Bertaubat, Mana
yang Lebih Dulu, Istighfar atau Shalawat?
Pertanyaan :
Mana yang lebih utama dikerjakan dalam rangka bertaubat,
istighfar atau membaca sholawat?
Mohon penjelasannya...
Jawaban :
Al-Imam al-Ghazali dalam Minhaj al-‘Abidin menguraikan tentang
tujuh tahap pendakian seseorang untuk beribadah atau meraih kedudukan sebagai
‘abid (ahli ibadah).
Pendakian pertama adalah ilmu. Seseorang tidak mungkin
beribadah tanpa ilmu dan andai beribadah sekalipun maka ibadahnya tidak
diterima.
Kata al-Imam Ibn Ruslan dalam matn az-Zubad :
وكل من
بغير علم يعمل
عمله مردودة لا تقبل
Setiap
orang beramal tanpa ilmu, amalnya tertolak, tidak diterima.
Pendakian
kedua, setelah berilmu adalah taubat.
Hal ini,
tulis beliau, karena ada dua sebab :
1. Agar
mendapat taufiq untuk mengerjakan ketaatan.
2. Agar
ibadah diterima Allah.
Arti taubat
adalah meninggalkan mengusahakan berbuat kesalahan/dosa yang misal atau
contohnya telah dilakukan di masa lalu, secara posisi, bukan semata bentuk
perbuatan. Semata-mata karena mengagungkan Allah Ta’ala dan menghindari
kemarahanNya.
Dengan
demikian, ada empat syarat taubat menurut al-Imam al-Ghazali :
Meninggalkan
usaha/perbuatan yang membawa menuju dosa.
Taubat atau
meninggalkan dosa yang contoh perbuatannya telah dilakukan di masa lalu.
Menganggap
bahwa perbuatan maksiat yang telah berlalu adalah semisal dengan
perbuatan-perbuatan maksiat lain yang dijauhi usaha untuk melakukannya dari
sisi kedudukan dan derajat, bukan bentuk perbuatan. Maksudnya semua yang
dikategorikan maksiat sama kedudukannya, apapun bentuk perbuatannya.
Meninggalkan
hal tersebut semata karena mengagungkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Adapun
mukaddimah dari taubat ada tiga :
Mengingat
sangat buruknya dosa.
Mengingat
bersangatan pedih siksa Allah Ta’ala, tidak ada yang sanggup menanggung
kemarahanNya.
Mengingat
kelemahan diri dan ketidaksanggupannya beralasan di hadapan Allah.
Bila kita
merenungkan tiga hal ini, siang dan malam, maka akan membawa kepada taubat
nashuha dari perbuatan dosa.
Adapun
taubat ada tiga bagian :
Taubat dari
meninggalkan kewajiban terhadap Allah. Maka mesti membayar (qodho) ketinggalan
tersebut.
Taubat dari
mengerjakan yang dilarang Allah. Maka mesti menyesali dan bertekad tidak
mengulangi lagi.
Taubat dari
dosa atau kesalahan terhadap makhluk Allah. Dalam hal ini ada lima kategori :
Bila
berkaitan dengan harta, maka mengembalikan atau membayar, semungkinnya.
Bila
berkaitan dengan diri atau jasmani, maka mesti minta balas (qishas) atau minta
halal.
Bila
berkaitan dengan harga diri, maka mesti menyampaikan ke banyak orang bahwa ia
telah berdusta ketika menjatuhkan harga diri orang tersebut. Bahwa apa yang
dahulu ia katakan, tidak benar. Dan meminta maaf atau halal kepada orang yang
telah ia jatuhkan harga diri tersebut, serta perbanyak memintakan ampun kepada
Allah (istighfar) untuk orang tersebut.
Bila
berkaitan dengan kehormatan, misal mengkhianati keluarga (misal menzinahi anak
atau isterinya), maka ini sangat berat untuk minta maaf dan mengakui. Maka
merendahlah kepada Allah dan berdo’a agar kelak orang tersebut meridhainya (di
akhirat), serta perbanyak melakukan perbuatan baik sebagai balasannya.
Bila
berkaitan dengan agama, misal menuduh sesat, menuduh kafir, menuduh ahli
bid’ah, maka mesti mengumumkan kepada orang banyak bahwa ia telah berdusta atas
tuduhannya tersebut dan meminta halal atau ridho kepada orang yang
bersangkutan.
Dari uraian
diatas, maka yang paling utama bagi orang yang bertaubat adalah perbanyak
istighfar atau meminta ampun, baik untuk dirinya juga untuk orang yang ia bersalah
terhadap orang tersebut.
Adapun
membaca sholawat juga sangat bagus karena akan menebus dosa-dosa kecilnya.
Adapun dosa besar tidak ditebus kecuali dengan taubat.
Sholawat
bagus dibaca bagi orang yang ingin mendapatkan taubat dan telah bertaubat. Adapun
saat bertaubat, maka istighfar yang paling afdhal.
Penting
dicatat, taubat baru langkah kedua dalam rangka meraih kedudukan sebagai
"Hamba Allah", masih ada lima tahapan pendakian selanjutnya.
Semoga kita
semua diberi Allah taubat dan maghfirah, taufiq dan hidayah, istiqomah dan
husnul khatimah. Aamiin.
Wallahul
Muwaffiq Ilaa Aqwamith Thoriiq.
Mujawwib : Abu Zein Fardany
0 komentar:
Posting Komentar