Bagaimana Cara
Berobat dengan Al Quran ?
Pertanyaan :
Sebagian orang mengaku mampu mengobati orang sakit dengan
meminta bantuan jin dan membacakan al-Qur’an pada air atau minuman. Demikian
pula membacakan al-Qur’an pada beberapa peralatan seperti pisau. Bagaimana hukum syari’at tentang perbuatan
tersebut?
Jawaban :
Bismillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada baginda Rasulullah. Wa ba’du.
Kita tidak boleh menafsirkan semua jenis penyakit yang
terjadi disebabkan karena jin atau sihir. Namun pertama-pertama wajib bagi
orang sakit untuk berkonsultasi dengan orang yang memiliki keahlian dalam
pengobatan. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
[تداوو يا عباد الله]
“Berobatlah
wahai sekalian hamba Allah!”
Mendatangi
dokter tidaklah bertentangan dengan membaca ruqyah syar’i sebagai wasilah
(sarana) tersendiri untuk memperoleh kesembuhan. Sebelumnya, kita harus yakin
bahwa kesembuhan itu berada di Tangan Allah Ta’ala, adapun dokter dan ruqyah
hanyalah sebab dan tidaklah dapat memberi pengaruh kecuali dengan seizin Allah.
Kita harus betul-betul waspada jangan sampai terjatuh dalam perangkap para
pembohong, peramal, dan dukun yang memanfaatkan hajat manusia lalu merampas
harta mereka dengan mengaku bahwa mereka punya kemampuan luar biasa
menyembuhkan penyakit dengan Al-Qur’an.
Mendekatkan
diri kepada Allah dan rutin berdzikir adalah satu-satunya senjata yang menjaga
seseorang agar tidak dimangsa dukun dan jin.
Berkata DR.
Husamuddin ‘Afanah, seorang pengajar Fiqih dan Usul Fiqih di Universitas
al-Quds:
Di zaman
kita sekarang ini banyak sekali orang yang mengaku bisa menyembuhkan penyakit
dengan Al-Qur’anul Karim dan orang-orang yang mengaku bisa bekerjasama dengan
jin untuk menyembuhkan orang sakit. Kebanyakan dari mereka ini adalah pendusta
dan penipu yang memanfaatkan kobodohan orang banyak dan kelemahan mereka. Dukun
dan penipu itu merampas dan mengambil harta orang-orang dengan cara yang tidak
benar dan melakukan perbuatan yang menyalahi syariat. Oleh karena itu perlu
kita perjelas beberapa poin berikut ini:
Pertama: Apabila seseorang menderita sakit
maka hendaknya dia mendatangi dokter yang kompeten di bidangnya, karena
sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan menciptakan pula obatnya. Dalam
sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً
إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً [رواه البخاري ومسلم]
“Tidaklah
Allah menurunkan penyakit melainkan Allah menurunkan pula penyembuhnya
(obatnya).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam
hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ،
فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ [رواه مسلم]
“Bagi
setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat telah sesuai dengan penyakitnya, maka
penyakit tersebut akan sembuh dengan izin Allah.” (HR. Muslim)
Kedua: Bahwasanya pengobatan dengan
Al-Qur’an dan ruqyah dengan Al-Qur’an adalah perkara yang disyari’atkan. Allah
Ta’ala berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا
خَسَارًا [الإسراء:
82]
“Dan Kami
turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.” (Al-Israa: 82)
Al-Imam
al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih beliau dari Abu Sa’id al-Khudri
Radhiyallahu ‘anhu bahwa serombongan shahabat Rasulullah berangkat dalam suatu
perjalanan sampai mereka memasuki sebuah perkampungan arab. Mereka meminta
dijamu namun penduduk kampung enggan menjamu mereka. Saat itu kepala kampung
tersebut digigit kalajengking. Penduduk kampung telah mengupayakan segala cara
untuk mengobatinya namun tidak berguna sama sekali. Lalu beberapa orang dari mereka berkata,
“Seandainya kalian mendatangi rombongan kafilah itu yang singgah di tempat
kalian, barangkali mereka memiliki sesuatu (obat).”
Merekapun
mendatangi para shahabat nabi, mereka berkata, “Wahai kafilah, sesungguhnya
kepala kampung kami digigit kalajengking dan kami telah mengupayakan segala
cara untuk mengobatinya namun tidak berguna sama sekali, apakah ada di antara
kalian yang bisa mengobatinya?”
Salah
seorang dari shahabat berkata, “Ya, demi Allah aku orang yang bisa meruqyah.
Namun demi Allah, sungguh kami telah meminta kalian menjamu kami namun kalian
tidak mau, maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian kecuali jika kalian
memberi imbalan untuk kami.”
Mereka
(penduduk kampung) setuju memberi imbalan berupa beberapa ekor kambing.
Shahabat
tadi berangkat, (setelah sampai di tempat kepala kampung) beliau meludah dan
membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ ،،،،
Hingga
kepala kampung tersebut seolah-olah terlepas dari tali ikatan, dia langsung
bisa berdiri dan berjalan.
Perawi
hadits berkata, “Akhirnya mereka (penduduk kampung) memberikan imbalan yang
telah mereka sepakati kepada para sahabat Rasulullah. Sebagian shahabat
berkata, “Bagilah!”
Shahabat
yang meruqyah menjawab, “Jangan lakukan itu sampai kita mendatangi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kita ceritakan kepada beliau apa yang
terjadi. Kita tunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita.”
Mereka lalu
mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian
tersebut kepada beliau. Beliaupun bersabda,
وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟
قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بسَهْمٍ
“Tahukah
engkau yang engkau lakukan itu adalah ruqyah? Kalian telah benar, bagilah dan
tetapkan bagian bagiku bersama kalian!”
Telah tetap
dalam sebuah hadits shahih, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَرِضَ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِهِ نَفَثَ عَلَيْهِ
بِالْمُعَوِّذَتَيْنِ [رواه مسلم]
“Adalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila salah seorang keluarga beliau sakit,
beliau menjampinya dengan Mu’awwidzatain” (Surah al-Ikhlas, al-Falaq, dan
an-Naas).” (HR. Muslim)
Ketiga: Tidak pantas bagi siapapun berpofesi
mengobati orang-orang dengan ruqyah Al-Qur’an, atau dengan zikir-zikir, lalu
mempromosikan dirinya kepada orang banyak bahwa dirinya seorang terapist
al-Qur’an, sebagai pengobatan alternatif mengobati gangguan jin, kesurupan,
penyakit karena ‘ain, dan penyakit-penyakit lain yang tidak bisa disembuhkan
oleh dokter. Atau mempromosikan dirinya dengan membuka klinik al-Qur’an,
membagi-bagikan kartu nama, dan menentukan jam praktek layaknya dokter ahli.
Semua ini bukanlah metode para shahabat nabi, tabi’in, dan orang-orang shalih.
Profesi seperti ini tidak lumrah di kalangan mereka padahal di setiap waktu dan
zaman pasti ada orang-orang yang sakit, karena sesungguhnya profesi seperti ini
membuka peluang terjadinya kerusakan yang banyak dan akan masuk di dalamnya
para pendusta, dukun, dan semisalnya.
Keempat: Tidak mengapa membacakan ayat
Al-Qur’anul Karim pada bejana yang berisi air, kemudian diminum oleh orang yang
sakit atau digunakan untuk mandi. Ibnu Qayyim berkata, “Mayoritas kalangan
salaf menganggap tidak mengapa menulis ayat al-Qur’an kemudian diminumkan pada
orang yang sakit. Mujahid berkata, “Tidak mengapa menulis ayat al-Qur’an dan
dicelupkan ke dalam air kemudian diminumkan kepada orang yang sakit.” Perkataan
serupa diriwayatkan dari Abu Qilabah.
Kelima: Sesungguhnya masuknya jin ke tubuh
manusia benar adanya. Terdapat banyak dalil yang menerangkan hal tersebut baik
dari Al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Fakta
yang ada juga membuktikan hal tersebut.
Keenam: Tidak dibolehkan mempercayai
siapapun yang mengaku dirinya mampu menyembuhkan penyakit dengan Al-Qur’an,
atau mampu mengeluarkan jin dari tubuh orang yang kesurupan, kecuali setelah
diketahui dia betul-betul orang yang shalih yang berpegang teguh dengan
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan dia menempuh
cara-cara yang dianjurkan oleh syariat dalam meruqyah dan mengobati, serta dia
tidak mendatangkan setan dan jin di mana setan dan jin tersebut tidak akan
membantu kecuali untuk melakukan perbuatan haram.
Begitu pula
sebagian dari mereka ada yang mengobati dengan membaca mantra atau mengucapkan
kata-kata yang tidak bisa difahami maknanya. Ini semua tidak boleh dilakukan.
[DR.
Husamuddin ‘Afanah, Pengajar Fiqih dan Usul Fiqih di Universitas al-Quds]
Sumber :
Al-Ajwibatun Nafi’ah Lil ‘Amiliin fil Majaalit Thibbi karya Ibrahim Ismail
Ghanim (Abu Abdirrahman)
Penerjemah
: dr. Supriadi
1 komentar:
Hadir dan Menangkan hadiah nya tempat bermain poker 8 game dengan hanya 1 userid saja sudah bisa menikmati permainan kami di arenadomino(com)
silahkan langsung daftarkan diri anda bersama kami dengan pelayanan 24jam dan proses cepat yang kami berikan untuk kenyamanan anda semua dalam bermain di tempat kami segera bergabung peluang menang menunggu anda...
WA +855 96 4967353
Posting Komentar