Keutamaan menjaga
shalat sunnah qabliyah subuh
Shalat sunnah dua raka’at qabliyah subuh, atau disebut
juga shalat sunnah fajar [1], termasuk di antara shalat sunnah yang ditekankan
untuk senantiasa dikerjakan. Shalat ini memiliki keutamaan yang besar,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رَكْعَتَا
الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua
raka’at fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga senantiasa menjaga pelaksanaannya, meskipun
beliau dalam kondisi safar (perjalanan jauh), yang menunjukkan betapa
pentingnya menjaga pelaksanaan shalat sunnah yang satu ini.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
عَرَّسْنَا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ نَسْتَيْقِظْ حَتَّى طَلَعَتِ
الشَّمْسُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِيَأْخُذْ
كُلُّ رَجُلٍ بِرَأْسِ رَاحِلَتِهِ؛ فَإِنَّ هَذَا مَنْزِلٌ حَضَرَنَا فِيهِ
الشَّيْطَانُ . قَالَ: فَفَعَلْنَا، فَدَعَا بِالْمَاءِ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَلَّى
سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَصَلَّى الْغَدَاةَ
“Kami tidur
untuk istirahat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terbangun
ketika matahari telah terbit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Hendaknya tiap orang berpegangan dengan tunggangannya. Sesungguhnya
tempat ini didatangi oleh setan.” Abu Hurairah berkata lagi, “Kami pun
melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meminta
air untuk berwudhu. Lalu beliau mengerjakan shalat (sunnah) dua raka’at. Iqamah
kemudian dikumandangkan, dan beliau pun mengerjakan shalat subuh.” (HR.
An-Nasa’i no. 623, shahih)
Ibnul
Qayyim rahimahullahu Ta’ala berkata,
“Di antara
petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar adalah meng-qashar
(meringkas) shalat, dan tidak terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi
mengerjakan shalat sunnah sebelum atau sesudah shalat wajib, kecuali shalat
sunnah witir dan shalat sunnah fajar. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah meninggalkan keduanya, baik dalam kondisi safar atau pun
tidak safar (muqim).” (Zaadul Ma’aad, 1: 473)
Jika
terlewat mengerjakan shalat sunnah qabliyah subuh sebelum shalat subuh
Lalu,
bagaimana jika seseorang terlewat mengerjakan shalat sunnah dua raka’at sebelum
subuh ini? Misalnya, seseorang yang bangun agak terlambat dan ketika sampai di
masjid, dia mendapati shalat jama’ah subuh sudah didirikan, atau sebab-sebab
lainnya yang menyebabkan seseorang terlewat mengerjakan pada waktunya (sebelum
shalat subuh).
Dalam
kondisi tersebut, syariat memperbolehkan untuk mengqadha’ pelaksanaan shalat
sunnah qabliyah subuh tersebut. Qadha’ adalah melaksanakan suatu jenis ibadah
di luar waktu yang sudah ditentukan untuk ibadah tersebut. Misalnya, seseorang
tertidur sehingga terlewat shalat dzuhur dan terbangun ketika waktu ashar. Maka
orang tersebut meng-qadha’ shalat dzuhur di waktu ashar.
Adapun
qadha’ untuk shalat sunnah qabliyah subuh, terdapat dua waktu yang terdapat
penjelasannya dari sunnah, yaitu:
Pertama,
waktu yang utama
Waktu yang
utama untuk meng-qadha’ shalat sunnah qabliyah subuh adalah setelah matahari
terbit. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيِ
الفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Barangsiapa
yang belum melaksanakan shalat dua raka’at fajar, maka hendaklah mengerjakannya
setelah matahari terbit.” (HR. Tirmidzi no. 423, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Ke dua,
waktu yang diperbolehkan
Dzahir
hadits di atas menunjukkan bahwa qadha’ shalat sunnah qabliyah subuh tersebut
harus menunggu sampai matahari telah terbit. Akan tetapi, terdapat hadits lain
yang menunjukkan bahwa diperbolehkan jika ingin meng-qadha’ shalat tersebut
langsung setelah selesai mendirikan shalat subuh.
Diriwayatkan
dari Qais bin Qahd radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ
الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: مَهْلًا يَا قَيْسُ، أَصَلَاتَانِ مَعًا ، قُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ:
فَلَا إِذَنْ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar (dari rumah), lalu iqamah pun dikumandangkan.
Aku shalat subuh bersama beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berlalu, dan menjumpai sedang shalat. Rasulullah bersabda, “Wahai Qais!
Bukankah Engkau shalat (subuh) bersama kami? Aku menjawab, “Iya, wahai
Rasulullah. Sesungguhnya aku tadi belum mengerjakan shalat sunnah dua raka’at
fajar.” Rasulullah bersabda, “Kalau begitu silakan.” (HR. Tirmidzi no. 422,
dinilai shahih oleh Al-Albani)
Hadits ini
menunjukkan bolehnya meng-qadha’ shalat sunnah fajar setelah mengerjakan shalat
subuh. Sehingga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
dalam Shahih Muslim di atas dimaknai sebagai perintah anjuran, atau menunjukkan
waktu manakah yang lebih utama.
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.Or.Id
Catatan kaki:
[1] Sebagian orang menyangka bahwa “shalat sunnah fajar”
adalah shalat sunnah khusus yang dikerjakan sebelum fajar terbit. Pemahaman ini
keliru, karena yang dimaksud “shalat sunnah fajar” adalah shalat sunnah
qabliyah subuh, yaitu shalat sunnah yang dikerjakan setelah terbit fajar dan
sebelum mendirikan shalat subuh.
Referensi:
Bughyatul mutathawwi’ fi shalat at-tathawwu’, karya
Syaikh Muhammad ‘Umar bin Saalim Bazmul, hal. 35-37 (penerbit Daar
Al-Istiqamah, cetakan pertama, tahun 1431).
0 komentar:
Posting Komentar