Hubungan antara
Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional
A. Sehat,
Kesehatan dan Sehat Mental
DEFINISI SEHAT. Sehat (Health) secara umum dapat dipahami
sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik,
mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah.
Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah
suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap
manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. World Health
Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi
dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat
kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja
secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
INDIVIDU YANG SEHAT MENTAL. Pribadi yang normal/
bermental sehat adalah pribadi yang menampilkan tingkah laku yang adekuat &
bisa diterima masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai norma & pola
kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal & intersosial yang
memuaskan (Kartono, 1989). Sedangkan menurut Karl Menninger, individu yang
sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan
kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki
sikap hidup yang bahagia. Saat ini, individu yang sehat mental dapat dapat
didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental
dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat mental.
Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau
sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological
well-being) yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik/ kebajikan
(virtues) (Lowenthal, 2006).
RUANG LINGKUP DALAM KESEHATAN MENTAL. Adapun tujuan dan
sasaran dalam Gerakan Kesehatan Mental itu sendiri meliputi tujuannya:
a. memahami makna sehat mental dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya 12 Kesehatan Mental
b. memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam
penanganan kesehatan mentalb. memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam penanganan kesehatan mental
c. memiliki
kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental
masyarakat
d. memiliki sikap proaktif dan mampu memanfaatkan
berbagai sumber daya dalam upaya penanganan kesehatan mental masyarakat e.
meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi timbulnya gangguan mental.
KONSEPSI YANG SALAH MENGENAI KESEHATAN MENTAL.
Selama ini
masih banyak mitos dan konsepsi yang diyakini masyarakat Indonesia mengenai
Kesehatan Mental yang keliru, antara lain: gangguan mental adalah herediter/
diturunkan, gangguan mental tidak dapat disembuhkan, gangguan mental muncul
secara tiba-tiba, gangguan mental merupakan aib/ noda bagi lingkungannya,
gangguan mental merupakan peristiwa tunggal, seks merupakan penyebab munculnya
gangguan mental, kesehatan mental cukup dipahami dan ditangani oleh satu
disiplin ilmu saja, kesehatan mental dipandang sama dengan “ketenangan batin”,
yang dimaknai sebagai tidak ada konflik, tidak ada masalah, hidup tanpa ambisi,
pasrah.
B. Paradigma
dalam Kesehatan Mental
Prinsip-prinsip dalam memahami Kesehatan Mental telah
diungkap Schneiders sejak tahun 1964, yang mencakup tiga hal : 11 prinsip yang
didasari atas sifat manusia, yaitu:
1. Kesehatan dan
penyesuaian mental tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas
organisme.
2. Dalam memelihara kesehatan mental, tidak terlepas dari
sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelek, religius, emosional, dan
sosial.
3. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi
dan pengendalian diri, meliputi: pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat,
emosi dan perilaku.
4. Memperluas
pengetahuan diri merupakan keharusan dalam pencapaian dan memelihara kesehatan
mental.
5. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat,
meliputi: penerimaan dan usaha yang realistik terhadap status dan harga diri.
6. Pemahaman dan
penerimaan diri harus ditingkatkan dalam usaha meningkatkan diri dan realisasi
diri untuk mencapai kesehatan mental.
7. Stabilitas mental memerlukan pengembangan yang
terusmenerusdalam diri individu, terkait dengan: kebijaksanaan, keteguhan hati,
hukum, ketabahan, moral, dan kerendahan hati.
8. Pencapaian dalam pemeliharaan kesehatan mental terkait
dengan penanaman kebiasaan baik.
9. Stabilitas
mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas mengubah situasi dan kepribadian.
10. Stabilitas mental memerlukan kematangan pemikiran, keputusan,
emosionalitas, dan perilaku.
11. Kesehatan mental memerlukan belajar mengatasi secara
efektif dan secara sehat terhadap konflik mental, kegagalan, serta ketegangan
yang timbul.
A. Pengertian dan
Fungsi Emosi
DEFINISI EMOSI. Emosi dalam bahasa Latin memiliki arti:
“move out” (bergerak keluar). Emosi (emotion) merupakan gabungan kata e untuk
energi dan motion untuk pergerakan, sehingga emosi menggerakkan kita untuk
bertindak agar dapat bertahan dari ancaman, mendapat kedekatan sosial, dan
prokreasi (Gentry, 2007). Emosi adalah suatu kompleks keadaan dari kewaspadaan
yang meliputi sensasi (di bagian dalam) & ekspresi (di bagian luar), yang
merupakan kekuatan untuk memotivasi individu dalam bertindak (Atwater, 1983).
Emosi merupakan pola yang kompleks dari perubahan yang terjadi pada bangkitan/
getaran fisiologis, perasaan subjektif, proses kognitif, dan reaksi perilaku
(Atwater & Duffy, 2005). Emosi memang sulit didefinisikan, akan tetapi
dapat diungkap bahwa emosi selalu terkait dengan perasaan (feeling), perilaku
(behaviour), perubahan fisiologis (physiological change), dan kognisi. Fungsi
utama emosi adalah untuk memberi informasi
kepada individu mengenai interaksinya dengan dunia luar
(Strongman, 2006). Gentry menjelaskan bahwa Alexithymia merupakan istilah
psikiatris untuk seseorang yang mengalami kekurangan dalam emosinya, yaitu:
sulit membedakan perasaan yang dimilikinya, merasa sulit berinteraksi dengan
orang lain, kewaspadaan emosional yang kurang, kurang dapat merasa senang,
sulit membedakan emosi dengan getaran tubuh, secara berlebihan menggunakan
logika dalam pengambilan keputusan, kurang dapat bersimpati dengan orang lain,
menunjukkan kebingungan ketika menghadapi emosi orang lain, tidak tergugah oleh
seni, karya sastra, atau musik, hanya memiliki sedikit memori emosional (misal:
memori masa kanak-kanak).
KOMPONEN EMOSI. Atwater (1983), mengungkap komponen dalam
emosi menjadi: perubahan fisiologis, termasuk sensasi tubuh (fisik);
kewaspadaan subjektif & interpretasi penuh makna dari suatu sensasi;
kemungkinan diekspresikannya kewaspadaan tersebut dalam perilaku yang overt
(tampak). Dalam perkembangannya (Atwater & Duffy, 2005), komponen emosi
diungkap dalam 4 hal yang saling terkait, yaitu: 1. Bangkitan/ getaran
fisilogis Emosi melibatkan kerja otak, sistem saraf, dan hormon, sehingga
ketika individu dibangkitkan emosinya, maka secara fisiologis juga terbangkit.
Terbangkitnya emosi membutuhkan energi dalam tubuh dan bahkan menurunkan
ketahanan tubuh terhadap penyakit. 2. Perasaan subjektif Emosi melibatkan
kewaspadaan subjektif/ perasaan yang memiliki elemen menyenangkan atau tidak
menyenangkan, suka atau tidak suka. 3. Proses kognitif Emosi juga melibatkan
proses kognitif, seperti: memori, persepsi, ekspetansi, dan interpretasi. Satu
peristiwa Æ beda makna bagi beda individu. 4. Reaksi perilaku Reaksi perilaku
yang terlibat dalam emosi dapat berbentuk ekpresif dan instrumental. Contoh
reaksi ekpresif: ekspresi wajah, gesture, nada suara. Contoh reaksi
instrumental : menangis karena distres, melarikan diri dari masalah.
B. Kecerdasan
Emosi
CIRI-CIRI CERDAS EMOSI. Individu yang memiliki kecerdasan
emosi dapat terungkap melalui kemampuannya memotivasi diri & bertahan
menghadapi frustrasi, dapat mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati dan menjaga agar beban
stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta dapat berempati dan selalu berdoa.
WILAYAH DALAM KECERDASAN EMOSI. Ada empat ranah dalamKecerdasaan Emosi
(Emotional Quotion), yaitu: 1. KESADARAN DIRI, yaitu mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi, yang meliputi: kesadaran emosi, penilaian diri secara
teliti dan percaya diri. 2. MENGELOLA EMOSI, yaitu kemampuan menangani perasaan
agar perasaan dapat terungkap tanpa melewati kewajaran, meliputi: kendali diri,
dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi, 3. MEMOTIVASI DIRI
SENDIRI, yaitu memiliki kecenderungan emosi yang mendorong pencapaian tujuan,
meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, serta optimisme. 4.
MENGENALI EMOSI ORANG LAIN, yaitu memiliki kesadaran terhadap perasaan,
kebutuhan, dan kepentingan orang lain, yang terdiri dari memahami orang lain,
orientasi akan pelayanan, dan mampu mengembangkan orang lain, serta mengatasi
keberagaman, mampu berkomunikasi dengan baik, merupakan katalisator perubahan,
mampu mengelola konflik, mampu berkoolaborasi dan berkooperasi, serta kemampuan
bekerja dalam tim.
DAFTAR PUSTAKA:
Sari, Kartika.
2012. Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang
Lur Rochman,
Kholil. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: STAIN Purwokerto
1 komentar:
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
Posting Komentar