Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu Dinaungi Sayap Malaikat
Imam
Al-Ajurri Rahimahullah menyebutkan dalam kitab beliau bab tentang keutamaan
berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Al-Qur’an. Maksud beliau adalah
pahala yang akan didapatkan atau kebaikan dan keutamaan yang akan didapatkan
oleh orang yang duduk di masjid atau di rumah-rumah Allah ‘Azza wa Jalla.
Karena kata
“فضل” di
sini mufrad namun diidhafahkan maka berarti umum, artinya keutamaan-keutamaan.
Perkataan
beliau, “Untuk mempelajari Al-Qur’an” maksudnya adalah untuk mempelajari
Al-Qur’an. Dan yang dimaksud di sini ada dua hal; yang pertama yaitu
berkumpulnya beberapa orang kepada satu orang yang mutqin dalam membaca
Al-Qur’an dan mengajarkan mereka satu persatu cara membaca yang benar. Dan yang
kedua yaitu mereka semua duduk menghadiri majelis satu seorang yang memahami
tentang Al-Qur’an kemudian alim tersebut menjelaskan kepada mereka makna-makna
dan menerangkan kepada mereka petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan semua yang kita
sebutkan tadi termasuk mempelajari Al-Qur’an baik itu untuk mempelajari cara
membaca yang benar atau untuk mengetahui isi dan petunjuk-petunjuk dari
Al-Qur’an. Maka yang dimaksud dalam bab ini mencakup dua hal yang kita sebutkan
tadi.
Imam
Al-Ajurri Rahimahullah menyebutkan sanadnya sampai ke sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya
beliau bersabda:
مَا تَجَلَسَ قَوْمٌ فِى
بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ إِلَّا حَفَّتْ بِهِمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ
يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Tidaklah
suatu kaum duduk di rumah dari rumah-rumah Allah mereka membaca kitabullah,
mereka mempelajarinya, kecuali akan turun kepada mereka malaikat dan mereka
akan diliputi rahmat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyebutkan mereka di
hadapan para makhlukNya yang ada di sisiNya. Dan barangsiapa yang terlambat
amalannya maka tidak akan dicepatkan oleh nasabnya.”
Maksud
sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tidaklah suatu kaum duduk-duduk” di
sini beliau menyebutkan dua orang atau lebih yang ikut serta dalam satu
kegiatan. Dan di sini mengandung makna motivasi dan anjuran bagi orang-orang
untuk saling tolong-menolong, saling bantu-membantu, saling dukung-mendukung
untuk mempelajari Al-Qur’an. Karena setiap orang butuh untuk diberi motivasi,
diberi dorongan, dikuatkan untuk selalu menghadiri pengajian dan untuk
memperhatikan kegiatan-kegiatan tersebut. Dan seseorang yang menginginkan
kebaikan kepada saudaranya, ia selalu membantu saudaranya untuk menghadiri
pelajaran dan kajian dan sejenisnya.
Sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tidaklah berkumpul satu kaum di rumah dari
rumah-rumah Allah” sebagian para ulama menyebutkan bahwasanya ini pada umumnya
terjadi yaitu di rumah-rumah Allah. Namun jika kajian atau pelajaran tersebut
dilakukan di sebuah madrasah atau di rumah tinggal maka diharapkan dengan izin
Allah seorang juga akan mendapatkan keutamaan yang disebutkan dalam hadits ini
terutama dalam sebagian lafadz hadits (yaitu dalam shahih Muslim) Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ
الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ
عِنْدَهُ
“Tidaklah
suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali akan
dinaungi oleh para Malaikat, diliputi rahmat dan akan turun kepada mereka
ketenangan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mereka di hadapan para
makhlukNya yang ada di sisiNya.”
Dalam
hadits ini tidak disebutkan, “di rumah dari rumah-rumah Allah” Maka tentu
mempelajari Al-Qur’an jika dilakukan di sebuah masjid, tidak diragukan lagi
bahwa ini lebih utama, lebih baik dan lebih sempurna. Namun jika dilakukan di
rumah atau di madrasah atau selainnya, maka diharapkan juga akan mendapatkan
keutamaan yang disebutkan dalam hadits ini.
Oleh karena
itu Imam Al-Hafidz An-Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwasanya disetarakan
dengan masjid dalam keutamaan ini yaitu seseorang atau suatu kaum berkumpul di
sebuah madrasah atau sekolah atau pesantren atau selainnya. Dan dalilnya adalah
hadits yang kita bacakan tadi karena dalam hadits disebutkan secara mutlak yang
mencakup semua tempat. Dan batasan dalam hadits, “Di rumah-rumah Allah” ini
dalam istilahnya disebut secara umumnya. Yaitu pada umumnya biasanya orang
belajar Al-Qur’an di masjid. Terutama di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam. Namun tidak harus kita memahami demikian. Maksudnya selain di Masjid
pun seseorang akan mendapatkan keutamaan yang sama.
Sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di rumah-rumah
Allah mereka membaca kitabullah.” maksudnya di sini yaitu satu orang membaca
dan yang lain mendengarkan atau salah seorang membaca ayat kemudian seorang
alim menjelaskan makna dan menafsirkan ayat-ayat tersebut. Maka inilah yang
dimaksud dengan mereka semua membaca kitabullah. Dan semua (baik yang membaca
maupun yang sekedar mendengarkan) akan mendapatkan bagian dari pahala.
Sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “D an mereka mempelajari Al-Qur’an tersebut.”
Yaitu mereka mempelajarinya dengan cara berusaha memahami makna-maknanya dan
mengerti petunjuk-petunjuk dari ayat-ayat tersebut.
Sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Kecuali mereka akan dinaungi oleh para
Malaikat.” Dan Malaikat akan menaungi majelis tersebut dari semua sudutnya dan
bagian-bagiannya. Dan apabila mereka berkumpul untuk mempelajari Al-Qur’an di
rumah Allah dan mereka tidak melihat Malaikat di tempat tersebut namun kita
harus meyakini bahwasanya ini adalah sabda yang pasti kebenarannya dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka pasti para Malaikat tersebut
menaungi dan mengerumuni majelis-majelis tersebut dengan sayap-sayap mereka
meskipun kita tidak melihatnya. Dalam hadits disebutkan:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ
المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ العِلْمِ
“Barangsiapa
yang meniti jalan menuntut ilmu, Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju
surga, dan sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayapnya-sayapnya karena ridha
dengan perbuatan penuntut ilmu.”
Juga dalam
hadits yang lain disebutkan:
إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً
سَيَّاحِينَ فِي الأَرْضِ فُضُلًا عَنْ كُتَّابِ النَّاسِ، فَإِذَا وَجَدُوا
أَقْوَامًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا: هَلُمُّوا إِلَى بُغْيَتِكُمْ،
فَيَجِيئُونَ فَيَحُفُّونَ بِهِمْ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا
“Sesungguhnya
Allah mempunyai Malaikat-malaikat yang selalu berkeliling di muka bumi selain
Malaikat yang bertugas menjaga manusia dan menulis catatan amalan mereka. Maka
apabila Malaikat-malaikat tersebut mendapati satu kaum yang berdzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka saling menyeru: kemari, datangilah apa yang
kalian cari dan mereka semua datang dan mereka menaungi kaum tersebut dan
mereka berkerumun sampai ke langit dunia.” (HR. Tirmidzi)
Dan
perbuatan Malaikat ini menunjukkan bahwasanya mereka ridha dan senang dengan
apa yang dilakukan oleh kaum tersebut yaitu mereka berkumpul untuk berdzikir
dan mempelajari ilmu agama.
Kemudian
sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Mereka akan diliputi oleh Rahmat.”
Maksudnya di sini adalah rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan betapa banyak
rahmat yang turun di majelis-majelis dzikir, di rumah-rumah Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dan betapa banyak orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan dan
rahmati di sebuah majelis dzikir sehingga ia keluar dengan satu faedah, dia
keluar dengan membawa ilmu, membawa kebaikan, membawa keutamaan yang tinggal
padanya sampai akhir hayatnya. Maka lihatlah betapa besar rahmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bisa jadi kita dapati ada orang yang lalai kemudian Allah
Subhanahu wa Ta’ala muliakan dia atau Allah berikan taufiq untuk menghadiri
suatu majelis kemudian ia mendengar satu kalimat dan perkataan yang
menghidupkan hatinya dan menjadi sebab keshalihan dia dan sebab dia mendapatkan
hidayah.
Juga kita
kadang mendapati ada seorang yang bertahun-tahun hidup diatas bid’ah, di atas
kesesatan, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala bimbing dia untuk menghadiri
suatu majelis sunnah sehingga ia berubah dari bid’ah kepada sunnah. Dan juga
betapa banyak kita dapati orang-orang yang hidup diatas kesyirikan dari sejak
kecil kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan dia untuk menghadiri suatu
majelis yang dijelaskan di majelis tersebut aqidah yang benar, tauhid yang
benar sehingga ia pun berubah dari kesesatan menuju kebenaran. Dan ini adalah
salah satu rahmat dari rahmat-rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Juga betapa
banyak orang yang mempunyai kesalahan dalam sisi tertentu baik dalam ibadahnya
atau akhlaknya atau muamalahnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala beri taufiq
kepadanya untuk menghadiri suatu majelis dzikir, majelis ilmu, kemudian ia
mendengar sesuatu yang bisa menghidupkan hatinya dan ia segera berubah. Ini
semua adalah bentuk rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dalam akhir hadits
yang kita jelaskan di sini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
هُمُ الْقَوْمُ لاَ يَشْقَى
بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
“Mereka
adalah suatu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.”
Karena
majelis ilmu adalah majelis yang penuh rahmat, penuh ampunan, penuh hidayah dan
sebab kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan
mereka yang duduk di majelis ilmu di hadapan para makhlukNya yang ada di
sisiNya. Ini adalah keutamaan yang sangat besar, yang sangat mulia, sangat
agung, yaitu Rabbul ‘Alamin (Tuhan semesta alam) di tempat yang paling tinggi
di sisi para Malaikat yang mulia Allah menyebutkan mereka yang membaca firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mempelajari makna-makna dari ayat-ayat Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini berarti bahwasannya Allah ridha kepada mereka dan
Allah mencintai mereka. Itulah sebabnya kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyebutkan mereka di hadapan makhluk yang ada di sisiNya.
Dalam
hadits shahih yang berasal dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu
beliau berkata bahwa suatu ketika sahabat Muawiyah keluar mendatangi satu
perkumpulan di masjid. Maka beliau bertanya, “Apa yang membuat kalian duduk di
masjid ini?” Mereka menjawab, “Kami duduk untuk berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.” Kemudian Muawiyah berkata, “Demi Allah tidak ada yang
membuat kalian duduk di sini kecuali untuk berdzikir?” Mereka mengatakan, “Demi
Allah kami tidak duduk kecuali untuk perkara tersebut.” Kemudian Muawiyah
mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak meminta kalian bersumpah karena aku menuduh
kalian berdusta. Karena tidak ada yang haditsnya lebih sedikit dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam walaupun kedudukannya dariku (artinya Muawiyah
sedikit meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) Dan
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam satu hari pernah keluar
menemui satu majelis/perkumpulan yang dihadiri oleh para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka beliau mengatakan, “Aapa yang membuat kalian
duduk di sini?” Mereka menjawab, “Kami duduk dan memuji kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang telah memberikan kami petunjuk menuju agama Islam dan memberikan
karunia yang banyak kepada kami.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengatakan, “Demi Allah tidak ada yang membuat kalian duduk kecuali perkara
tersebut?” Mereka mengatakan, “Demi Allah kami tidak duduk kecuali untuk
perkara tersebut.” Kemudian Nabi mengatakan perkataan yang sama:
وَلَكِنَّهُ أَتَانِي
جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي، أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلَائِكَةَ
“Sesungguhnya
aku tidak menyuruh kalian bersumpah karena aku menuduh kalian berdusta, akan
tetapi Malaikat Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwasannya Allah
‘Azza wa Jalla membanggakan kalian di hadapan para Malaikat.” (HR. Muslim)
Padahal
Tuhan yang Maha Mulia tidak butuh kepada majelis-majelis yang dilakukan oleh
para manusia. Allah tidak butuh kepada ketaatan mereka, Allah tidak butuh
kepada ibadah mereka dan tidak bermanfaat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala
ketaatan orang yang berbuat ketaatan dan tidak membahayakan bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala maksiat orang yang bermaksiat sebagaimana disebutkan dalam
hadits qudsi, Allah berfirman:
يَا عِبَادِي! إنَّكُمْ لَنْ
تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّونِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي. يَا
عِبَادِي! لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا
عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي
شَيْئًا. يَا عِبَادِي! لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ
وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا نَقَصَ
ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا.
“Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian tidak akan mampu menimpakan marabahaya
kepadaKu, sesungguhnya kalian tidak akan memberi manfaat kepadaKu. Wahai
hamba-hambaKu seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang belakangan
serta semua jin dan manusia berada pada tingkat ketaqwaan yang paling tinggi,
hal tersebut tidak akan menambah kekuasaanKu sedikitpun. Wahai hamba-hambaKu,
seandainya orang yang terdahulu sampai orang belakangan di antara kalian dan
semua jin dan manusia berada pada tingkat kedurhakaan yang paling buruk maka
hal tersebut tidak akan mengurangi sedikitpun dari kekuasaanKu.” (HR. Muslim)
Maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak bermanfaat untukNya ketaatan orang yang melakukan
ketaatan, tidak membahayakan bagi Allah maksiat orang yang bermaksiat. Akan
tetapi karena besarnya karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah membanggakan
makhlukNya di hadapan para MalaikatNya dan Allah menyebutkan nama-nama mereka
di sisi para malaikatNya karena mereka berkumpul untuk berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, membaca FirmanNya dan mempelajari makna-makna dari
ayat-ayat Al-Qur’an serta mereka berusaha mentadabburi Al-Qur’an. Maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mereka di makhluk yang ada di sisiNya.
Kemudian di
akhir hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Dan barangsiapa yang
dilambatkan oleh amalnya, tidak akan ditempatkan oleh nasabahnya.” Maksudnya
adalah barangsiapa yang lambat agamanya, maka pada hari kiamat nanti jika dia
tidak membawa ketaatan yang bisa memberatkan timbangan kebaikannya dan
meninggikan derajatnya, maka nasabnya tidak akan membuat dia cepat. Walaupun
nasabnya adalah nasab yang paling tinggi tidak akan bermanfaat nasab tersebut
dan tidak akan mengangkat derajatnya sedikitpun. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ
فَلَا أَنسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ ﴿١٠١﴾
“Dan
apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada tali nasab di antara mereka pada hari
tersebut dan mereka pun tidak saling bertanya.” (QS. Al-Mu’minun[23]: 101)
Juga firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ
اللَّـهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣﴾
“Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat[49]:
13)
Maka yang
paling mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah yang paling bertakwa
kepada Allah. Dan yang membuat seseorang cepat prosesnya di akhirat nanti yaitu
takwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketaatan kepadaNya dan ibadah yang
telah dia lakukan.
1 komentar:
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802
Posting Komentar