengisi kajian
Islam di laman dakwah ini, ada banyak firman Allah Ta'ala yang menyebutkan arti
penting muhasabah diri. Salah satunya adalah firmanNya berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ
وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Dengan
sangat jelas ayat di atas menjadi dalil perintah untuk muhasabah diri setelah
perintah untuk bertakwa, dan diakhiri dengan perintah untuk bertakwa kembali.
Kemudian
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُوْنُوْا
كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ
الْفٰسِقُوْنَ
“Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah
menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.”
(QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat
tersebut adalah sindiran keras bagi orang beriman yang mengabaikan perintah
untuk muhasabah diri. Di mana Allah Ta'ala menyamakan orang yang melupakan
perintah ini dengan orang fasik yang melupakan Allah subhanahu wa ta’ala. ]
Ada kisah
menarik yang disebutkan dalam hadis tentang muhasabah diri. Hadis ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ketika itu, salah seorang juru tulis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Hanzhalah al-Usayyidi mendatangi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar. Sesampainya di
rumah beliau, Hanzhalah berkata, “Ya Rasulullah, Hanzhalah telah menjadi
munafik.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa maksudmu, Hanzhalah?” Lalu
Hanzhalah menjelaskan, “Ya Rasulullah, ketika saya berada di sisi engkau,
kemudian engkau menerangkan kepada saya tentang siksa neraka dan nikmat surga,
seolah-olah saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Akan tetapi,
ketika saya telah keluar dari sisi engkau, maka saya pun berlaku kasar kepada
istri dan anak-anak saya serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna.
Jadi saya sering Iengah.”
Mendengar
pernyataan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasihati,
“Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh jika kamu senantiasa menetapi apa
yang kamu lakukan ketika kamu berada di sisiku dan ketika kamu berzikir,
niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu dalam setiap langkah dan
perjalananmu. Tetapi, tentunya yang demikian itu dilakukan sedikit demi sedikit
(dari waktu ke waktu, secara berkala, tidak spontanitas)”. Beliau pun
mengulangi kata-kata itu tiga kali.
Tata Cara
Muhasabah Diri Bagaimana cara muhasabah diri? Para ulama menjelaskan, muhasabah
diri dapat dilakukan dengan dua cara.
1.
Muhasabah sebelum amal Muhasabah sebelum amal dilakukan dengan menyelidiki
terlebih dahulu; apakah ia mampu untuk melaksanakannya atau tidak. Kemudian
melihat apakah amalan tersebut membawa manfaat dunia-akhirat atau tidak. Lalu
memeriksa niat; apakah amalan ini akan dilakukan ikhlas karena Allah subhanahu
wata’ala atau dilakukan demi manusia.
2.
Muhasabah setelah amal
Sedangkan
muhasabah setelah amal terbagi dalam tiga bentuk, yaitu :
Bentuk
pertama: Muhasabah terhadap amalan yang tertinggal dan amalan yang belum
sempurna. Muhasabah ini dilakukan dengan memeriksa setiap amalan yang telah
dilakukan dari sisi niatnya; sudah ikhlas lillahi ta’ala atau belum. Kemudian
dari segi caranya; sudah sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam atau belum. Kemudian dari segi pelaksanaannya; apakah ada amalan yang
belum terlaksana atau lupa untuk dilaksanakan pada hari tersebut.
Bentuk
kedua: Muhasabah diri terhadap amalan yang lebih baik ditinggalkan dari pada
dilaksanakan. Contoh muhasabah diri bentuk ini adalah memeriksa apakah ada
amalan yang seharusnya tidak dilakukan, tapi justru malah dilakukan pada hari
itu. Mengingat, jika amalan tersebut dilakukan akan membuka pintu dosa dan
kemaksiatan. Seperti muhasabah diri terhadap perbuatan syubhat.
Bentuk
ketiga: Muhasabah diri terhadap amalan mubah. Melakukan muhasabah diri terhadap
amalan-amalan mubah. Memeriksa kembali tujuan melakukan amalan mubah tersebut.
Untuk apa, demi apa, manfaatnya apa, sisi negatifnya apa. Manfaat terbesar yang
dapat kita raih dari muhasabah diri adalah terjadinya peningkatan terhadap
kualitas hidup kita.
Dengan
muhasabah diri, kita akan menemukan perbuatan-perbuatan yang berakibat buruk di
dunia dan akhirat yang kita lakukan pada hari itu.
Sehingga
kita dapat menyadari keberadaannya untuk kemudian segera bertaubat dengan
taubat nasuha.
Wallahu
A'lam
0 komentar:
Posting Komentar