Senin, 13 November 2017


Model Keluarga  Belajar dari Hewan

Model sebuah keluarga bisa belajar dari kehidupan hewan, bukan berarti harus berkeluarga seperti hewan (maaf ya, mas). Ini diambil dari makna bahwa dalam penciptaan alam semesta ini banyak yang dapat diambil pelajarannya, termasuk dalam kehidupan hewan. Manusia membangun sebuah keluarga tidak lepas dari hubungan antar individu yang ada di dalamnya, dan perilaku dalam kehidupannya. Ini tercermin dalam model keluarga yang dibentuk oleh makhluk hidup yang namanya hewan. Adapun model keluarga hewan sebagai sebuah pencerminan kehidupan berkeluarga dalam manusia adalah sebagai berikut:

Model Keluarga Ayam

Dalam keluarga ayam yang terdiri dari sang ayam jago sebagai induk jantan dan ayam betina (babon) sebagai induk betina. Ayam  jago memiliki sifat-sifat mau menang sendiri dan sombong, selalu berbohong, indivualistik, halal haram hantam saja.
Mau menang sendiri, ia tidak mau ada saingan. Bila ada saingan ia berusaha menghantam bahkan tidak segan-segan melenyapkan saingannya. Perkara rizki demikian, ia berani berbohong demi untuk mendapatkan sang babon. Kalau segala keinginannya terpenuhi ia mulai menaiki tempat yang tertinggi dan mulai berkokok sekeras-kerasnya, sebagai bentuk tanda kekuasaannya. Ia tidak peduli terhadap sang babon yang selalu menderita sesudah ia puas mengambil kesenangan dunianya (seksualitas), ia biarkan sang babon menderita mulai dari bertelur, mengeram dan mencari makan/nafkah untuk sang anak ayam. Sebagai catatan, tidak ada dalam sejarah para ayam babon demonstrasi atas perlakuan sang jago dan ia selalu menerima perlakuan sang jago berulang-ulang, dan menderita di atas penderitaan yang berulang. Belum lengkap penderitaan sang ayam babon, anak yang dirawatnya belum mencapai dewasapun terkadang memperoleh perlakuan kekerasan dari sang jago (KDRT ayam) hingga terjadi kematian, karena keinginan sang jago mengawini sang babon kembali. Bahkan lebih parah lagi, sang anak ayam yang kebetulan betina ketika menjelang dewasa menjadi korban pelecehan seksual sang jago, induk jantannya sendiri, terjadi incest dalam keluarga.
Untung hal ini terjadi di dalam dunia ayam, nilai ayam jago semakin tinggi bila bisa dapat berbuat demikian. Bahkan pemilik ayam babon lain (tetangga pemilik ayam lainnya) terkadang pesen gen keturunan sang jago dengan mengawinkan ayam babon yang dimilikinya. Pemilik jago semakin bangga atas perbuatan yang dilakukan sang ayam jago terhadap ayam-ayam babon yang ada. Nilai ayam jago diakhiri di sebuah hidangan istimewa dalam sebuah resep istimewa, ingkung jago atau rendang ayam jago, atau terjual dengan harga yang selangit untuk taruhan. Hebat khan?
Tetapi perilaku kehidupan per-ayam-an terkadang terjadi dalam kehidupan manusia, bahkan dalam praktik kehidupan manusia lebih ayam (hewan) ketimbang ayam (hewan) itu sendiri, Naudzubillah.

Model Keluarga Bebek

Model kedua ini cukup unik. Keluarga bebek selalu sibuk berturing ria bersama pengangon (pemelihara) bebek. Mencari makanan demi makanan di tiap tempat, dengan suara yang riuh bersahut-sahutan. Alhasil keluarga bebek ini berkembang biak di tiap tempat singgahan tempat mencari makannya, alias bertelur. Yang menjadi masalah adalah riwayat sang telur, para induk bebek (baik jantan maupun betina) tidak peduli nasib sang telur. Sang telur mau keluarkan dimana, mau dieram siapa, mau menetas atau tidak, yang merawat anaknya siapapun tidak ambil pusing. Bagi meraka adalah makan dan makan, turing dan turing, melanglang buana ke seantero lahan makanan, berwisata ria.
Model keluarga bebek ini, model keluarga berorientasi materi dan kesenangan, tidak peduli bagaimana perkembangan keluarganya (perkembangan kepribadian bebek maupun akhlak per-bebek-an). Ketika anaknya sudah dewasa mereka tidak saling kenal satu dengan yang lain, terkadang yang terjadi pada sang anak bebek adalah disorientasi keluarga dan kehidupan. Anak bebek yang dipelihara oleh ayam, menganggap dirinya ayam dan mencoba menjadi sosok ayam. Walaupun dalam kehidupannya ketika bergabung kembali dalam keluarga besarnya (keluarga besar bebek), ia pun hanyut ikut arus sebagaimana rombongan bebek lainnya yang di angon petani bebek, dan ikut berkoar-koar dengan suara yang riuh dan akhirnya ikut berkembangbiak, dengan meletakkan bakal keturunannya dimana saja, alias buka cabang kota kelahiran/melahirkan (bukan konsep waralaba). Sang anak bebek, dalam sejarah tidak ada yang menuntut orangtuanya di pengadilan bebek, ia ikut menikmati kehidupan sebagai bebek dan akhirnya mengakhiri hidupnya di atas piring manusia sebagai bebek goreng Mbok Berek (maaf ya Mbok, saya ikut promosi-in produknya, tinggal bayar jasa marketingnya saja pada saya).
Itu kisahlah kehidupan perbebekan, tapi terkadang terjadi pada manusia. Naudzubillahimin dzalika.

Model Keluarga Burung Puyuh

Model keluarga burung puyuh ini, adalah model keluarga emansipasi betina (karena hewan) kebablasan. Burung puyuh betina pasca bertelur, ia melepas tanggungjawabnya sebagai sang induk betina. Ia limpahkan tanggungjawab mengeram dan memelihara anak kepada sang burung puyuh jantan. Aktivitasnya, barangkali dalam dunianya, ia bersolek kembali dan mencari makan sendiri (atau barangkali mencari pasangan baru lagi). Sementara yang merawat dan mencari makan bagi anak burung puyuh adalah sang jantan. Setelah dewasa sang anak, sang jantan mencari pasangannya tadi, kalau ternyata pasangannya tadi belum mendapatkan pasangan baru. Kalau sudah, terpaksa ia mencari induk betina yang baru lagi.
Kehidupan ini terus menerus terjadi, tanpa ada modifikasi kehidupan atau tindakan perlawanan dari sang jantan terhadap hegemoni sang betina. Kejadian ini terkadang terjadi dalam dunia manusia, satu sisi memang ada perlakuan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki sebagaimana terjadi di dunia per-burung puyuh-an. Di sisi lain juga ada yang dimanfaatkan oleh kaum pria, sebagai sosok suami yang tidak bertanggung jawab. Mengkomersilkan isteri dalam sebuah transakasi yang menguntungkan dirinya, dan tanpa ada usaha perbaikan kehidupan keluarga. Yang demikian juga semoga kita terlindungi. Kalau aktivitas burung puyuh ini, justru menguntungkan bagi manusia yang mendatangkan keuntungan ekonomi keluarga. Burung puyuh betina yang produktif justru menjadi pilihan petani dalam pengembangan budidaya puyuh, kalau tidak produktif, ya…dijual ke warung makan lesehan pinggiran Malioboro, Jogjakarta jadi makan khas nasi hangat plus puyuh goreng dan tempe penyet dengan sambelnya yang mak nyus.

Model Keluarga Burung Merpati

Merpati tak pernah ingkar janji, itulah cuplikan syair dari sebuah lagu. Gambaran yang cukup romantis. Dalam kehidupan per-merpati-an, dalam hal berbagi kasih sayang, dalam hal merawat telur, keluarga atau anak, dan dalam hal mencari makan atau rizki, mereka selalu bergantian antara induk jantan maupun betinanya. Merekapun konsisten merawat anak hasil buah cinta, kasih dan sayangnya hingga menginjak dewasa (alias cukup umur untuk mencari makan dan pasangannya sendiri, atau kemandirian merpati). Ia hidup, sehidup semati. Luar biasa. Dalam kehidupan mereka sangat rukun, terkadang dalam sebuah komunitas merpati terdiri dari beberapa keluarga besar yang saling bantu, tolong menolong. Luar biasa dan yang jelas … Subhanallah.
Inilah model-model keluarga dalam dunia hewan, yang dapat kita ambil pelajarannya untuk kehidupan di dunia manusia. Manusia mulia karena kelebihan akalnya dibandingkan makhluk lain, tetapi terkadang manusia karena akalnya juga bisa lebih hina dari hewan. Sehina-hinanya hewan masih bermanfaat bagi makhluk lain termasuk manusia. Sehina-hina manusia lebih hina dari hewan yang paling hina menurut pandangan manusia.




0 komentar:

Posting Komentar