Terapi Herbal Dalam Al-Quran dan Kaitannya Dengan
Kedokteran Modern
Herbal atau phytomedicine adalah Praktik pengobatan
tradisional yang menggunakan bahan tumbuhan untuk preventef atau terapi.[1]
Dengan pengertian ini maka ada bagian dari thibbun nabawi yang disebut herbal
semisal habbatus sauda. Akan tetapi secara konsep thibbun nabawi berbeda dengan
herbal. Saat ini yang sedang berkembang dan digunakan luas adalah kedokteran
modern. Secara umum metode pengobatan apapunprinsipnya sama sehingga antara herbal,
thibbun nabawi dan kedokteran modern memilik kaitan, tidak bertentangan dan
bahkan bisa dikolaborasikan.
Pengobatan dengan prinsip “back to nature” kembali marak
akhir-akhir ini. Pengobatan dengan herbal dan thibbun nabawi menjadi sering
kita dengar di media masa, dunia maya, seminar-seminar dan dilakukan oleh
praktisi. Alhamdulillah, hal ini merupakan kebaikan, karena berobat dengan
herbal dan thibbun nabawi yang alami dan diramu oleh ahlinya dengan cara yang
benar lebih baik, berobat dengan bahan alami serta mengamalkan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan maraknya hal ini, maka kita temui banyak toko-toko
yang menjual herbal dan bahan thibbun nabawi, banyak praktisi membuka semacam
praktek, kemudian tidak kalah juga di dunia maya bermunculan toko dan lapak
on-line yang menawarkan hal ini. Akan tetapi yang perlu kita luruskan dalam hal
ini adalah, para penjual yang menawarkan belum mengetahui perbedaan antara
thibbun nabawi dan herbal. Beberapa herbal disebut sebagai thibbun nabawi sehingga
pembeli merasa yakin bahwa ini adalah pengobatan yang mujarab dan manjur karena
merupakan wahyu. Contoh lainnya juga, misalnya ada ramuan herbal tertentu,
kemudian sekedar ditambahkan dengan madu dan habbatus sauda, maka ini diklaim
sebagai thibbun nabawi.
DOKTER, AHLI HERBAL, AHLI THIBBUN NABAWI SAMA BAIKNYA
ASALKAN AHLI, BERILMU DAN BERPENGALAMAN
Sebagian orang bingung ketika berobat, ada yang
menyarankan ke dokter atau ke ahli herbal atau harus ngotot pakai thibun
nabawi. Kebingungan bertambah ketika ada berita kalau ke dokter nanti dikasi
obat kimia yang berbahaya, belum lagi metodenya kebanyakan dari orang kafir.
Begitu juga dengan herbal, ada info nanti herbalnya palsu, tidak terstandar,
dicampur “obat dewa” kortikosteroid, dan bisa jadi ahli herbalnya jadi-jadian,
baru pelatihan satu dua kali udah buka
praktek, apa ada pengalaman mendiagnosis? Begitu juga dengan info thibbun
nabawi. Bisa jadi orangnya belum
menguasai penuh, apalagi harus ada unsur keimanan baru sembuh, misalnya hanya
baca Al-Fatihah bisa sembuh dari kalajengking. Belum lagi sebagian kecil
kalangan yang tidak bertanggung jawab memasukkan semua metode ke dalam thibbun
nabawi, padahal itu bukan thibbun nabawi (misalnya ramuan tertentu).
Jadi pilih yang mana? Ke mana kita harus berobat
Semuanya baik asalkan Ahli, Berilmu Dan Berpengalaman
Dokter, ahli herbal
dan hali thibbun nawabi sama baiknya asalkan pengobatan dilakukan oleh
ahlinya. Untuk dokter, maka mereka sudah ada pendidikan resmi, bertahap dan
diterapkan di semua negara dengan standar yang hampir sama. Mereka sudah
belajar dan diuji apakah sudah layak untuk melakukan pengobatan atau tidak.
Sedangkan untuk herbalis, sampai sekarang belum ada resmi
dan diakui oleh pemerintah, misalnya sekolah herbal atau perguruan tinggi dengan
jurusan herbal. Dengan kurikulum terstandar dan teruji. Inilah yang membuat
herbal agak kurang diminati oleh orang. Akan tetapi cukup banyak kita temukan
herbalis yang benar-benar pengalaman, sudah belajar dengan waktu yang cukup
lama walapun tidak formal dan sudah berpengalaman. Untuk herbalis seperti ini,
baik juga untuk pengobatan, bahkan ada metode pengobatan yang belum ditemukan
dalam kedokteran modern ternyata ada metode pengobatannya oleh herbalis
terpercaya. Begitu juga dengan ahli thibbun nabawi.
Demikian jugalah yang ditetapkan oleh agama Islam yang
mulia ini. Praktek kedokteran harus dilakukan oleh ahlinya dan sudah
berpengalaman
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ قَبْلَ ذَلِكَ فَهُوَ ضَامِنٌ
“Barang
siapa yang melakukan pengobatan dan dia tidak mengetahui ilmunya sebelum itu
maka dia yang bertanggung jawab.”[2]
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata,
أنه لا يحل لأحد أن يتعاطى
صناعة من الصناعات وهو لا يحسنها ، سواء كان طبا أو غيره ، وأن من تجرأ على ذلك ،
فهو آثم . وما ترتب على عمله من تلف نفس أو عضو أو نحوهما ، فهو ضامن له
“Tidak boleh bagi seseorang melakukan suatu
praktek pekerjaan dimana ia tidak mumpuni dalam hal tersebut. Demikian juga
dengan praktek kedokteran dan lainnya. Barangsiapa lancang melanggar maka ia
berdosa. Dan apa yang ditimbulkan dari perbuatannya berupa hilangnya nyawa dan
kerusakan anggota tubuh atau sejenisnya, maka ia harus bertanggung jawab.”[3]
Ulama
sekaligus dokter terkenal di zamannya, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu
berkata,
فإيجابُ الضمان على الطبيب
الجاهل، فإذا تعاطى عِلمَ الطِّب وعمله، ولم يتقدم له به معرفة
“Maka wajib
mengganti rugi [bertanggung jawab] bagi dokter yang bodoh jika melakukan
praktek kedokteran dan tidak mengetahui/mempelajari ilmu kedokteran
sebelumnya”[4]
Managemen
terapi harus sesuai dosis dan indikasi
Demikian
juga dengan obat yang digunakan, haruslah seorang dokter atau herbalis tahu
benar obat dan herbal tersebut, bagaimana indikasinya, untuk penyakit apa
(tentunya ia harus mampu mendiagnosis), tahu campurannya, tahu efek sampingnya
dan sebagainya,
Ibnu hajar
Al-Asqalani rahimahullahu berkata,
فقد اتفق الأطباء على أن
المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير
وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم
يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر
“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan
suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu,
jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik…karena
obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang
maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat
menimbulkan bahaya yang lain.”[5]
KEDOKTERAN
MODERN TIDAK BERTENTANGAN DENGAN HERBAL APALAGI THIBBUN NABAWI
Ada
sebagian kecil kaum muslimin yang masih kurang memahami prinsip herbal dan
thibbun nabawi. Mereka terlalu kaku dan keras, atau bisa jadi ada kepentingan
dunia dan bisnis dibalik hal ini. Mereka salah paham mengenai pengobatan
khususnya thibbun nabawi dan kedokteran barat modern. Kesalahpahaman tersebut
berdampak timbul angapan bahwa kedokteran barat modern bertentangan semua
dengan thibbun nabawi, sikap anti total terhadap pengobatan barat modern, kemudian
jika memilih pengobatan selain thibbun nabawi berarti tidak cinta kepada sunnah
serta dipertanyakan keislamannya. Padahal kedokteran barat modern bisa
dikombinasikan dengan thibbun nabawi atau dipakai bersamaan. Dan juga ada beberapa tulisan-tulisan
mengenai hal ini yang menyebar melalui dunia nyata dan dunia maya. Oleh karena
itu, dengan mengharap petunjuk dari Allah Ta’ala kami mencoba mengangkat tema
ini.
Beberapa
kesalahpahaman
Ada yang
beranggapan bahwa jika sakit seseorang harus bahkan wajib berobat dengan
thibbun nabawi, kemudian ditambah lagi dengan adanya anggapan yang kurang benar
mengenai kedokteran modern misalnya,
– Berasal
dari orang kafir
–
Menggunakan bahan kimia yang Hanya berbahaya bagi tubuh
-Jika tidak
menggunakan pengobatan nabawi berarti tidak memilih pengobatan nabawi dan tidak
mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaii wa sallam.
Berikut
contoh kasus yang kami temui langsung
Contoh pertama:
Seorang
senior kami penuntut ilmu agama, ia sudah terkena demam cukup tinggi selama
tiga hari, di tambah batuk dan pilek. Tetapi beliau tidak mau mengkonsumsi
obat-obat kimia dari kedokteran barat, apalagi konsultasi ke dokter. Beliau
hanya mengkomsumsi madu dan habbatus sauda selama sakit, akan tetapi
qaddarullah, Allah belum berkehendak memberikan kesembuhan kepadanya, kemudian
ustadz kami menanyakan kepada beliau kenapa tidak periksa ke dokter. Saya
(penulis) juga sempat berdiskusi dengan beliau, saya berkata, mengapa tidak
dikombinasi saja pengobatannya minum obat kedokteran barat dengan minum madu
dan habbatus sauda. Karena demam tinggi jika tidak diobati akan berdampak cukup
serius bagi tubuh. Dengan mengkonsumsi obat penurun panas sederhana seperti
paracetamol maka demam tubuh bisa turun dan kondisi tubuh bisa lebih stabil
untuk melakukan upaya peyembuhan sendiri melalui imunitas tubuh.
Contoh
kedua:
Ada
seseorang yang berkata kepada saya (penulis) ketika membicarakan tentang diare,
ia mengatakan jika seorang anak diare, tidak perlu dibawa ke dokter, cukup
diberi campuran air minum plus madu maka diarenya bisa sembuh. Ia membuktikan
bahwa anaknya sembuh dengan terapi tersebut. Kemudian ia berkata, jika di bawa
ke dokter nanti malah di infus seperti anak temannya, anaknya kesakitan
disuntik infus kemudian butuh biaya juga buat infus.
Menngenai
hal ini saya ingin menjelaskan bahwa dalam ilmu kedokteran modern, anak diare
dan mengalami dehidrasi tidak langsung
dipasang infus akan tetapi diterapi sesuai dengan tingkat dehidrasinya. Dalam
kedokteran modern dehidrasi diare ada tiga derajat berdasarkan gejalanya:
1 . tanpa
dehidrasi (kehilangan cairan <5% Berat badan)
dehidrasi
ringan sedang (kehilangan cairan 5%-10% Berat badan)
dehidrasi
berat (kehilangan cairan >10% Berat badan)
(lihat
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak hal. 50, IDAI, 2004)
Untuk
terapinya, diare tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan sedang diterapi dengan
cairan oral, yaitu diberi minum seperti biasa (jika masih bisa minum) dengan
menggunakan ukuran tertentu khususnya setelah diare dan muntah. Dan terapi
dengan air minum plus madu adalah terapi yang tepat dalam kasus ini.
Akan tetapi
pada kasus dehidrasi berat pada anak, terlebih lagi jika anak muntah-muntah
dan tidak bisa minum karena pengaruh
penyakitnya maka jalan terakhir adalah penggantian cairan melalui infus. Karena
dehidrasi berat pada anak cukup berbahaya jika dibiarkan lama, bisa menyebabkan
kematian, terlebih lagi pada anak yang umurnya masih beberapa bulan.
Maka yang
perlu kami sorot dalam kasus ini adalah, sikap anti total terhadap kedokteran
barat modern dan seolah-olah kedokteran barat itu bertentangan semuanya dengan
thibbun nabawi.
Memperbaiki
kesalahpahaman
Kami
mencoba memperbaiki kesalahpahaman tersebut dengan beberapa uraian
Kedokteran
modern berasal dari barat
anggapan
semakin kuat dengan orang barat yang notabenenya kafir pasti meinginkan
kehancuran bagi umat islam dan ada makar ingin menggantikan pengobatan nabawi
pada umat islam. Maka hal ini terlalu jauh berpikir ke arah sana.
Perlu
diketahui bahwa kedokteran barat modern yang sekarang merupakan pegembangan
dari kedokteran yang dahulunya dikembangkan dan ditemukan oleh orang Islam dan
para tabib cendikiawan muslim yaitu disaat Islam mencapai puncak kejayaannya
dengan kemajuan ilmu pengetahuan di saat itu seperti kejayaan saat dinasti
Abbasiyah. Tehnik pengobatan yang dkembangkan oleh tabib cendikiawan muslim
bahkan hampir dipakai di seluruh dunia. Dan banyak dokter dan tabib dari negara
lain yang datang belajar kepada tabib muslim saat itu.
Kemudian di
saat dinasti Abbasiyah runtuh, maka orang-orang kafir yang menggulingkan
dinasti Abbasiyah mengambil semua ilmu dan menguasai perpustakaan sumber ilmu.
Kemudian mereka orang-orang kafir berlomba-lomba mengklaim diri mereka dan
mengumumkan kepada dunia bahwa mereka sebagai penemu teori dan ilmu pengetahuan
di saat itu, padahal tidak sedikit dari mereka yang hanya mencontoh total
penemuan ilmu pengetahuan yang sudah ditemukan sebelumnya oleh cendikiawan
muslim. Termasuk dalam hal ini ilmu kedokteran. Sehingga tidak benar sepenuhnya
kedokteran barat adalah hasil usaha mereka dan berasal dari orang kafir barat.
Kita bisa
membaca sejarah bagaimana tabib cendikiawan muslim dahulunya dengan kitab-kitab
pedoman kedokteran karangan mereka dan buku-buku mereka bahkan ada yang menjadi
pegangan kedokteran barat sampai saat ini. Sebutlah tabib muslim seperti
Muhammad bin Zakaria Al-Razi di barat
dikenal dengan Razes, ahli bedah
Al-Zahrawi dikenal dengan Abulcasis, Ibnu Rusdy atau Averroes, Ibnu
El-Nafis, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dan
masih banyak yang lainnya.
Kemudian
walaupun pengembangan selanjutnya dilakukan oleh ilmuan barat yang notabenenya
kafir, maka kita tidak semata-mata langsung berpikiran negatif dan tidak
berlaku adil kepada mereka. Jika memang ilmu kedokteran tersebut bermanfaat dan
benar maka kita perlu juga mempelajarinya dan bisa menggunakannya. Sebagaimana
fasilitas saat ini seperti mobil, kereta, pesawat dan alat-alat elektronik
lainnya. Kita tetap harus adil dalam menyikapi hal ini. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ
أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
“Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(Al-Mumtahah: 8)
Berkata
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy
rahimahullah,
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat
baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada
orang-orang musyrik, baik dari keluarga
kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan
selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa
kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka
dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” (Taisir
Karimir Rahmah hal. 819)
Menggunakan
bahan kimia yang HANYA berbahaya bagi tubuh
Memang obat-obat
kedokteran barat modern menggunakan bahan kimia. Tetapi bahan kimia yang
digunakan sudah diteliti dan sudah diatur dosisnya agar sesuai dengan terapi
yang diinginkan. Dan ini juga berlaku pada beberapa obat-obat alami dan thibbun
nabawi, jika dosis habbatus sauda berlebihan dikonsumsi maka akan berefek
negatif bagi tubuh karena habbatus sauda mengandung bahan aktif seperti
thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone (THQ) dan thymol
(THY).
Dalam
kedokteran barat modern dikenal ungkapan,
“ All
substances are poison. There is none that is not poison, the right dose and
indication deferentiate a poison and a remedy”
“semua
zat adalah (berpotensi menjadi) racun. Tidak ada yang tidak(berpotensi menjadi)
racun. Dosis dan indikasi yang tepat membedakannya apakah ia racun atau obat”
(toksikologi
hal. 4, Bag Farmakologi dan Toksikologi UGM, 2006)
Oleh karena
itu, kedokteran modern barat dalam teorinya tidak gegabah begitu saja dalam
memberikan terapi obat-obatan kimia. Tetapi sesuai dengan dosis dan indikasi
pengobatan. Jika penyakit dibiarkan dan lebih berbahaya, maka lebih baik
memkonsumsi obat bahan kimia yang walaupun juga asalnya berbahaya tetapi bisa
menyembuhkan dengan dosis yang tepat. Begitu juga dengan operasi pembedahan,
dilakukan sesuatu yang berbahaya bagi tubuh “merusaknya” dengan menyayat dan
membelah, tetapi ini demi kesembuhan. Prinsip ini diajarkan dalam Islam seusai
dengan kaidah fiqhiyah,
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما
” Jika ada
dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan “
Dan jika
kita kembali ke pengertian zat kimia, maka zat kimia itu ada yang alami dan ada
yang buatan. Obat-obatan pada kedokteran modern juga ada yang menggunakan bahan
kimia alami. Begitu juga dengan bahan thibbun nabawi seperti habbatus sauda
juga mengandung zat kimia aktif seperti thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ),
thymohydroquimone (THQ) dan thymol (THY) yang merupakan zat aktif. Zat kimia
aktif bisa lebih berbahaya jika mencapai dosis tertentu. Sehingga perlu juga
dilakukan penelitian mengenai dosis dan indikasinya atau pengobatan dengan
habbatus sauda di lakukan oleh ahlinya yang tahu metode pengobatan dan
berpengalaman. Kita percaya benar bahwa habbatus sauda adalah obat segala
penyakit, tetapi orang yang meramu dan melakukan pengobatannya juga harus ahli.
Sebagaimana pedang yang sangat tajam, tetapi untuk berfungsi dengan baik saat
peperangan misalnya perlu tangan terlatih yang menggunakannya.
Jika tidak
menggunakan pengobatan nabawi berarti tidak memilih pengobatan nabawi dan tidak
mengikuti sunnah
Ini adalah
pandangan kaku sebagian kecil saudara kita, perlu diketahui hukum asal berobat
adalah mubah karena ini adalah masalah dunia dan tidak berkaitan dengan ibadah.
Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,
الأصل في الأسياء الإباحة
“Hukum asal
sesuatu (perkara dunia) adalah mubah”
Begitu juga
dengan thibbun nabawi, akan tetapi jika bisa mendapat pahala jika melakukan
thibbun nabawi atas dasar kecintaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, karena perkara mubah bisa menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Selaras dengan kaidah fiqhiyah,
الوسائل لها أحكام المقاصد
“hukum
wasilah (perkara mubah) sesuai dengan hukum tujuan”
Oleh karena
itu seseorang boleh berobat dengan thibbun nabawi, boleh juga tidak dan jika ia
tidak menggunakan thibbun nabawi ia tidak berdosa dan tidak tercela. Ia menjadi
tercela jika tidak beriman dan tidak percaya keutamaan thibbun nabawi. Misalnya
tidak percaya, bahwa air zam-zam itu khasiatnya sesuai hajat peminumnya, tidak
percaya bahwa madu itu penyembuh bagi manusia (syifaa’un linnaas). Tidak
percaya bahwa habbatus sauda adalah obat segala penyakit dan lain-lain. Karena
dalil-dalil tersebut sahih.
Rasulullah
Rasulullah shalallahu ‘alaii wa sallam tidak diutus menjadi ahli pengobatan
Bisa kita
lihat dalam kisah hadist berikut,
“Dari
Sahabat Sa’ad mengisahkan, pada suatu hari aku menderita sakit, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku, beliau meletakkan
tangannya di antara kedua putingku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya
tangan beliau. Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya engkau menderita
penyakit jantung, temuilah Al-Harits bin Kalidah dari Bani Tsaqif, karena
sesungguhnya ia adalah seorang tabib. Dan hendaknya dia (Al-Harits bin Kalidah)
mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuh beserta biji-bijinya,
kemudian meminumkanmu dengannya.” (HR. Abu Dawud no.2072)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu ramuan obat yang sebaiknya diminum, akan
tetapi beliau tidak meraciknya sendiri tetapi meminta sahabat Sa’ad radhiallahu
‘anhu agar membawanya ke Al-Harits bin Kalidah sebagai seorang tabib. Hal ini
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tahu ramuan obat secara
global saja dan Al-Harits bin Kalidah sebagai tabib mengetahui lebih detail
komposisi, cara meracik, kombinasi dan indikasinya.
Jadi
pengobatan yang diberi petunjuk oleh Islam dalam thibbun nabawi bukan
satu-satunya cara untuk berikhtiar mencapai kesembuhan, metode pengobatan
lainnya juga bisa digunakan untuk mencapai kesembuhan atas izin Allah Ta’ala.
Terlebih lagi jika pengobatan sudah teruji dan terbukti melalui penelitian dan
eksperimen, artinya lebih banyak yang sembuh menggunakannya dari pada yang
tidak sembuh. Pengobatan lainnya seperti kedokteran cina, kedokteran Yunani dan
termasuk kedokteran barat modern saat ini.
Ada yang
tidak sembuh dengan thibbun nabawi
Mengapa
bisa tidak sembuh? Padahal jelas thibbun nabawi bahwa obat bagi segala macam
penyakit, penyembuh bagi manusia. Maka jawabannya cukup panjang jika
dijabarkan, namum di sini kita bahas beberapa aspek saja. semoga di lain
kesempatan kita bisa membahasnya dengan panjang lebar.
Salah satu
penyebab tidak sembuh adalah kurang tepat dalam:
-mendiagnosa
penyakit
-memilih
obat
-menggunakan
dosis obat
-menghindari
berbagai pantangan yang dapat menghambat kerja atau berkebalikan kerjanya
dengan obat
Sehingga
walaupun sudah pasti habbatus sauda adalah obat bagi segala macam penyakit dan
madu adalah penyembuh bagi manusia (syifaa’un linnaas), akan tetapi ini masih
bahannya saja, perlu kemampuan lagi untuk tepat dalam mendignosis penyakit,
memilih obat, menggunakan dosis obat, meraciknya dan mengkombinasi dengan obat
yang lainnya. Sehingga untuk lebih efektif pengobatannya lebih baik berkonsultasi
kepada ahlinya atau tabib.
Sementara
apa yang diterapkan pada kasus contoh 1
yang kami sebutkan di atas, hanya mengkonsumsi habbatus sauda dan madu secara
biasa (asal-asalan) dan dilakukan secara
mandiri tanpa tahu apa penyakitnya, bagaimana dosisnya dan bagaimana
racikannya. Ini juga yang dilakukan sebagian kecil saudara kita.
Begitu juga
dengan Al-Quran yang diturunkan sebagai penyembuh baik penyakit hati dan badan,
kita bisa contoh dalam hadits sahabat Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu
membacakan ruqyah Al-Fatihah kepada kepala suku yang tersengat kalajengking dan
atas izin Allah Ta’ala sembuh. Lalu ada yang pernah mencoba dengan pasien yang
sakit demam ringan tetapi qaddarullah tidak sembuh. Maka bukan Al-Qurannya yang
salah tetapi manusianya yang kurang Iman dan tawakkalnya. Ibaratnya thibbun
nabawi adalah sebuah pedang yang pasti tajam, akan tetapi pedang tajam tersebut
berguna dengan tepat jika dipegang oleh ahlinya.
Di zaman
ini di mana sangat sulit kita mendapatkan orang seperti sahabat Abu Said
Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, maka tidak menutup kemungkinan pengobatan lain
juga bisa digunakan seperti kedokteran barat modern dan pengobatannya juga bisa
dikombinasikan dan berjalan bersamaan.
CONTOH
PENERAPAN YANG PERLU KITA PERBAIKI BERSAMA
1.Apakah
Rumput Fatimah (herbal tradisional Arab)
bukan Thibbun Nabawi
Mungkin
kita pernah mendengar “rumput fatimah”? ya, ini cukup terkenal di beberapa
kalangan. Ketika umrah atau naik haji, tidak sedikit wanita yang sedang hamil
minta dibawakan oleh-oleh rumput fatimah. Katanya bisa membantu mempermudah
persalinan. Benarkah hal ini? Bagaimana secara medis?
Tidak ada
satupun hadits shahih mengenai rumput fatimah ataupun keutamaannya. Masarakat
awam banyak salah paham, hanya karena di namakan dengan “Fatimah” kemudian
banyak ditawarkan kepada jama’ah haji dan umrah. Bahkan dijadikan oleh-oleh,
maka banyak yang menganggap rumput fatimah adalah thibbun nabawi atau ada
keutamaannnya dalam Islam sebagaimana kurma dan air zam-zam. Oleh karenanya
kita sebaiknya berhati-hati dengan segala sesuatu yang dinisbatkan dengan
thibbun nabawi, bisa jadi ini merupakan jalan “pelaris dagangan” saja.
Oleh karena
kita perlu tahu Pengertian thibbun nabawi[6]
Ada
beberapa pengertian mengenai thibbun nabawi yang didefinisikan oleh ulama di
antaranya,
الطب النبوي هو هو كل ما ذكر
في القرآن والأحاديث النبوية الصحيحة فيما يتعلق بالطب سواء كان وقاية أم علاجا
Thibbun
nabawi adalah segala sesuatu yang disebutkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah yang
Shahih yang berkaitan dengan kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau
pengobatan.
Pendangan
secara medis
Setahu kami
belum ada penelitian yang valid mengenai rumput fatimah (nama lainnya Labisia
pumila). Tetapi ada beberap sumber yang menyatakan bahwa ternyata rumput
Fatimah mengandung hormon oksitoksin yang bisa merangsang kontraksi rahim.
Tentu ini
akan berbahaya jika diminum berlebihan tanpa dosis yang jelas dan arahan dari
ahli herbal yang berpengalaman. Beberapa sumbe menyatakan, sebaiknay diminum
ketika proses melahirkan, pada pembukaan kelahiran.
Yang salah
paham adalah wanita hamil meminumnya dengan tanpa dosis yang jelas dan ketika
belum saatnya melahirkan, akibatnya rahim akan kontraksi dan terkadang bisa
mengugurkan kandungan. Ini sudah cukup banyak kami temui kasus seperti ini.
Untuk lebih
amannya, sebaiknya dikonsultasikan dengan ahli herbal yang sudah berpengalaman.
Dan yang paling penting adalah jangan sampai kita beranggapan bahwa ini adalah
ajaran atau bagian dari Islam dan menganggapanya thibbun nabawi atau bahkan
menganggapnya memiliki barakah.
firman
Allah ta’ala,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولًا
“Janganlah
kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua pasti akan dimintai
pertanggungjawabannya.” (Qs. al-Isra’: 36)
2.Mengobati
demam dengan air
Dari nafi’,
dari ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن نافع، عن ابن عمر، أن
النبي صلى الله عليه وسلم قال: «إنما الحمى أو شدة من فيح جهنم، فأبردوها بالماء»
”Sesungguhnya
demam atau demam yang sangat adalah sebagian dari aroma neraka jahannam; maka
dinginkanlah ia dengan air”. [mutafaqun alaihi]
Dijelaskan
oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,
وقد أشكل هذا الحديث على كثير
من جهلة الأطباء، ورأوه منافيا لدواء الحمى وعلاجها، ونحن نبين بحول الله وقوته
وجهه وفقهه، فنقول: «خطاب النبي صلى الله عليه وسلم نوعان: عام لأهل الأرض، وخاص
ببعضهم، فالأول «كعامة خطابه، والثاني: كقوله: «لا تستقبلوا القبلة بغائط» . ولا
بول، ولا تسدبروها، ولكن شرقوا، أو غربوا» «2» ، فهذا ليس بخطاب لأهل المشرق
والمغرب ولا العراق، ولكن لأهل المدينة وما على سمتها، كالشام وغيرها. وكذلك قوله:
«ما بين المشرق والمغرب قبلة» » .وإذا عرف هذا، فخطابه في هذا الحديث خاص بأهل الحجاز،
وما والاهم، إذ كان أكثر الحميات التي تعرض لهم من نوع الحمى اليومية العرضية
الحادثة عن شدة حرارة الشمس وهذه ينفعها الماء البارد شربا واغتسالا
“Hadits ini
menimbulkan banyak masalah bagi dokter yang bodoh, yang memandangnya sabagai
peniadaan pengobatan bagi penyakit demam dan pencegahannya. Kami akan
menjelaskan -dengan daya dan kekuatan Allah- segi dan maknanya.
Maka kami
katakan: Seruan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam ada dua macam:
yang umum
bagi penduduk bumi
dan yang
khusus bagi sebagian mereka.
yang
pertama misalnya seruan baliau pada umumnya.
Dan yang
kedua seperti ucapan beliau:”Janganlah kamu menghadap kiblat dengan tahi dan
air kencing. Dan jangan pula kamu membelakanginya; akan tetapi menghadaplahh ke
timur atau ke barat”.Ini bukanlah seruan kepada penduduk timur atau penduduk
barat, juga bukan penduduk Irak. Tetapi ia adalah seruan kepada pendudukk
Madinah dan kawasan yang serupa dengannya seperti syiria dan yang lain. Juga ucapan baliau: “Apa yang ada diantara timur dan barat adalah kiblat”.Apabila yang
demikian diketahui, maka seruan beliau didalam hadits ini adalah khusus bagi
penduduk Hijaz dan siapa yang ada di sekitar mereka, sebab kebanyakan demam
yang menyerang mereka dari jenis demam matahari dan aksidental yang terjadi
karena terik sinar matahari. Dan ini dapat diatasi dengan air yang dingin, baik
minum atau pun mandi.”[7]
Ringkasnya
penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa perintah tersebut khusus untuk
penduduk Hijaz dan disekitar mereka karena umumnya penyebab demam di sana akibat
sengatan matahari yang sangat panas.
catatan
dalam ilmu
kedokteran mungkin kasus yang digambarkan dalam hadits adalah kasus sunburn
atau luka bakar matahari yang sudah kita ketahui semua, gejala-gejalanya
mengalami demam, panas-dingin, dan kelemahan dan bahkan pada saat yang langka
bisa menjadi syok (ditandai dengan tekanan darah yang sangat rendah, pusing,
dan sangat lemah).
Sedangkan
untuk terapinya:
-Kompres
air dingin bisa menyejukkan kulit yang terbakar
-pelembab
kulit
-Salep atau
lotion mengandung anestesi local (misalnya, benzocaine)
-Tablet
kortikosteroid juga bisa membantu meringankan peradangan tetapi digunakan hanya
untuk luka bakar yang sangat serius.
– Krim
antibiotik untuk luka bakar khusus diperlukan hanya untuk lepuhan berat.
Oleh
karenanya terapinya sejalan dengan kedokteran modern [Barat]. Kemudian jika
demam adalah demam dengan suhu tinggi mungkin akibat penyakit kemudian
diberikan air, bahkan ada yang bilang bila perlu dimandikan, maka ini bisa berbahaya bagi pasien.
Demikian
semoga bermanfaat
@Markaz
YPIA, Yogyakarta tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
0 komentar:
Posting Komentar