Agar Tetap
Tersenyum di Kala Sakit
Musibah sakit adalah “karunia”. Jika kita sabar
menerimanya, Allah akan mengampuni dan meringankan dosa –dosa kita
Agar Tetap Tersenyum di Kala Sakit
Bertawakal Setelah Berdoa, Jangan Tergesa Pengabulan-Nya
Hidayatullah.com–Manusia tidaklah selalu berada pada
kondisi yang fit dan sehat. Hampir setiap manusia pernah mengalami keadaan yang
namanya sakit. Karenanya, karunia berupa kesehatan selayaknya menjadikan
manusia semakin bersyukur kepada-Nya bukan menjadikan takabur, apalagi menjadi
kufur.
Sakit, hendakalah tidak dimaknai dengan berbagai macam
penafsiran negatif. Sebab hal ini justru akan menggiring kepada perasaan
su’udzan (buruk sangka) kepada Allah SWT, yang berakibat tidak saja
memperlambat kesembuhan tapi juga mengundang kemurkaan-Nya.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku menuruti
persangkaan baik para hamba kepadaku. Hendaklah ia berprasangka sekehendaknya.
Apabila ia berprasangka baik, maka akan baik, apabila ia berprasangka buruk
maka akan buruk pula.” (HR.Thabrani). Jika berbaik sangka kepada-Nya, maka
Insya Allah segala kesulitan akan menjadi mudah. Rasa sakit yang berat akan terasa
lebih ringan.
Memang, adakalanya penyakit itu menjadi cobaan, musibah,
ataupun adzab. Namun, sebaiknya manusia tidak terburu memandang secara negatif.
Hal yang perlu diperhatikan adalah mengambil hikmah dari semua itu. Setiap
penyakit, bisa diambil hikmah dan faedahnya untuk memperbaiki kualitas hidup.
Agar sakit tidak membuat stres tapi justru membahagiakan,
maka kita harus melakukan beberapa langkah;
Pertama, Husnudzan (berprasangka baik) pada Allah. Jika
kita berprasangka baik kepada-Nya, maka Allah SWT pun akan husnudzan kepada
kita. Hal ini yang kelak membawa konskuesi positif bagi kesehatan dan di
akhirat nanti rahmat-Nya dapat direngkuh. Husnudzan ini merupakan energi untuk
memulihkan kondisi si sakit.
Sebaliknya, bila kita menuduh Allah dengan hal-hal
negatif – Allah tidak kasihan, kejam dan tidak adil – maka rasa sakit itu bisa
bertambah parah. Sebab, menurut psikolog, orang sakit yang terus-terusan
dihantui perasaan negatif (negative thinking), akan memperkuat penyakitnya dan
memperlambat kesembuhan.
Kedua, menghambil hikmah dan introspeksi diri. Terkadang,
sakit mampu menyadarkan seorang hamba pada hakikat kehidupan. Mengubah manusia
menjadi sosok yang kata Rasulullah SAW hamba al-Kayyis (cerdas). Sebagaimana
yang perdah disabdakan oleh Rasulullah SAW, hamba yang cerdas adalah adalah
hamba yang meletakkan ibadah untuk akhirat menjadi prioritas utama dalam
hidupnya.
Tak jarang orang jahat atau ahli maksiat berubah menjadi
lebih religius setelah ia didera penyakit. Kesadaran ini terbangun setelah ia
bisa introspeksi diri. Musibah atau penyakit yang diderita hakikatnya teguran
Allah agar seseorang itu kembali kepada Allah. Suatu musibah yang dapat
menyadarkan itu jauh lebih baik dari pada kesehatan yang melalaikan.
Tentunya, hamba yang mampu menggali hikmah dibalik sakit
ini hanyalah hamba yang sabar dalam menghadapi serangan penyakit ini. Tanpa
sabar, seseorang tak akan mampu menyibak hikmah dan fadhilah (keutamaan)
penyakit yang dideritanya. Ia pun bahkan tidak dapat memperoleh apa-apa. Pahala
tidak, kesembuhan pun barangkali bakal lebih lama.
Tidaklah semua musibah yang kita pandang buruk, akan
buruk pula di sisi Allah SWT. Keburukan di benak manusia belum tentu kejelekan
di sisi Allah. “Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.
Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
Mengambil Hikmah
Selain akan membantu penyembuhan – dari sisi kesehatan,
positive thinking memiliki nilai tak terhingga dari pada sembuh itu sendiri.
Sebagian manusia barangkali memandang sakit sebagai sesuatu yang buruk. Tapi
bagi manusia beriman, sudut pandang negatif itu tidak mendapat tempat. Sakit,
baginya justru merupakan karunia. Inilah yang menyebabkan dia harus tetap
tersenyum bahagia, meski sedang sakit.
Bagi yang sedang sakit, janganlah bersedih, sebab
terdapat pahala yang lumayan besar bagi orang yang tertimpa sakit. Pertama,
Pahala dan Ridha Allah mengalir kepada orang yang sakit. Rasulullah SAW bersabda:
إن عظيم
الجزاء مع عظم البلاء، وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رضي فله الرضى ومن سخط
فله السخط
“Sesungguhnya
besar pahala itu seimbang dengan besarnya musibah. Apabila Allah mencintai
suatu kaum, maka ia akan mengujinya. Barangsiap yang ridha maka dia mendapat
keridhaan dan barangsiapa yang benci, maka baginya murka Allah.” (HR.Tirmidzi)
Menurut
hadis di atas, sakit adalah sebuah karunia. Sebab, kondisi itu adalah sebagai
bentuk rasa sayang Allah kepada hambanya. Selama sakit –jika sabar menerimanya
–dosanya akan diampuni. Dalam hadis yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Apabila
seorang hamba sakit atau sedang bepergian, maka pahalanya tetap ditulis seperti
ketika ia dalam keadaan sehat atau mukim.” (HR. Bukhari). Kesalahan-kesalah
yang pernah diperbuat Insya Allah juga akan dilebur oleh Allah SWT:
وما أصبكم من مصيبة فبما كسبت
أيديــكم ويعفوا عن كثير
“Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.” (QS.
Asy-Syuraa:30).
Oleh
karenyanya, orang sakit tidak perlu risau pahala ibadahnya berkurang. Seseorang
shalat dengan berbaring – pada saat sakit – pahalanya sama besar dengan shalat
orang normal. Allah SWT Maha Adil. Tidak akan membeda-bedakan pahala orang yang
ibadahnya ‘tidak normal’.
Kedua,
Sakit merupakan suatu kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:
من يـــرد الله خيرا يصب منه
“Barang
siapa yang dikehendaki Allah suatu kebaikan, maka Dia akan memberi orang itu
cobaan.” (HR. Bukhari). Kebenaran sabda beliau sudah sering dibuktikan. Coba
kita perhatikan betapa banyak orang yang fasiq, atau ahli maksiat, setelah
tertimpa penyakit tertentu ia bertobat kembali ke jalan yang benar. Saat sakit
mendera, ia bermuhasabah merenungi kehidupan dan menyadari segala kesalahan.
Bahkan banyak pula kisah orang masuk Islam setelah ia sembuh dari penyakit. Ini
merupakan kehendak Allah SWT kepada hambanya agar hambanya menjadi orang yang
baik. Dalam hal ini sakit menjadi pintu hidayah Allah SWT. Maka seyogyanya,
penderita sakit itu tidak stress dan depresi. Sebaliknya, patut disyukuri.
Sebab, boleh jadi sakit itu membawanya ke pintu hidayah.
Ketiga,
Meraih derajat yang tinggi. Dalam hadis dijelaskan bahwasanya cobaan itu dapat
mengantar kepada derajat yang tinggi. “Ada seorang hamba yang meraih kedudukan
mulia di sisi Allah bukan karena amalnya. Allah memberi cobaan dengan sesuatu
yang ia tidak sukai hingga ia dapat meraih derajat mulia tersebut.” (HR. Abu
Ya’la).
Tidak ada
orang yang bebas penyakit. Sakit dan musibah adalah ketentuan Allah. Sakit
bukan monopoli orang yang dianggap jelek. Semua manusia, para ulama dan Nabi
pun mengalaminya.Bahkan para wali dan nabi paling berat cobaanya.
إن من أشد الناس بلاء
الأنبـــياء، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
“Sesungguhnya
manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi. Kemudian yang orang
setelahnya, orang setelahnya (orang yang derajatnya dibawahnya).” (HR. Ahmad).
Semakin
tinggi derajat seseorang, semakin berat cobaan yang diderita. Seorang mu’min
yang ditimpa penyakit berat atau cobaan yang pedih tidaklah berarti menjadi
pertanda bahwa ia tidak diridhai oleh Allah. Nabi Ayyub pun diberi cobaan yang
paling berat. Tapi beliau orang yang tinggi di sisi-Nya.
Nabi Ayyub
as adalah seorang Nabi yang patut dijadikan teladan bagi orang yang didera
penyakit. Nabi Ayyub as adalah Nabi yang kaya raya serba kecupukan dan tubuh
yang sehat. Tapi, suatu ketika Allah SWT mengujinya dengan memberi penyakit –
sehingga kekuatannya hilang. Tidak hanya itu, hartanya pun lambat laun
berkurang. Yang lebih menyakitkan lagi istri dan anak-anaknya meninggalkan
beliau. Kenyataan ini beliau alamai selama kurang lebih delapan belas tahun.
Jadilah
beliau seorang yang terhinakan. Namun, bukan maksud Allah SWT merendahkan Nabi-Nya.
Derajat dan kedudukan di sisi-Nya bahkan meroket. Sebab beliau betul-betul
menerima dengan kesabaran. Karena kesabarannya, Allah SWT mengembalikan semua
yang hilang. Kekuatan, kesehatan, harta, istri, anak dan kerabat akhirnya
kembali kepada beliau.
Belajar
dari kisah tersebut, kita sepatutnya menyadari bahwa kasih sayang Allah SWT itu
begitu besar. Kasih sayang tidak selalu diwujudkan dalam bentuk harta melimpah,
kekuatan dan kesehatan yang prima. Namun, terkadang Allah SWT mewujudkan
perhatiannya dalam bentuk sesuatu yang menurut manusia ‘hina’ yaitu penyakit.
Bahkan seringkali Allah malah mengadzab hambanya dengan memberi kekayaan.
Dengan
kekayaan itu, si hamba terjerumus dalam kubangan maksiat. Sebaliknya betapa
banyak kisah seseorang menjadi lebih salih setelah sembuh dari penyakit. Ini
menunjukkan kenikmatan itu bisa menjadi laknat, dan penyakit berubah menjadi
rahmat.
Maka,
hendaklah kita mengingat-ingat perbuatan ketika sehat dahulu. Agar bisa
berintrospeksi diri untuk lebih mensyukuri nikmat kesehatan dan menambah
semangat untuk bersabar dan sembuh.[Kholili Hasib]
Rep: Cholis
Akbar
Editor:
Cholis Akbar
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Halloo kami dari ARENADOMINO ingin mengajak anda semua pecinta games poker untuk bermain disini permainan fairplay menanti anda semua dan 100% no robot player vs player
yuk silahkan langsung bermain dengan kami proses mudah cepat dan nyaman jika kesulitan dalam pendaftaran dapat juga dibantu ya bisa dari live chat ataupun dari WA +855 96 4967353 silahkan ..
Posting Komentar