Sedekah Saat Susah
Ada yang hanya sedikit dalam bersedekah, namun pahalanya
berlipat. Bahkan ada yang pahalanya berlipat ketika susah namun masih
bersedekah. Ada yang bersedekah dengan 1 dirham lalu bisa mengalahkan sedekah
dengan 100 ribu dirham.
Sedekah Saat Susah
Dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al Khots’ami,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya sedekah mana yang
paling afdhol. Jawab beliau,
جَهْدُ
الْمُقِلِّ
“Sedekah
dari orang yang serba kekurangan.” (HR. An Nasai no. 2526. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits di
atas ada beberapa tafsiran. Ada ulama yang mengatakan maksudnya adalah
keutamaan sedekah saat susah. Ada yang mengatakan bahwa sedekah tersebut
dilakukan dalam keadaan hati yang senantiasa “ghina” yaitu penuh kecukupan. Ada
juga yang mengatakan maksudnya adalah bersedekah dalam keadaan miskin dan sabar
dengan kelaparan. (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 4: 227)
Dalam
hadits disebutkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ
أَلْفِ دِرْهَمٍ قَالُوا وَكَيْفَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ تَصَدَّقَ
بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عُرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ مِائَةَ
أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا
Dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham dapat
mengungguli seratus ribu dirham“. Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa
terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua
dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang
memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus
ribu dirham untuk disedekahkan.” (HR. An Nasai no. 2527 dan Imam Ahmad 2: 379.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Apakah
Tidak Kontradiksi?
Sedekah
yang paling afdhol adalah sedekah ketika orang penuh kekurangan, itulah yang
dapat dipahami dari hadits di atas. Padahal hadits yang berbunyi,
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ
عَنْ ظَهْرِ غِنًى
“Sebaik-baik
sedekah adalah dari orang yang banyak harta.” (HR. Bukhari no. 1426 dan Muslim
no. 1034).
Penulis
‘Aunul Ma’bud mengatakan bahwa yang dimaksud hadits di atas adalah sebaik-baik
sedekah dilihat dari keadaan setiap orang, kuatnya ia bertawakkal dan lemahnya
keyakinan. Adapula yang memaksudkah bahwa yang dimaksud adalah sedekah dari
orang yang hatinya senantiasa merasa cukup. Dimaknakan demikian supaya tidak
bertentangan dengan hadits sebelumnya.
Jadi
intinya, sedekah itu dilihat dari keluasan rezeki setelah mengeluarkan nafkah
yang wajib pada keluarga. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا
يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
“Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari
keperluan.” (QS. Al Baqarah: 219). Al ‘afwu dalam ayat di atas bermakna sedekah
itu di luar kebutuhan pokok (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu
Katsir, 2: 145).
Hanya Allah
yang memberi taufik.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar