Meminta Beasiswa
Pemerintah memberikan
beasiswa bagi pelajar yang berprestasi agar dapat melanjutkan proses belajar
mereka. Maka jika seorang pelajar berprestasi mengajukan beasiswa kepada
pemerintah maka ini termasuk tasawwul yang diperbolehkan.
Dari Samurah bin Jundab t
bahwa Rasulullah e bersabda:
إِنَّ الْمَسَائِلَ كُدُوحٌ يَكْدَحُ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ فَمَنْ شَاءَ
كَدَحَ وَجْهَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ ذَا
سُلْطَانٍ أَوْ شَيْئًا لَا يَجِدُ مِنْهُ بُدًّا
“Sesungguhnya meminta-minta adalah
cabikan yang mana seseorang mencabik-cabik wajahnya dengan meminta-minta. Maka
barangsiapa yang mau, maka silakan mencabik-cabik wajahnya dan barangsiapa yang
mau maka silakan ia tinggalkan. Kecuali seseorang meminta kepada pemilik kekuasaan
(pemerintah) atau ia meminta sesuatu yang harus dipenuhi.” (HR. An-Nasa’i:
2552, Abu Dawud: 1396, Ahmad: 19353 dan di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani
dalam Shahihul Jami’: 6695).
Al-Allamah Muhammad Abdur Rahman
Al-Mubarakfuri berkata:
)إلا أن يسأل
الرجل ذا سلطان( أي ذا حكم وسلطنة بيده بيت المال فيسأل حقه فيعطيه منه إن كان
مستحقا
“Sabda beliau (Kecuali seseorang
meminta kepada pemilik kekuasaan) maksudnya adalah seseorang yang memiliki
wewenang hukum dan kekuasaan yang memegang Baitul Mal maka ia meminta haknya
dan ia diberikan haknya dari Baitul Mal kalau ia termasuk orang yang berhak.”
(Tuhfatul Ahwadzi: 3/290).
Al-Allamah Abuth Thayyib Al-Azhim
Abadi berkata:
وفيه دليل على جواز
سؤال السلطان من الزكاة أو الخمس أو بيت المال أو نحو ذلك فيخص به عموم أدلة تحريم
السؤال
“Di dalam hadits ini terdapat dalil
diperbolehkannya meminta penguasa dari harta zakat atau khumus atau Baitul mal
atau yang lainnya. Maka hadits ini mengecualikan keumuman dalil-dalil yang
melarang meminta-minta.” (Aunul Ma’bud: 5/34).
Sekarang timbul pertanyaan: Bagaimana
jika pemerintah mendapatkan pemasukan dari pajak dan selainnya seperti bunga
bank dan sebagainya? Apakah pemberiannya boleh kita terima? Seperti gaji PNS
dan lain-lain?
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
وكان بعضهم يقول
يحرم قبول العطية من السلطان وبعضهم يقول يكره وهو محمول على ما إذا كانت العطية
من السلطان الجائر والكراهة محمولة على الورع وهو المشهور من تصرف السلف والله
أعلم والتحقيق في المسألة أن من علم كون ماله حلالا فلا ترد عطيته ومن علم كون
ماله حراما فتحرم عطيته ومن شك فيه فالاحتياط رده وهو الورع ومن اباحه أخذ بالأصل
قال بن المنذر واحتج من رخص فيه بأن الله تعالى قال في اليهود سماعون للكذب أكالون
للسحت وقد رهن الشارع درعه عند يهودي مع علمه بذلك وكذلك أخذ الجزية منهم مع العلم
بأن أكثر أموالهم من ثمن الخمر والخنزير والمعاملات الفاسدة
“Sebagian ulama menyatakan haramnya
pemberian dari pemerintah. Sebagian yang lainnya menyatakan makruhnya.
Keharaman dipahami jika itu merupakan pemberian dari penguasa yang zhalim.
Kemakruhan dipahami atas sikap wara’ dan inilah yang masyhur dari sikap
As-Salaf. Wallahu a’lam. Tahqiq dari masalah ini adalah bahwa pemerintah yang
diketahui keadaan hartanya yang halal maka pemberiannya jangan ditolak. Dan
pemerintah yang diketahui keadaan hartanya yang haram maka pemberiannya haram
diterima. Dan pemerintah yang diragukan hartanya maka keadaan hati-hati adalah
menolaknya dan itulah sikap wara’.
Para ulama yang memperbolehkan
menerima pemberian penguasa berpegang pada hukum asal (yaitu hadits di atas,
pen). Ibnul Munzhir menyatakan: “Ulama yang memberikan rukhsah untuk meminta
dan menerima pemberian penguasa berdalil dengan firman Allah bahwa orang yahudi
itu banyak mendengar kedustaan dan banyak memakan harta haram.[1] Tetapi
Rasulullah e sendiri menggadaikan baju besinya kepada orang yahudi (untuk
mendapatkan gandum)[2] padahal beliau mengetahui praktik haram si yahudi
tersebut. Demikian pula memungut Al-Jizyah dari mereka[3] padahal diketahui
bahwa kebanyakan harta mereka adalah dari hasil penjualan khamer, babi dan
muamalah yang rusak.” (Fathul Bari: 3/338).
Sehingga hukum asal menerima beasiswa
dan gaji bagi PNS adalah halal.
https://sulaifi.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar