Senin, 09 Januari 2023

Keistimewaan Shalat Sunnah Fajar

Keistimewaan Shalat Sunnah Fajar

 

Hadits 5/354

 

وَعَنْهَا قَالَتْ: (لَمْ يَكُنِ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ تَعَاهُداً مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

 

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memperhatikan shalat-shalat sunnah melebihi dua rakaat sunnah Fajar.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 1169 dan Muslim, no. 724, 94)

Hadits 6/355

 

 وَلِمُسْلِمٍ: «رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا».

 

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Dua rakaat sunnah Fajar lebih baik daripada dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim, no. 725)

Faedah hadits

1.    Nawafil (nafl) berarti ziyadah (tambahan). Yang dimaksudkan shalat nawafil dalam hadits yang dibahas ini adalah shalat sunnah rawatib yang mengikuti shalat wajib. Shalat tersebut disebut demikian karena shalat tersebut adalah tambahan dari shalat yang wajib.

2.    Pengertian “lebih baik dari dunia dan seisinya” adalah shalat sunnah Fajar lebih baik daripada harta, keluarga, anak, dan perhiasan dunia lainnya yang seandainya manusia memiliki semuanya tetap masih kalah dengan keutamaan shalat sunnah Fajar. Kebahagiaan akhirat tentu lebih utama daripada kebahagiaan dunia karena akhirat itu kekal, sedangkan dunia itu akan fana.

3.    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat semangat menjaga dua rakaat qabliyah Shubuh karena keutamaannya adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya.

4.    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah meninggalkan shalat sunnah Fajar ketika mukim maupun safar.

5.    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tertidur dari shalat Shubuh. Ketika terbangun beliau meminta Bilal mengumandangkan azan untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat sunnah Fajar dahulu, kemudian beliau mengerjakan shalat fardhu Shubuh. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qatadah. Sedangkan shalat sunnah rawatib lainnya tidak beliau lakukan saat safar.

 

Kaidah Mengenai Shalat Sunnah Qabliyah dan Bakdiyah

Kaidah untuk shalat sunnah rawatib disampaikan oleh Syaikh Muhammad Musthafa Az-Zuhaily,

 

إِنَّ وَقْتَ النَّوَافِلِ الرَّاتِبَةِ يَدْخُلُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الفَرْضِ وَيَبْقَى وَقْتُهَا إِلَى أَنْ يَذْهَبَ الفَرْضُ فَإِنْ صَلاَهَا بَعْدَ الفَرْضِ فَهِيَ أَدَاءٌ وَنَوَافِلُ مَا بَعْدَ الفَرْضِ يَدْخُلُ بِالفَرَاغِ مِنَ الفَرْضِ

 

“Sesungguhnya waktu shalat sunnah rawatib (qabliyah) bisa dimulai dengan masuknya waktu shalat fardhu dan waktu shalat rawatib tersebut terus ada sampai waktu fardhu itu selesai. Seandainya shalat qabliyah dari sunnah rawatib dilakukan setelah shalat fardhu, maka itu adalah shalat adaa’ (shalat masih pada waktunya). Shalat sunnah bakdiyah dikerjakan setelah shalat fardhu dilakukan.” (Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 1:583)

 

Referensi:

·         Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:272-273.

·         Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 1:581-582.

 

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

https://rumaysho.com

 

0 komentar:

Posting Komentar