Jangan Jadi Pengangguran
Yang Mampu Kerja, Wajib Mencari Nafkah
Allah Ta’ala
berfirman,
لِيُنْفِقْ
ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا
آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
“Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa
yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ath-Thalaq: 7).
Adapun
urutan mendahulukan nafkah pada istri daripada kerabat lainnya tidak disebutkan
dalam Al-Qur’an. Hal ini disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dari Jabir
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ
فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ
أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ
فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ
“Mulailah
dari dirimu sendiri. Sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya dari itu untuk
keluargamu (anak dan istrimu). Selebihnya lagi dari itu untuk kerabat dekatmu.
Selebihnya lagi dari itu untuk tujuan ini dan itu yang ada di hadapanmu, yang
ada di kanan dan kirimu.” (HR. Muslim, no. 997)
Berdosa
Jika Enggan Mencari Nafkah
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا
أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Seseorang
cukup dikatakn berdosa jika ia melalaikan orang yang ia wajib beri nafkah.”
(HR. Abu Daud, no. 1692. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ingat,
Mencari Nafkah itu Berpahala
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى
سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ
بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا
الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar
yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan
untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau
keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau
nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan
yang disebutkan tadi, pen.).” (HR. Muslim no. 995).
Imam Nawawi
membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba
sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk
mereka.” Dalam Syarh Muslim (7:82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada
keluarga itu lebih afdal dari sedekah yang hukumnya sunnah”.
Menganggur Juga Akan Ditanya
Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ
عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا
أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki
seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai:
(1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3)
hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai
tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi, no. 2417, dari Abi Barzah
Al-Aslami. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Pasrah
(Tawakkal) Bukan Berarti Malas Kerja
Allah memang yang memberi rezeki sebagaimana
firman-Nya,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي
الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak
ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya.” (QS. Hud: 6). Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan, “Namun hal ini
bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha dan bersandar pada apa yang diperoleh
makhluk lainnya. Meninggalkan usaha sangat bertentangan dengan tawakkal itu
sendiri.” (Fath Al-Bari, 11: 305)
Imam Ahmad
pernah ditanyakan mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di
masjid. Orang yang duduk-duduk tersebut pernah berkata, ”Aku tidak mengerjakan
apa-apa. Rezekiku pasti akan datang sendiri.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
”Orang ini sungguh bodoh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah
bersabda,
إِنَّ اللَّه جَعَلَ رِزْقِي
تَحْت ظِلّ رُمْحِي
“Allah
menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku.”(HR. Ahmad, dari Ibnu ‘Umar.
Sanad hadits ini shahih sebagaimana disebutkan Al ‘Iroqi dalam Takhrij
Ahaditsil Ihya’, no. 1581. Dalam Shahih Al Jaami’ no. 2831, Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seandainya kalian betul-betul
bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana
burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan
lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung
tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari
rezeki. Para sahabat pun berdagang. Mereka pun mengolah kurma. Yang patut
dijadikan qudwah (teladan) adalah mereka (yaitu para sahabat).” (Fath Al-Bari,
11:305)
Tips
Mencari Kerja
1- Pahamilah, Setiap Jiwa Tidak Akan Mati
Sampai Rezekinya Sempurna
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ
فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ،
فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ
اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ
يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya
ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak
akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya.
Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki.
Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara
bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh
kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah, 8:129 dan
Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah
Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).
2- Cari
Pekerjaan yang Halal, Jauhi yang Haram
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى
تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا
فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat
manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam
mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia
benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya.
Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari
rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang
haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ
يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ
يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ
وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang
telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu.
Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Rabbku, wahai
Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang
haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka
bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?” (HR. Muslim no. 1015)
3- Cari
Berkah dalam Pekerjaan, Bukan Besarnya Gaji
Ada sahabat yang pernah bertanya pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ
قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Wahai
Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda,
“Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad, 4:141, hasan lighoirihi)
Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata,
وَالقَلِيْلُ مِنَ الحَلاَلِ
يُبَارَكُ فِيْهِ وَالحَرَامُ الكَثِيْرُ يَذْهَبُ وَيَمْحَقُهُ اللهُ تَعَالَى
“Rezeki
halal walau sedikit, itu lebih berkah daripada rezeki haram yang banyak. Rezeki
haram itu akan cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya.” (Majmu’ah
Al-Fatawa, 28:646)
4- Jauhkan
Diri dari Pekerjaan Meminta-Minta
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ
مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Jika
seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari
kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari, no. 1474 dan
Muslim, no. 1040)
Dari Hubsyi
bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ
فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barangsiapa
meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara
api.” (HR. Ahmad, 4:165. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata bahwa hadits ini
shahih dilihat dari jalur lain)
Patut
dipahami bahwa orang miskin yang sebenarnya adalah seperti yang disebutkan
dalam hadits dari Abu Hurairah berikut, ia berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى
تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ
لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“Namanya
miskin bukanlah orang yang tidak menolak satu atau dua suap makanan. Akan
tetapi miskin adalah orang yang tidak punya kecukupan, lantas ia malu atau
tidak meminta dengan cara mendesak.” (HR. Bukhari, no. 1476). Orang miskin
berarti bukan pengemis. Orang miskin adalah yang sudah bekerja, namun tetap
belum mencukupi kebutuhan pokoknya.
5- Cari
Pekerjaan yang Tidak Menyengsarakan Orang Lain
Ada salah satu pekerjaan yang terlarang yaitu
menimbun barang sehingga mematikan stok barang di pasaran, terutama untuk
barang kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat banyak. Dalam hadits
disebutkan,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ
خَاطِئٌ
“Tidak
boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR.
Muslim no. 1605).
Apa hikmah
terlarangnya menimbun barang?
Imam Nawawi
berkata, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudarat
bagi khalayak ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 43).
6- Banyak
Doa Supaya dapat Rezeki yang Halal
Cobalah terus meminta pada Allah untuk
mendapatkan pekerjaan yang halal sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ajarkan berikut ini,
اللَّهُمَّ اكْفِنِى
بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“ALLAHUMAK-FINII
BI HALAALIKA ‘AN HAROOMIK, WA AGH-NINIY BI FADHLIKA ‘AMMAN SIWAAK” (artinya: Ya
Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan
cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu). (HR.
Tirmidzi, no. 3563, hasanmenurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh
Al-Albani).
Kalau Sudah
Jadi Pegawai
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ
أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya
Allah memerintahkan kepada kalian untuk menunaikan amanat kepada yang berhak.”
(QS. An-Nisaa’: 58).
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ
ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah
amanat pada orang yang memberikan amanat padamu dan janganlah mengkhianati
orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Daud, no. 3535; Tirmidzi, no. 1264; dan Ahmad 3:414, shahih).
Kalau Jadi
Bendahara, Juga Amanat
Dari Abu Musa Al Asy’ari, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,beliau bersabda,
الْخَازِنُ الْمُسْلِمُ
الأَمِينُ الَّذِى يُنْفِذُ – وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِى – مَا أُمِرَ بِهِ
كَامِلاً مُوَفَّرًا طَيِّبٌ بِهِ نَفْسُهُ ، فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِى أُمِرَ
لَهُ بِهِ ، أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْنِ
“Bendahara
muslim yang diberi amanat ketika memberi sesuai yang diperintahkan untuknya
secara sempurna dan berniat baik, lalu ia menyerahkan harta tersebut pada orang
yang ia ditunjuk menyerahkannya, maka keduanya (pemilik harta dan bendahara
yang amanat tadi) termasuk dalam orang yang bersedekah.” (HR. Bukhari, no. 1438
dan Muslim, no. 1023).
Jadi
Al-Qawiy Al-Amin
Allah Ta’ala berfirman,
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا
أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
(QS. Al-Qashshash: 26).
Kata Syaikh
As-Sa’di dalam Taisir Al-Lathif Al-Mannan, hlm. 191:
1-
Al-qowiy, yaitu memiliki kapabilitas (kompentesi yang baik) dan pandai untuk
menjaga amanat, dan juga melakukan hal-hal yang mendukung sehingga pekerjaan
bisa sempurna.
2-
Al-amiin, yaitu tahu akan kewajiban sebagai orang yang diserahi amanat.
Semoga
Allah mudahkan kita dalam rezeki yang halal.
—
Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc.
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar