Hikmah
disyariatkannya shalat tathawwu’
Pertama: Untuk menutupi kekurangan pada ibadah wajib.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ
لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ
نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ
مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ
تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ
الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ ».
“Sesungguhnya
amalan yang pertama kali dihisab pada manusia pada hari kiamat nanti adalah
shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih
tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak?
Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun,
jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah,
apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah,
Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan
amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR.
Abu Daud, no. 864; Ibnu Majah, no. 1426; Tirmidzi, no. 413; An-Nasai, 2:232;
Ahmad 2:425. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih)
Kedua: Semakin dekat dengan Allah hingga
mendapatkan cinta Allah.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ
عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ
عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ
عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى
يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى
بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah
Ta’ala berfirman: Barang siapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan
memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan
wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya,
maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk
mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat,
memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi
petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu
kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya, dan jika ia memohon perlindungan, pasti
Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari, no. 2506)
Ketiga: Melaksanakan ibadah sunnah agar
lebih semangat dalam melaksanakan ibadah wajib.
Siapa saja
yang memperhatikan yang sunnah, maka ia tentu akan memperhatikan yang wajib.
Siapa saja yang kurang dalam memperhatikan yang sunnah, maka ia tentu akan
kurang dalam melakukan yang wajib. Demikian kesimpulan dari Imam Asy-Syathibi
dalam Al-Muwafaqaat, 1:151.
Keempat: Mendapatkan pahala dan ganjaran
tertentu karena melakukan ibadah sunnah.
Kelima: Melatih jiwa untuk membiasakan diri
dalam ibadah, sehingga jiwa merasakan kelezatan, khusuk, khudhuk (tunduk,
patuh), sehingga mudah pula melakukan yang wajib.
Keenam: Memperhatikan yang sunnah akan
menjadikan hati kita menjadi baik dan istiqamah.
Ketujuh: Semakin menyibukkan waktu dengan
amalan ketaatan yang utama yaitu shalat.
Kedelapan: Mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam menunaikan ibadah sunnah. Para salaf terdahulu juga semangat
melakukannya.
Referensi
Minhah
Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh
‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga.
3:263-264.
—
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar